05

4.9K 1.3K 223
                                    

Akhirnya apa yang [Name] nantikan terjadi.

Alasan mengapa ia ikut bersama pasukan pengintai menuju restoran adalah untuk menyaksikan secara langsung kekacauan saat Gabi di pukul oleh Nicolo serta usaha Falco dalam melindungi Gabi.

Yang mana membuat Falco tidak sengaja meminum wine yang mengandung cairan tulang belakang Zeke.

Dan yang lebih menarik dari itu adalah konferensi meja bundar E.M.A dan Gabi.

Oh, tunggu dulu. Tolong jangan lupakan tokoh utama kita.

Ngomong-ngomong sejak kapan [Name] duduk diantara Mikasa dan Armin?

Dengar ini para pembacaku. Alasan utama [Name] ikut menuju restoran adalah untuk melihat scene perkelahian antara Armin dan Eren.

[Name] suka keributan. Apalagi scene dimana Armin di tahan diatas meja oleh Mikasa.

Beuh, Emma langsung oleng.

Netra [Name] bergulir ke samping, melirik Gabi yang bergetar dan nampak sangat ketakutan.

Yah, kasian, kena mental.

"Aku bebas."

Suara Eren mengalun. [Name] bungkam, batinnya berkata bahwa Eren mengatakan sebaliknya.

"Apapun yang kulakukan, apapun yang kupilih. Semuanya aku lakukan atas kehendak bebasku."

Armin terdiam sesaat, berbeda dengan Mikasa yang nampak tidak percaya dengan perkataan yang keluar dari mulut Eren.

Perdebatan demi perdebatan terjadi. [Name] masih saja diam, memilih untuk mengamati situasi. Beberapa kali ia akan melirik Mikasa yang terus menyangkal perkataan Eren.

Ah, ini menyedihkan.

"Armin, kau masih sering mendatangi tempat Annie, bukan?"

[Name] mengulas senyum tipis.

"Apakah itu benar-benar didasari atas kemauanmu sendiri?"

Sebuah pertanyaan singkat yang begitu sulit dijawab.

Benarkah Armin mendatangi Annie atas kehendaknya sendiri? Atau justru ia dikendalikan oleh Bertolt?

Jika tidak, lantas mengapa Armin sampai hati membuang wanita yang dulu begitu ia cintai?

"Kalau ingatan memang berperan dalam membentuk kepribadian seseorang. Berarti, sebagian dari dirimu telah menjadi Bertolt."

Sepasang iris emerald menatap tajam Armin. Jutaan makna terselip disana. Dan diantara jutaan makna itu, masih adakah Eren yang dulu?

"Armin, otakmu telah dikuasai oleh Bertolt. Justru kau lah yang dikendalikan oleh musuh, bukan?"

Armin membisu, tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Ia ingin menyanggah, namun perkataan Eren terlalu masuk akal untuk dinalar oleh otaknya.

"Eren! Kau-"

"Mikasa, kau juga!"

Sang pemilik nama terdiam. Sebuah kalimat bernada tinggi yang dilontarkan oleh Eren membuat Mikasa tidak mampu melanjutkan perkataannya.

"Aku juga belajar mengenai Klan Ackerman yang merupakan pelindung Raja Eldia."

[Name] menopang dagu, bersiap menahan diri untuk tidak mengatakan sesuatu. Ia tidak boleh sedikitpun merubah arah takdir.

Tidak boleh.

"Waktu itu kamu yang tengah berada dalam kondisi tekanan ekstrim mendengarkan perintahku. Aku bilang 'bertarunglah'."

Kilasan memori membanjiri kepala Mikasa. Ingatan ketika ia diculik dan diselamatkan oleh Eren terekam jelas di kepala. Bak sebuah roll film singkat.

"Di momen singkat itu, insting dalam dirimu terbangkitkan, bukan? Lalu, kamu mengira diriku yang kebetulan berada disana sebagai majikanmu."

Majikan katanya? Haha, [Name] benar-benar ingin membeberkan segalanya. Dari awal hingga akhir.

Tapi, tahan.

"Jelas-jelas kau sudah tau betapa tulusnya Mikasa."

[Name] bergumam pelan, sangat pelan hingga menyerupai sebuah bisikan. Kedua tangan [Name] mengepal erat.

Kini, ingatan saat Eren memberikan sebuah syal merah untuk Mikasa datang. Sebuah ingatan yang menghangatkan.

Sekaligus menyakitkan.

"Apa kau tau sesuatu yang paling ku benci di dunia ini?"

Tatapan Eren makin menajam. Tiap lontaran kata yang keluar dari bibir Eren memiliki dampak yang begitu luar biasa.

Bahkan Mikasa yang merupakan salah satu anggota pasukan pengintai yang terkenal kuat saja bisa merasakan sakit. Dan perkataan Eren sudah cukup membuktikannya.

"Manusia yang terkekang, manusia yang jadi binatang ternak. Hanya melihat mereka saja, sudah membuatku sangat kesal."

Iris emerald yang menampakan rasa kesal disertai amarah.

Benarkah hal itu yang terpancar dimata Eren?

"Mikasa."

Mata Mikasa bergetar. Gadis itu terlihat begitu shock dengan lontaran kata yang diucapkan oleh Eren. Ia tidak mampu menyangkal.

"Aku sangat membencimu!"

Bagai sebuah pisau, kalimat terakhir sukses menghancurkan hati Mikasa. Rasa sakit yang terbalut dalam buliran air mata sudah cukup membuktikan betapa menyakitkannya itu.

Dunia yang begitu kejam.

Iris [eyes colour] bertemu dengan emerald. Sebaris kalimat yang di keluarkan [Name] diatas hanya dapat di dengar oleh Eren.

Seperti yang sudah di duga sebelumnya. Perkelahian terjadi.

Tangan Armin mengayun, memukul telak pipi Eren.

Ada banyak sekali pertanyaan di kepala [Name]. Tentang mengapa Eren tidak menghindari pukulan dari Armin. Padahal ia bisa melakukannya.

Mungkinkah Eren menginginkan hukuman atas perkataannya yang membuat Mikasa terluka?

Eren, apakah kau benar-benar membenci Mikasa?





































"Jika kau membenci Mikasa, kenapa kau berusaha menyelamatkannya, Eren?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jika kau membenci Mikasa, kenapa kau berusaha menyelamatkannya, Eren?"

ISEKAI | AOT X ReadersWhere stories live. Discover now