19. Yang tersisa hanya seorang Geraldin

Mulai dari awal
                                    

Air mata makin meluruh, Rosy limbung hingga memilih berjongkok dengan menumpukan sebagian beban tubuh pada tangannya. Terisak Rosy menahan himpitan sesak di dadanya. Tega sekali Gerald membohonginya?

Sementara Gerald yang tak pernah bisa menampik kasih sayangnya pada Rosy terpaku pada tempatnya berdiri. Inginnya dia meraih wanita yang tak bisa disebut tak berarti itu untuk dipeluknya. Tapi Gerald tak lagi pantas, dirinya tahu sudah menyakiti Rosy hingga ke tulang, salahnya tak termaafkan. Dia tak pantas untuk ditangisi sedemikian menyayat oleh satu-satunya wanita yang pernah membuatnya jatuh cinta. Walau begitu, Rosy tak bisa dia prioritaskan lebih dari Michelle Oxwell atau Mike yang membuatnya menggila hingga rela pura-pura mati. Cintanya kini hanya Mike, dunianya hanya Mike. Biarlah Rosy mendapatkan pria yang pantas, yang bisa membahagiakannya.

Sedih Gerald membuang muka, tak ingin pertemuan ini menjadi lama dan membuatnya makin merasa bersalah. Melepas Rosy adalah pilihan terbaik, dari pada membiarkan wanita itu celaka hanya karena memilih berada di sisinya yang pecundang ini.

"Tolong, katakan sesuatu padaku agar aku tahu posisiku." Hidung Rosy memerah, sesekali isakannya terdengar, dan wajahnya yang cantik membuat Gerald ingin berlari merengkuhnya.

Hancur, itu yang dirasakan Gerald mendengar suara Rosy yang tercekat. Orientasi Gerald pada cinta mungkin memang kesalahan, tapi cinta soal hati, bagaimana bisa menyalahkan cintanya yang begitu melambung pada Mike. Kalaupun cintanya bisa dibagi dengan Rosy, tapi apakah Mike akan bersedia mengingat tabiat Mike yang rela melakukan segala cara apabila Gerald mencoba terlepas darinya seperti tiga tahun lalu. Apakah juga Rosy rela suaminya juga mencintai seorang pria?

"Aku mencintai kekasih ku hingga rasa ini menyakitkan kalau aku tak bisa melihatnya." Akhirnya justru ucapan itu yang keluar dari mulut Gerald, yang diyakini akan membuat Rosy membencinya.

Rosy ingin menyangkal pendengarannya, namun teringat bagaimana interaksi Gerald dan seorang pria di bandara beberapa hari lalu, Rosy makin mengamini apa yang Gerald ucapkan. Sungguh tak perlu kalimat lain untuk membuatnya mengerti apa yang sudah dilakukan pria yang telah meluluhlantakkan hati Rosy itu.

"Pria berpendidikan seperti mu tidak lupa caranya menyusun kalimat penjelas bukan?" Timpal Rosy yang sekuat tenaga kembali berdiri setelah berhasil menguasai diri. Langkahnya dia bawa mendekat pada Gerald yang justru memundurkan langkah, dan bagi Rosy bagai sebuah penolakan.

Sebegitunya Gerald ingin membuang dirinya dari hidup pria itu? Baiklah, Rosy paham, dirinya memang harus menyingkir seperti yang pria itu harap.

"Gerald, sampai detik ini aku tak ingin percaya soal cinta bullshit yang kamu agung-agungkan itu. Aku pikir bertahun hidup bersama, kamu tidak akan menyakitiku sedalam ini. Kamu tidak hanya pembohong, kamu juga pengkhianat! Aku bodoh sehingga semudah itu kamu kelabui. Dungunya aku yang tiga tahun ini selalu berusaha bangkit karena merasa terpuruk kehilangan kamu. Nyatanya, aku hanya meratapi penipu ulung."

Gerald memejamkan matanya, merasai dadanya yang nyeri melihat tangis wanita yang tulus mencintai dirinya ini. Dirinya memang jahat, tapi Gerald sudah memilih Mike sejak lama. Bagaimana mungkin dirinya tidak memahami semua ungkapan kesakitan Rosy?

"Sayangku My Rosy..."

Rosy tidak tahu mengapa suara yang sungguh dia benci itu, pada saat ini membuatnya lega.

