29

2.9K 611 127
                                    

"Selamat pagi, dunia!"

Pagi yang begitu cerah dan damai. Walaupun semalam [Name] tidak bisa tidur lantaran nyamuk-nyamuk sialan itu terbang disekitar tubuhnya.

Sebenarnya jika itu adalah nyamuk di zaman modern, [Name] tidak akan ambil pusing. Namun, nyamuk disini ukurannya benar-benar bisa bikin pingsan. Ditambah, di zaman ini mana ada obat pembasmi nyamuk dan sebagainya.

Bisa-bisanya hal yang [Name] rindukan dari dunia asalnya adalah obat pembasmi serangga.

"Bangun semuanya! Saatnya kita mulung!"

Jean mengernyit, mempertanyakan maksud dari teriakan [Name]. Sementara itu Connie justru tertawa terbahak-bahak, padahal dia sendiri tidak faham maksud dari kata mulung yang keluar dari mulut sang pelintas dimensi.

[Name] bergerak mendekati Gabi, menyentuh pipi anak kecil itu dan menepuknya pelan. Sebuah upaya membangunkannya selembut mungkin. Walaupun sebenarnya [Name] tidak ada lembut-lembutnya sama sekali.

Ditambah tangannya kasar seperti pekerja serabutan. Padahal selama ini kerjanya hanya malas-malasan.

"Hei, bangun."

Kelopak mata Gabi terbuka, ia refleks terbangun dan memundurkan tubuhnya. Perkataan sekaligus tatapan [Name] saat berada di pesawat masih saja terbayang dalam fikiran Gabi. Yang mana membuat ia merasa takut sekaligus merasa bersalah atas kematian Sasha.

"Apa kau... mau membantu kami?"

[Name] yang tengah menerima minuman dari Colt langsung menoleh.

Iris matanya menatap Gabi, diikuti oleh bibir tipisnya yang terbuka, melontarkan sebaris kalimat dengan senyum tipis terpatri diwajah ayunya.

"Kalau aku tidak ingin membantu kalian, aku pasti sudah meninggalkan kalian semua saat sedang tertidur, atau mungkin mengumpankan kalian ke mulut beruang yang kelaparan. Iya 'kan, Jean?"

Gerakan Jean terhenti, ia yang semulanya sedang menarik kerah Reiner untuk membangunkannya langsung mengangguk. 

"Ah! Kapten Levi!"

Prajurit terkuat manusia, Levi Ackerman nampak ikut terbangun.

Alisnya mengernyit ketika mendapati sosok gadis dengan helaian surai [hair colour] itu sudah ada di depan gerobak.  Pupil matanya membesar disertai binar senang.

Namun seketika binar itu padam ketika dirinya tidak bisa melihat roti sobek Levi yang sudah [Name] idam-idamkan selama ini.

"Kau tidak apa-apa, kapten?! Sini kulihat jarimu!"

Dengan riang ia menghitung jari Levi satu demi satu. Levi bungkam, iris matanya menatap sang gadis dalam diam.

Di waktu segenting ini, bagaimana mungkin dia bisa begitu ceria dan menghitung jari milik Levi dengan santai seperti ini? 

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepu—"

[Name] membeku. 

"Kapten...."

Jari Levi kurang satu.

Bagaimana ini? Jari yang selalu ingin ia genggam ini malah kurang satu.

Tapi haruskah [Name] bersyukur karena dirinya berhasil menyelamatkan satu jari yang ada?

Karena dimanga, Levi kehilangan dua jarinya sekaligus.

"[Name]! Apa yang kau lakukan disana! Bantu kami mengangkat barang!"

Teriakan Hange terdengar, sontak saja membuat [Name] langsung membalikan badan dan berlari menghampiri yang lainnya.

"Sialan! Kalian benar-benar akan menjadikanku pekerja serabutan, ya?!"

ISEKAI | AOT X ReadersWhere stories live. Discover now