24. •Perpisahan•

Start from the beginning
                                    

Woy Al! Cepet sini, si Lio ngamuk di club!” Seru Viko, serta suara riuh yang berisik terdengar dari telepon itu. Aleo mengerutkan keningnya, tidak biasanya laki-laki itu mengamuk seperti ini.

Dia melirik jam yang ada di dinding kamarnya. Pukul sepuluh malam, Jasmine sudah tertidur lelap di kamarnya karena kelelahan menangis. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu mengambil jaket denim hitamnya yang tersampir di atas tempat tidur dan segera bergegas pergi ke club.

××××××

Aleo menyisir rambut coklatnya ke belakang dengan tangannya. Aura maskulin dan tatapan datar laki-laki itu membuat ia banyak ditatap oleh para wanita disekitarnya.

Aleo terus berjalan tanpa peduli oleh orang-orang yang menatapnya atau bahkan menggodanya.

Meski berdesak-desakan, namun banyak yang menghindarinya, karena mereka tahu Aleo adalah orang yang paling berbahaya. Laki-laki itu bisa saja bermain licik jika ada yang berbuat licik padanya.

Aleo berhenti kala memasuki ruangan yang berada jauh dari keramaian. Suara Lio yang berteriak, serta barang-barang yang dilempar pecah kesana kemari membuat Aleo menarik kerah laki-laki itu dan memberikannya bogem mentah.

Bugh!

Viko dan Zaki yang melihatnya pun hanya menatapnya. Sudah biasa bagi mereka, jika salah seorang dari ketiganya mengamuk tak jelas, Aleo akan memukul mereka hingga sadar.

“Apa yang lo mau?” Tanyanya dingin.

Lio mengusap sudut bibirnya yang berdarah, dengan sempoyongan dia duduk di dekat Aleo yang sedang berdiri memperhatikannya.

Aleo lantas mengambil air di dekatnya dan menyiramnya ke wajah Lio.

“Bangsat! Istri lo nyembunyiin cewek gue anjing!” Serunya marah membuat Zaki dan Viko yang mendengarnya melotot.

Mereka saling bertatapan bingung. “Lo ngomong apa? Istri? Ngaco!” Tempis Viko.

“Ngaco? Hah, tanya dia, Jasmine sekarang jadi istri seorang Aleo. Percaya nggak lo berdua?”

Zaki menegang ditempat. Sedangkan Viko menatapnya tak percaya.

“Seriusan? Parah anjir mainnya yang hijab-an.” Ujar Viko menggeleng dan kembali meneguk wine yang ada ditangannya.

“Viona pergi juga karena lo, nggak usah nyalahin orang, Lio.”

“Sejak kapan lo gini? Apa karena Jasmine?”

“Kalau lo nggak ngekang Viona, cewek itu juga nggak bakalan pergi, tolol. Sekarang dia pergi itu juga karena lo!”

“Gue yakin Jasmine pasti nyuruh Viona untuk sembunyi dari gue! Kalau sampai tuh cewek nyembunyiin Viona, nggak segan-segan gue bunuh tuh cewek, bila perlu anaknya juga gue bunuh!”

“Kalau sampai lo lakuin itu, gue yang akan bunuh lo duluan.”

××××××

Laki-laki itu dengan kelelahan meneguk air di nakas yang tersedia di kamar club. Wajahnya penuh peluh setelah berkegiatan memuaskan hasrat.

“Lo emang bitch, tapi gue suka.” Ujarnya pada wanita yang tengah mengganti pakaiannya di sudut kamar.

“Cih, gue nggak bakalan ngelakuin kayak gini kalau bukan karena butuh uang. Mana uang gue?” Pinta Bella dengan wajah angkuh andalannya.

“Ambil sendiri, dompet gue deket lo. Gue mau tidur,” suruhnya yang membuat Bella memutar bola mata malas.

Perempuan dengan pakaian seksi itu langsung berjalan mengambil dompet yang ada dimeja sebelahnya. Dompet coklat yang sedikit tebal itu membuatnya tersenyum simpul.

“Banyak juga duit lo. Lo emang beban keluarga sih. Udah males, nafsuan, pantes nggak ada yang mau sama lo.”

“Siapa bilang? Yang ngantri buat sama gue banyak dan dengan senang hati gue nerima lo. Emang ya, nggak sia-sia lo belajar dari ibu lo itu, sama-sama bitch.” Katanya tertawa renyah.

“Harga diri itu nggak penting jaman sekarang, yang terpenting itu duit!” Laki-laki itu memilih memejamkan matanya tanpa mau menghiraukan Bella lagi.

Bella memiringkan kepalanya kala melihat sebuah foto perempuan yang sangat Bella kenali.

“Jadi....lo suka sama nih cewek?” Tanyanya dengan tersenyum sinis.

Lelaki yang hampir terlelap itu menegang, ia lantas beranjak bangun dan dengan cepat mengambil dompetnya.

“Nggak usah bacot lo. Ambil duit lo dan pergi dari sini.” Usirnya sedikit marah. Bella tersenyum dan berkacak pinggang.

“Lo mau kerjasama sama gue? Gue yakin seratus persen, lo bisa dapetin dia.” Tunjukkannya pada dompet laki-laki itu.

“Terus, gue harus bayar lo gitu?”

“Nggak perlu, karena gue pengen ngerebut Aleo. Siapa sih yang nggak mau sama dia? Udah ganteng, mapan, pinter. Sampai tujuh turunan pun gue nggak akan miskin.”

“Cih, najis.” Bella memutar bola mata jengah.

“Jadi, gimana sama penawaran gue?”

××××××××

Jasmine Where stories live. Discover now