Bab 2

989 82 27
                                    

2. Satu-satunya!

COWOK berwajah oval dan berhidung mancung itu perlahan mendekati Emilia. Dia berhenti tepat di depan Emilia dengan jarak yang nyaris menyentuh kakinya. Refleks membuat Emilia mundur selangkah, seraya menatap wajah masam cowok itu. Cowok itu menatapnya lekat, seperti ingin membunuh.

GLEK! Emilia menelan ludah.

Apes deh gue! Batinnya. Pasti tidak enak berurusan dengan orang yang baru saja diputusin.

"Gue.. gue, nggak senga.." katanya terputus, padahal Emilia ingin berkata jujur.

"Elo ngetawain gue?" tuduh cowok itu sinis, menaikkan satu alis matanya seraya mengamati Emilia dengan teliti.

Dia sering melihat cewek tomboy berkacamata ini di depan halaman sekolah dari dalam kelasnya saat pelajaran berlangsung. Kepalanya menengadah sambil mengangkat tangan kanannya-memberi hormat pada tiang bendera di bawah terik matahari. Penampilannya juga sama sekali tidak sesuai dengan peraturan di sekolah. Rambut panjang yang dikuncir sembarangan. Lengan baju yang ditarik ke atas, dan kaos kaki yang panjangnya hanya sampai mata kaki. Begitu aneh di matanya untuk seorang cewek.

Emilia tersentak, "Hah?! Ngetawain lo? Enggak. gue..."

"Nggak masalah," lagi-lagi Cowok itu memotong ucapan Emilia. "Lagian, cewek jelek kayak lo, nggak ngebuat gue hilang harga diri karena lihat gue diputusin." Kalimat sarkas itu meluncur begitu saja dari bibir tipisnya.

What? Cewek jelek?

That's true, but who is he to say like that in front of her? Mentang-mentang keren?

"Lo bilang apa?" tanya Emilia melotot, menatap cowok itu dengan gusar.

Cowok itu menghela tawa, mengulangi perkataannya sekali lagi. "Cewek jelek kayak lo, nggak ngebuat gue hilang harga diri karena lihat gue diputusin!" tanpa ada yang berubah, bahkan kali ini dia menyentuh kening Emilia dengan ujung telunjuk kanannya.

Emilia ternganga. Dia merasa sangat terhina.

Jujur saja, dia mengakui bahwa dia tidak secantik beberapa cewek di sekolahnya. Apalagi seperti temannya, Bella Divares. Mantan teman satu meja Mita di kelas sepuluh. Emilia berteman dengan Bella sejak Mita memperkenalkan mereka di kelas sebelas. Bella yang anggun, bermata belo, rambut panjang yang tergerai, dan ikal di bagian bawah. Begitu sempurna indahnya.

Sementara dirinya, satu-satunya cewek yang dianggap badung di sekolah. Namun, Emilia juga tak terima jika dia dikatakan jelek, apalagi dari mulut cowok yang tak dikenalnya sama sekali di hadapannya ini. Membuat Emilia memejamkan matanya kuat dengan umpatan andalan yang sudah berkumpul diujung lidahnya.

Tapi sialnya, bukannya hasrat yang terbalas. Emilia malah makin kesal. Cowok itu sudah bergerak pergi, bahkan sebelum Emilia membuka mata.

"Damn it!" Celetuk Emilia menatap cowok itu yang sudah berlalu dari hadapannya seperti kilat. "Siapa sih, dia? Berani-beraninya ngatain gue jelek!" gerutunya jengkel pada diri sendiri, "Mentang-mentang keren, terus seenaknya berlagak kayak pangeran sombong? Cih! pantesan diputusin!"

0o-dw-o0

"Lama banget sih, ngapain aja sih lo?" gerutu Bella begitu melihat Emilia muncul.

"Sori.. sori.." jawab Emilia. "Tadi di dalam gue ketemu cowok nyebelin. Makanya lama.."

"Siapa?" tanya Mita penasaran, dahinya terlihat berkerut sedikit. Mita tahu betul, kalau Emilia sudah sebal, ceritanya pasti seru.

Emilia mendengus. "Gue nggak tahu, kayaknya satu kelas sama lo, deh." Ujarnya menatap Bella, mengingat gadis itu dari kelas sebelas IPA-2. "Kalau gue ketemu sama dia lagi, bakal gue sikut tu cowok!"

DELUVIEWhere stories live. Discover now