"Steve..." Suara Rosy yang penuh dengan nada ketidakberdayaan itu membuat Steve melangkah cepat untuk menenangkannya dalam pelukan. Rosy memang tidak bisa jauh-jauh darinya, lihatlah semalam saja maminya anak-anak tidak dalam pantauannya, malah berakhir mengharu biru begini. Apa Steve bilang, dirinya adalah yang terbaik untuk Rosy. Padahal telapak Rosy sudah mendorong dada pria itu agar menjauhinya tapi Steve kan bebal, hanya mengira penolakan kecil Rosy sebagai cara perempuan itu merajuk padanya karena berpisah semalam darinya.

"Halo Geraldin...!" Rosy ingin sekali mengumpati mulut Steve. Senyum Steve kentara sekali begitu meremehkan pada Gerald.

"Tuan Kimm" Gerald mengangguk kecil. Wajahnya menyiratkan emosi menyedihkan yang Gerald sendiri tak bisa ungkapkan. Dia pernah bahagia dengan Rosy, setiap momennya tak tergantikan. Tapi dirinya pula yang memiliki andil menyakiti wanita itu sangat dalam. Apalagi dia sudah tidak bisa kembali.

"Aku sudah melihat Garry walau dari jauh, dia tumbuh sangat baik." Mata Gerald tampak menerawang akan kenangan walaupun bukan darahnya, Gerald menyayangi apapun yang berasal dari Rosy. Garry telah memberi warna pada kisahnya yang menyedihkan ini.

Dia selalu merindukanmu, tercekat lidah Rosy ingin mengatakan. Tapi mulut Steve menyahuti dengan nada ejekan.

"Thanks sista," bukan Steve namanya kalau tidak menemukam celah untuk mengejek lawan. "Kamu sudah menjadi figur dady untuk putraku."

"Jadi Garry?" Mata Gerald terbelalak sebagai ekspresi tidak percaya.

Sembari menikmati wajah Gerlad yang terlampau terkejut, Steve menambahkan provokasinya. "Hanya karena itu aku memberimu umur panjang. Seharusnya kamu sudah ku cincang saat K proyek kau bocorkan pada kekasih gay-mu yang lain." Katanya, tak sadar menghadirkan gejolak di perut Rosy yang makin meyakini Gerald pecinta sesama jenis.

"Ayo sayang, masa lalu tidak perlu kamu ratapi. Mari melangkah menuju masa depan bersamaku dan tentu saja putra kita."

"Tapi Steve, aku dan Gerald..."

"Gerald sudah mati, yang tersisa hanya seorang Geraldin. Kalau malam dia perperan jadi perempuan, percayalah."

"Brengsek!" Maki Gerald merasa terhina.

"Aku dengar di bawah kuburan itu adalah orang bayaran Mike, aih... cinta memang bisa menghalalkaan segala cara."

Kalimat yang sengaja diucapkan Steve membuat Rosy ingat pada makhluk lain yang tadi sempat ingin mencekik Gerald.  Tapi entah kemana makhluk iti pergi, apa lagi dengan bersentuhan dengan Steve begini, indera ke enamnya akan lumpuh.

"Satu lagi Gerald, kenapa kamu menikahiku, kenapa kamu menunjukkan cinta padaku sebelum ini?"

Karena denganmu aku bisa jadi normal secara perlahan, walau pada akhirnya kedatangan Mike ke Jakarta beberapa tahun silam membuat usahanya menyukai wanita, kembali pada titik dimana dia hanya bisa merasakan kepuasan hanya saat bercinta dengan Mike.

Gerald membuang muka, tak mau kenyataan pedih ini diketahui Rosy. Biarlah Rosy makin membencinya kalau itu bisa membuat wanita itu melupakan suami cacatnya ini, pikir Gerald sedih.

"Aku hanya bersandiwara." Jawab Gerald.

Wajah Rosy makin pias, jadi Gerald hanya mempermainkan aku?

Nafas Rosy terasa tercekik, isakannya lolos tak lagi bisa ditahan. Dia ingin menjerit, menyesali waktunya bertahun-tahun ini. Steve yang tak suka maminya anak-anak menangisi pria lain, segera mendorongnya pinggangnya untuk melangkah meninggalkan Gerald yang tengah dilanda dilema mengenai nasibnya dan Rosy.

"Aku selalu menyayangi mu Ros..." Gumam Gerald yang hanya mampu di dengar telinganya sendiri.

Boss Gangster dan Bu Dokter IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang