12. •Marah•

69.7K 7.5K 72
                                    

"Iya. Dia gue booking. Tapi khusus buat gue, nggak boleh yang lain." Balas Aleo tanpa merasa bersalah. Laki-laki itu berbohong, membuat dada Jasmine sesak sekali mendengar penuturannya.

"Seriusan lo? Parah sih. Gue mau dong yang alim-alim, pasti lebih enak, murah nggak?" Kata Viko membuat Aleo naik darah seketika.

"Jasmine masuk." Perintah Aleo masih tidak melakukan apapun pada Viko, jelas-jelas laki-laki itu sudah keterlaluan.

Bukan hanya Viko, Aleo juga sangat keterlaluan. Mereka berdua sama saja!

"Kalau masih mau diem dirumah gue, jaga mulut lo." Tegasnya membuat Viko kicep sendiri. Jika Aleo sudah mengeluarkan aura seperti itu, dia tidak akan main-main, bahkan meja ini pun bisa laki-laki itu lemparkan kearahnya.

Bagi Jasmine, Aleo dan Viko sama saja. Namun kenapa Aleo tidak menyadari hal itu?

Lio juga merasakan hal seperti Aleo. Viko keterlaluan, tapi dengan sifatnya yang bodo amat, ia memilih tidak menghiraukan dan hanya bermain ponselnya.

×××××

Di belakang rumah itu, Jasmine duduk sendirian. Ia duduk termenung menatap air kolam yang sudah ada di hadapannya. Bibirnya terus beristighfar agar hatinya bisa tenang.

Kenapa rasanya sakit sekali?

Apakah mereka benar, bahwa ia seorang perempuan yang tidak memiliki harga diri lagi?

Jasmine menitikkan air matanya. Perempuan itu mengusap perutnya yang rata. Ada hal yang membuatnya harus bertahan. Jujur, saat melihat jembatan kemarin, terbesit pikiran ingin bunuh diri, namun se-berusaha mungkin dirinya tidak melakukan itu.

Jasmine berpikir, jikalau anak ini harus melihat dunia, ia tahu bahwa pasir yang bergerak pun merupakan ijin dari Tuhan, kejadian-kejadian yang ia alami sekarang pun juga atas ijin Tuhan.

Aleo tidak sengaja menodainya, mungkin Tuhan memiliki berbagai cara untuk mencintai Jasmine. Perempuan itu harus bisa sabar, takdirnya bisa dibilang terlalu buruk, tapi yang ia tahu, ada hal baik di setiap kejadian.

Jasmine tidak tahu, apakah ada hal indah setelah ini, tapi yang ia tahu, kehidupannya akan terasa lebih manis ketika ia mau bersabar.

Jika dipikiran orang-orang yang hamil diluar nikah adalah bunuh diri, justru disitu yang salah. Anak itu, terlahir bukan karena sebuah kesalahan. Dosanya pun tidak akan ditanggung oleh anak itu, melainkan oleh orang tuanya sendiri.

Jadi sebisa mungkin Jasmine mempertahankan janin yang ada dikandungannya walau ia tahu, itu akan benar-benar sulit untuknya.

Tiba-tiba Jasmine merasakan ada seseorang yang duduk disampingnya. Lewat sudut matanya ia sedikit melirik. Tahu bahwa itu Aleo, rasa marah Jasmine seketika tumbuh.

Perempuan itu beranjak berdiri dengan menunduk. Niatnya untuk pergi dari taman belakang terhenti karena tangan Aleo yang menarik lengan bajunya.

"Aku mau masuk Aleo, di luar dingin. Permisi." Katanya sopan menolak kehadiran Aleo di sampingnya. Jasmine tidak membenci Aleo, namun perkataan Aleo membuatnya sakit hati. Laki-laki itu berbohong dan kebohongannya sangat melukai harga diri Jasmine.

"Kenapa? Lo marah sama gue?" tanya Aleo dengan raut wajah datarnya.

"Seharusnya kamu lebih tau itu." Balas Jasmine tanpa memperhatikan lawan bicaranya.

Aleo tidak tahu harus berkata apa lagi, dia tahu perkataannya salah saat berbicara kepada Viko tadi. Namun Aleo laki-laki egois, ia enggan meminta maaf duluan.

"Ayo makan, lo belum makan kan?" Ajak Aleo berusaha untuk membujuk Jasmine.

"Nggak. Aku mau tidur aja, tolong lepasin." Perempuan itu menarik lengannya kembali, namun Aleo tetap meraih pergelangan tangan Jasmine.

Jasmine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang