Tanpa gadis itu sadari sepasang mata telah mengintainya sejak dua menit yang lalu. Anara yang berada di sebelahnya meneguk ludahnya kasar menyadari Bu Mia yang memnjelaskan dengan mata yang menatap tajam ke arah Gista. Tanpa berpikir dua kali, Anara menggerakkan kakinya di bawah meja menendang pelan kaki Gista untuk menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
Meskipun hanya sebuah tendangan kecil, tapi mampu membuat Gista tersentak dan tanpa sengaja menjatuhkan pulpennya.
"Oh, jadi sedari tadi saya berbicara sampai berbusa kamu tidak mendengarkan saya, Gista?" sentak Bu Mia.
"Kamu melamun?"
Kini semua atensi teralih pada gadis berkuncir kuda dengan tatapan datarnya itu.
"Enggak, Bu. Saya mendengarkan Ibu kok," sangkal Gista dengan wajah tanpa berdosanya.
Bu Mia mengangkat sebelah alisnya. "Oh ya?"
Guru dengan bibir bergincu merah menyala itu kemudian menyunggingkan senyumnya. "Kalau kamu memang mendengarkan saya coba kamu sebutkan fungsi APBN yang telah saya jelaskan tadi."
Tersenyum tipis. Gista membenarkan posisi duduknya lantas menjawab, "Fungsi dari APBN berdasarkan Pasal 3 Ayat 4 UU No 17 tahun 2003 di antaranya adalah fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi."
Bu Mia mengerjapkan bulu matanya yang dipakaikan maskara beberapa kali. Sepertinya beliau lupa jika Gista itu selain beringas juga cerdas.
"Bagaimana, Bu? Apakah jawaban saya ada yang salah?" tanya Gista basa-basi.
Pertanyaannya hanyalah sebuah retorika. Ia sebenarnya sudah tahu jika jawabannya benar. Semalam ia sudah mempelajarinya dan menghafalkannya.
Bu Mia berdehem. "Iya, jawaban kamu benar."
Suara riuh tepuk tangan menggema di ruang kelas itu. Mereka semua memberikan tepuk tangan itu untuk Gista dengan wajah bangga.
"Tapi, kamu menjelaskan apa itu fungsi otorisasi, fungsi perencaanaan dan lain sebagainya," ujar Bu Mia.
Gista mengulum senyum. "Bukannya Ibu tadi menyuruh saya untuk menyebutkan saja ya bukan sekalian menjelaskan?"
Bu Mia diam sesaat. Semua anak-anak menahan tawanya melihat wajah masam Bu Mia.
Merasa dipermalukan Bu Mia segera menegakkan tubuhnya, sedikit mengangkat dagunya.
"Kalau begitu sekarang kamu jelaskan satu per satu mengenai fungsi-fungsi APBN yang sudah sudah kamu sebutkan tadi," kata Bu Mia tersenyum penuh kemenangan. Dia yakin kalau Gista tidak akan bisa menjelaskan semuanya satu per satu.
Tepat satu detik usai Bu Mia memerintah. Bunyi bel istirahat pertama berbunyi.
Senyum di wajah Bu Mia hilang. Sementara, seulas senyum tipis di wajah Gista timbul. Bel penyelamat? Oh, tidak! Bahkan, tanpa bel tersebut Gista tetap bisa menjawab pertanyaan Bu Mia. Dia bisa menjelaskan semua fungsi itu satu per satu karena semalam ia memang sudah menghafalnya. Tetapi, dengan begitu ia bisa menghemat amunisi dan mulutnya tidak jadi berbusa untuk menjelaskan apa yang telah dijelaskan oleh Bu Mia tadi.
***
"Ih Janu itu tempat duduk gue!" seru Anara yang baru saja memasuki kantin melihat tempat duduk favoritnya di duduki oleh Janu. Beberapa pasang mata kini memerhatikan gadis berkepang satu itu yang malah abai dengan sekitarnya yang ramai.
"Apaan sih lo teriak-teriak. Ini tuh tempat duduk punyanya kantin sekolah bukan punya elu. Jangan ngaku-ngaku deh!" balas cowok berambut klimis itu tidak mau pindah meski jas almamaternya telah ditarik-tarik oleh Anara.
"Enggak mau! Gue maunya duduk di sini!"
"Yaudah. Duduk aja sini," ucap Janu santai sambil menepuk-nepuk pahanya.
Anara melotot. "Heh! Mesum banget sih lo!"
"Jangan ngomong kayak gitu. Nanti kedengeran orang dikira Janu mesum beneran, Ra." Ganes yang sudah duduk di sebelah Manggala mencoba melerai perdebatan keduanya.
"Biarin," ucap Anara kukuh pada pendirian untuk mengusir Janu dari tempat duduknya.
"Gue nggak mau tau pokoknya lo harus pindah. Ini tuh tempat gue sama Gista!"
"Bodo amat."
"Januu!"
"Duduk aja ribet," sarkas Magenta yang duduk di sebelah Janu yang membuat Anara langsung terdiam.
Kaivan yang belum duduk menarik Anara agar duduk di sebelah Janu. Lalu, ia duduk di sebelah cewek itu.
"Udah duduk anteng sini! Berdengung telinga gue denger suara lo."
Gista yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala Anara memang kekanakan. Tempat duduk saja dibuat rebutan. Gista yang tidak mempermasalahkan tempat duduknya yang kini mlaah diduduki oleh Anara memilih duduk di sebelah Ganes. Baru saja ia mendaratkan pantatnya sosok bertubuh jakung yang baru saja datang langsung duduk di sebelahnya.
Gista melotot. "Lo ngapain duduk di sini?"
"Mau makan lah. Kan, ini kantin. Mau ngapain lagi emang?" Manggala membalas cuek seraya membuka botol aqua dingin yang dipegangnya.
Gista mendesis pelan lalu menggeser tubuhnya ke arah Ganes sehingga lengan gadis itu berdempetan dengan sepupunya.
Ganes yang paham jika Gista risih duduk di sebelah cowok selain dirinya dan Kaivan memilih melanjutkan obrolannya dengan Magenta mengenai game. Meskipun di sini obrolan mereka lebih menjurus ke sesi tanya jawab. Ganes yang bertanya dan Magenta yang menjawab. Dan jawaban cowok itu hanyalah sebatas "iya, nggak, bukan, dan betul." Benar-benar singkat padat dan jelas.
Hanya beberapa detik duduk di tengah-tengah cowok berpengarih Balapati Gista sudah menjadi bahan pembicaraan murid lain. Terutama fans berat Ganes dan Manggala.
"Liat deh Kak Gista beruntung banget bisa duduk diapit sama duo cogan Balapati," celetuk salah seorang juniornya.
"Ih gue jadi pengin deh ada di posisinya Gista," ujar yang lain.
"Gis! Tukeran tempat bentaran dong. Gue juga mau diapit cogan kek elu!" teriak temannya yang diabaikan oelh Gista.
Gadis itu tetap acuh tak acuh sambil terus menyuapkan bakso ke mulutnya. Sampai tiba-tiba tangan kekar Ganes terulur di depan wajahnya. Dan bersamaan dengan itu tubuhnya ditarik oleh seseorang hingga sendok di tangannya terlepas dan baksonya jatuh menggelinding di bawah meja.
Bukan bakso yang kini ia permasalahkan, tetapi tubuhnya yang kini berada di dalam dekapan seseorang dengan aroma leather yang menguar dari tubuh cowok itu. Perlahan Gista mendongak lantas mata elangnya bertemu dengan mata teduh Manggala. Keduanya saling mengunci satu sama lain membuat beberapa pasang mata yang melihatnya menahan napas mereka.
-----GISTARA-----
Batas antara halu dan nyata
Jangan lupa vote dan coment
Tinggalkan jejak agar kenangannya tetap teringat hingga kelak😘
YOU ARE READING
GISTARA (END)
Teen FictionKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 30
Start from the beginning
