Zita masih tidak mau melepaskan tangan sang kakak.

"10 menit aja. Kakak coba cek ke dalam. Kalau bahaya, kakak langsung keluar, oke?" jelas Mila sekali lagi dengan menatap lekat mata Zita.

Zita pun mengangguk. "10 menit! Nggak lebih!"

Pada akhirnya, Zita menurut. Ia mulai berjalan meninggalkan Mila dengan ragu. Ia menoleh ke belakang, mendapati Mila masih belum beranjak dari tempatnya berdiri sambil tersenyum dan menggoyangkan tangan seolah mengusir. Zita kembali melanjutkan langkah untuk menyeberangi jalanan yang lengang. Namun, tepat di tengah jalan ia berhenti. Ia menoleh kembali, tapi sosok Mila sudah pergi. Zita kembali berjalan. Baru beberapa langkah, ia langsung putar balik dan berlari ke arah gedung untuk menyusul Mila.

Zita memasuki bagian dalam gedung dengan hati-hati. Ia tidak mau membuat suara yang mengundang kegaduhan. Suasana gedung itu tampak seram. Beberapa lampu memang masih menyala, tapi cahaya redupnya seolah menunjukkan jika sinarnya siap mati kapan saja.

Zita terlonjak kaget saat mendengar suara benda jatuh dari lantai atas. Ia menelisik tempat itu dan menemukan tangga yang mengarah ke atas ada di sudut ruangan.

Dengan langkah cepat dan hati-hati ia segera naik ke atas sana. Suara gaduh beberapa kali terdengar diiringi suara teriakan seorang laki-laki. Zita mempercepat langkahnya. Ia takut sesuatu terjadi pada Mila.

Naik dan terus naik. Ia baru berhenti di lantai tiga yang ia yakini sebagai tempat suara tadi berasal. Ia menyusuri koridor, mengintip ke balik satu persatu ruang yang ada di lantai itu hingga matanya menangkap sosok Mila sedang berjongkok di balik partisi setinggi satu meter yang membatasi sebuah ruangan.

Zita mendekati Mila lalu berbisik. "Kak ...."

"Aakkh!" Mila memekik kaget. Buru-buru menutup mulutnya. Nafasnya naik turun, matanya terbelalak lebar mendapati Zita telah ada di sampingnya.

Dengan cepat ia menarik Zita ke arah tangga dan menyeretnya naik ke lantai yang lebih tinggi. Mereka berhenti di depan sebuah loker besi yang entah kenapa diletakkan di persimpangan tangga lantai 5 dan lantai 6. Mila segera membuka pintu loker dan menyuruh Zita untuk masuk ke dalam. Wajah Mila tampak ketakutan. Sesekali dia menoleh ke arah bawah tangga. Memastikan jika mereka tidak sedang diikuti. Atau mungkin belum diikuti.

"Cepet masuk," perintah Mila dengan suara berbisik. "Kamu sembunyi di sini. Kakak sembunyi di atas."

"Kakak sembunyi aja di sini," jawab Zita.

"Nggak muat, Ta! Cepetan. Keburu orangnya dateng," buru Mila.

Zita pun mau tidak mau menurut. Dan segera masuk ke dalam loker setinggi satu meter itu.

"Apapun yang terjadi, jangan keluar, oke? Jangan bersuara!" perintah Mila. Ia menarik tangan Zita untuk membekap mulutnya sendiri. "Jangan keluarin suara apapun!"

"Kakak gimana?" tanya Zita hampir menangis.

Mila menempelkan jari telunjuk ke bibirnya. "Ssstt! Apapun yang terjadi, bahkan kalau sesuatu terjadi sama kakak, kamu jangan keluar! Apapun hal buruk yang terjadi, kamu nggak pernah lihat, dengan itu kamu pasti selamat! Seenggaknya, kamu bisa selamat."

Zita menggeleng tak setuju. Jika ia harus selamat, maka Mila juga harus selamat. Tapi isyarat penolakannnya tak berarti. Mila sudah keburu menutup pintu loker, meninggalkan dirinya di dalam ruang sempit dan gelap itu.

Melalui lubang angin yang terdapat di pintu loker, Zita dapat melihat Mila menaiki tangga ke lantai atas. Tak berapa lama, suara denting besi diketuk-ketukkan terdengar mendekat dari arah tangga bawah. Zita lantas membekap mulutnya rapat sesuai perintah.

My True Me (END)Where stories live. Discover now