Bab 32

410 31 9
                                    

32. Gue Kenapa?

"ITU dia!"

"Emil!"

"Coba lihat, apa yang dia bawa?"

"Dia bawa buku ke ruang guru."

"Gue nggak salah lihat?"

"Sejak kapan cewek badung itu berubah?"

Bisik-bisik terus mengikuti Emilia begitu kakinya melewati kelas IPA-2. Semua penghuni kelas itu menatap ke luar jendela untuk bisa melihatnya.

Jauh di lubuk hati, Emilia sangat senang melihat mereka seperti itu. Entah kenapa. Semakin banyak yang tidak menyukainya saat ini, Emilia semakin merasa senang. Sangat senang. Tetapi tidak dengan orang tertentu. Dan tentu tidak semua orang yang julid padanya, karena ada yang sama sekali tidak peduli dengan apa yang diperbuat atau yang terjadi padanya.

Sementara di kelas IPA-1, mereka sama halnya dengan kelas IPA-3, sedang memperhatikan guru menerangkan di depan kelas dengan seksama. Berbeda dengan kelas IPS, tidak peduli berapa kali zaman telah berganti, mereka tidak akan belajar seperti anak-anak di kelas IPA-kecuali pada zaman pandemi, mungkin.

Mereka akan fokus jika ada diskusi di kelas. Saat-saat seperti itulah mereka bersaing satu sama lain untuk menunjukkan, siapa di antara mereka yang paling menguasai pelajaran dan siapa yang tidak. Melalui perdebatan.

Menurut Emilia, perdebatan itu tak ada gunanya, apalagi memperdebatkan sesuatu yang benar.

0o-dw-o0

Sudah dua hari berlalu, dan sebagian besar anak IPA kelas dua belas, benar-benar sudah menjulid Emilia lewat tatapan dan tanggapan mereka setiap kali berpapasan dengannya. Ya, ini karena hasil nilai ulangan Emilia sudah disebar ke semua kelas oleh wali kelas mereka masing-masing. Padahal hari ini adalah hari terakhir mereka belajar seperti biasanya, karena ujian semester akan datang dua hari lagi. Seharusnya mereka sibuk dengan mempersiapkan diri untuk belajar, bukan terus-terusan menatapnya curiga. Pikir Emilia.

Dia menghela nafas.

Jika boleh jujur, sebenarnya Emilia tidak terlalu peduli dengan tanggapan atau cara mereka memandangnya, tapi lama-kelamaan itu membuatnya kesal juga, dan demi ketenangan telinganya yang mulai panas, Emilia memilih untuk mengucilkan diri dan satu-satunya tempat yang paling aman dan nyaman menurutnya saat ini adalah perpustakaan.

Tidak pikir panjang, Emilia segera ke sana, menghabiskan waktu istirahatnya.

Namun ketika kakinya nyaris di depan pintu perpustakaan, Emilia melihat Tama bersama Noel dan Bara yang entah dari mana, mereka berjalan berlawanan arah dengan Emilia yang tidak begitu jauh jaraknya. Untungnya Tama dan Noel tidak melihat Emilia, karena mereka asyik mengobrol dengan wajah tersenyum, tetapi tatapan Bara dan Emilia justru bertemu.

Emilia bergidik, seketika segera meluncur masuk ke dalam perpustakaan.

"Huft!" helanya lega sambil meraba jantungnya ketika sudah berada di dalam.

Emilia sangat takut. Jika dia tidak buru-buru masuk, Bara pasti akan meneriakinya dengan sebutan 'tukang sontek' di depan mereka. Rasanya pasti sangat memalukan jika itu terjadi di hadapan Tama. Tadi saja cowok itu seperti ingin meneriakinya.

Setelah perasaannya tenang, Emilia mengulur waktu istirahat dengan membaca komik lawas di sana. Dia yang sebelumnya tidak pernah suka dengan komik 'serial cantik', mendadak menikmati bacaan seperti itu, mungkin karena ia sedang mengalaminya.

Lucunya setelah senyum-senyum sendiri, Emilia merasa geli saat membaca salah satu bagian cerita yang menurutnya tidak seharusnya di lakukan seorang perempuan remaja, ketika si tokoh perempuan mendekati cowok yang dia suka, lalu mengutarakan perasaannya secara gamblang.

DELUVIEWhere stories live. Discover now