08

4.5K 1.1K 159
                                    

Bunyi gerobak kuda mengisi keheningan. Semilir angin menerpa, menerbangkan anak rambut [hair colour] yang tergerai indah. Sinar senja yang mengguyuri tubuh rampingnya memberikan efek visualisasi tambahan yang menakjubkan.

Levi terdiam, rupa sang gadis dari samping tidak terlalu buruk untuk di pandang.

"Kapten, sudah aku bilang untuk tidak satu kereta kuda dengan Zeke, 'kan?"

Levi terdiam. [Name] menganggap bahwa diamnya Levi adalah sebuah jawaban mengiyakan.

Jemari lentik [Name] menunjuk sosok pria yang terbaring tak sadarkan diri di gerobak. Matanya melotot tajam, seakan menantang sang kapten.

"Tapi, kenapa dia ada disini, hah?!"

[Name] benar-benar frustasi. Setidaknya dia ingin meminimalisir luka yang akan diderita oleh sang kapten nantinya.

Peraturan menyebalkan yang diberikan untuk [Name] membuat dia sulit melakukan banyak hal.

[Name] kembali mengumpat. Andai saja dia di lempar ke dimensi AOT oleh penulis yang memiliki kebaikan seperti dewi. Dengan begitu, [Name] bisa mengubah takdir banyak orang disini. Dan mungkin dia malah di pindahkan di dimensi AOT season 3.

Atau bahkan [Name] diberikan kesempatan untuk dicintai oleh Kapten Levi Ackerman. Seperti fanfic-fanfic yang sering ia temui di lapak orange.

Tapi, sayangnya penulis yang melempar [Name] bukanlah malaikat.

"Emma, sadarkah kau kalau kau adalah raja-nya setan, bangsat?!"

Sudah ke-53 kalinya saya mendengar kalimat itu, [Name].

Dahi Levi mengernyit, bingung sendiri dengan [Name] yang tiba-tiba bertingkah aneh. Sekarang dia bahkan tengah mengacak-acak rambutnya kesal.

Dan juga siapa itu Emma? Seingat Levi tidak ada orang yang bernama Emma di pulau paradise.

Beda cerita kalau di Marley... mungkin?

Suara erangan pelan mengalihkan atensi keduanya. Sosok Zeke dengan badan penuh lubang membuat mata [Name] kembali menajam.

Tyrophobia menjerit melihat ini.

"Oi, matte. Jangan bergerak."

Gerakan Zeke terhenti. Ia masih belum faham situasi yang ada lantaran rasa sakit yang mendera.

"Kawat yang terhubung dengan pemicu tombak petir terikat di lehermu."

Mata Zeke melotot lebar. Satu batang tombak petir tertancap di perutnya, sekali saja dia bergerak, mati sudah.

"Kalau asal bergerak, perutmu meledak. Dan setidaknya kau akan terbelah menjadi dua."

[Name] mengernyitkan alis ketika Zeke memuntahkan seluruh isi perutnya. Dalam diam, dia menahan rasa mual yang menjalari perut. [Name] bersidekap, iris matanya menatap matahari senja.

"Disaat seperti ini, matipun tidak bisa. Rasanya pasti sangat menderita, ya."

Tentu saja. Setiap penderitaan yang berkepanjangan sama saja seperti mimpi buruk yang menghancurkan raga secara perlahan.

Jauh lebih mengerikan dari kematian yang disebut-sebut sebagai hal paling menakutkan.

"Tapi, aku tak akan bersimpati padamu."

Tebasan pedang Levi makin menambah penderitaan Zeke. [Name] masih saja diam, telinganya terus menerus mendengar teriakan kesakitan Zeke. Pasti rasanya begitu menyakitkan.

Dicincang hidup-hidup, regenerasi berkat ability titan, kemudian di cincang lagi.

Levi memang berbakat menyiksa orang. Jika di dunia modern, dia pasti sudah jadi om-om mafia seperti di cerita romance dengan rate adult.

Dalam rasa sakit yang mengerikan itu, ingatan demi ingatan memasuki kepala Zeke. Ingatan tentang sang pemilik beast titan sebelumnya, Tom Xaver.

[Name] tahu itu. Dia tahu segala tekanan yang dirasakan oleh Zeke. Kedua orang tuanya terlalu berekspentasi tinggi akan Zeke. Membuat dia terpaksa melakukan hal yang tidak ingin dia lakukan.

Sebenarnya siapa yang salah disini?

Semuanya seperti benang kusut. Begitu rumit untuk dinalar oleh akal sehat [Name].

Siklus kebencian dan keserakahan yang membuat segalanya berubah menjadi seperti ini.

Awalnya Zeke adalah anak baik. Dia tidak pernah ingin menjadi pejuang Marley, tapi orang tuanya memaksa Zeke untuk melakukan itu.

Hingga Zeke bertemu dengan Tom Xaver, menemukan sebuah keinginan sekaligus sosok ayah yang tidak ada dalam diri Grisha.

Semuanya makin rumit, hingga pada akhirnya Zeke membongkar seluruh rencana ayahnya dengan mulutnya sendiri.

Menuding mereka berdua untuk menyelamatkan diri serta kakek neneknya dari hukuman Marley.

Tapi, [Name] tidak bisa membenarkan seluruh perilaku Zeke.

"Aku tidak merenggut nyawa mereka, aku menyelamatkan mereka."

Suara Zeke mengalun. Iris matanya menatap sosok Levi yang berdiri didepan sana.

"Menyelamatkan anak yang nantinya mereka lahirkan di dunia yang kejam ini."

Tanpa sadar tangan [Name] mengepal kuat. Iris matanya menatap rintik hujan yang membasahi tanah. Ribuan kali berfikir, [Name] menyimpulkan bahwa Zeke berniat meniadakan anak-anak yang seharusnya ada.

Membunuh untuk menyelamatkan generasi masa depan.

"Xaver-san! Lihatlah aku!"

Bagai slow motion, hujan yang turun menjadi ritme menegangkan. Iris mata Levi melebar ketika Zeke bergerak secara tiba-tiba, berupaya melepaskan pemicu dari tombak petir.

Brak!

Dengan satu gerakan [Name] menahan kepala Zeke. Tali di tombak petir tidak jadi terputus berkat refleksnya yang cepat itu.

Iris mata Zeke melebar ketika bersitatap dengan iris [eye colour] yang menajam.



























"Euthanasia tidak akan berhasil, brengsek

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Euthanasia tidak akan berhasil, brengsek."
































BOOM!

Hange terhenti. Suara ledakan familiar membuatnya terdiam.

"Bukankah ini... suara ledakan tombak petir?"

ISEKAI | AOT X ReadersWhere stories live. Discover now