"Gak enak denger lagu," ujar Arlon fokus ke jalan nya.

"Trusss?"

"Cerita ada apa hari ini versi Zea?" Ujar Arlon lembut sambil menatap Zea.

Zea menarik napasnya dalam dalam, "Nggak ada apapun yang istimewa hari ini."

Arlon mengerutkan keningnya, "Mengapa?"

"Bad Day, aku pikir setelah sekolah semuanya berubah, kaya tugas makin sedikit, atau pelajaran lebih ringan jika punya teman diskusi karna disekolahkan ada teman, tapi keknya Zea salah, gak seperti ekspetasi."

"Jadi nggak mau sekolah lagi?"

Zea menggeleng kepalanya, "Udah dapat teman satu, sama temen cowo nggak ada akhlak."

"Jauhin yang cowo, banyakin teman cewe," ujar Arlon.

"Mana ada cewe mau temenan sama aku, semuanya sombong, aku suka yang sederhana. Kalau cowo Aku anggap dia teman, tapi nggak tau dia anggap aku apa, keknya mentor ngeselin deh karena suka kasih tugas," ujar Zea.

"Ngeselin?, Perasaan Zea ngga ngeselin malah ramah banget," ujar Arlon.

"Tapi Zea sama dia galakan Zea deh, tapi dia juga galak."

"Udah, gausah dipikir. Sekarang mau makan apa, atau mau beli apa?"

"Seblak!" Pekik Zea cepat, ia merasa akan menyesal tidak mengatakan itu. Ia sangat penasaran dengan makanan yang Ica makan.

Arlon mengerutkan keningnya, bukan tidak tau apa yang Zea inginkan, tapi darimana Zea tau makanan itu noteban dia yang selalu dirumah dengan makanan yang jauh dari makanan pinggir jalan.

"Aku tau dari teman, katanya sih enak," jawab Zea.

"Okeh kalau gitu, kita ke tempat seblak paling enak yang pernah Abang makan," ujar Arlon membelokan mobil yang mereka tumpangi.

Tidak lama perjalanan mereka menuju tempat penjual seblak yang dimaksud Arlon, mereka akhirnya sampai. Zea menatap tempat itu, "Bener bang di sini?"

Sembari mematikan mesin mobil Arlon mengangguk, "Ia disini, cepat turun."

Zea turun bersamaan Dengan Arlon, Arlon meraih tangan Zea untuk digenggam dengan erat. Sambil menghadap ke bude yang sedang sibuk menyiapkan pesanan seblak yang lumayan banyak, terlihat dari pengunjung yang cukup ramai.

"Bu pesan seblak istimewa 1 buat adik saya," ujar Arlon sopan. Bu de itu mendongakkan kepalanya menatap Arlon.

"Nak Arlon bukan?" Tanyanya sambil menunjuk Arlon.

"Ia Bu, ini Arlon." Arlon menundukan kepalanya hormat.

Ibu itu tampak terkejut namun tidak bisa dielakkan senyum kebahagiaan bercampur terharu menyambut Arlon, yang dipanggil ibu tersebut mengusap pundak Arlon.

"Udah besar kamu nak, lebih tinggi dari bude ih." Wanita paruh baya itu mengelus bahu Arlon.

Zea menyeringit, "Abang kenal bude?"

"Iy--"

"Ini adeknya?, Ih lucunya SMP kelas berapa?" Bude itu menatap Zea.

Zea menatap malas bude itu, "Udah SMA loh, masa dibilang lucu?" Kesalnya.

Bude itu tertawa lebar, "Kamu seperti Cici di panti dulu temannya Arlon lucu."

"Cici?, Panti asuhan?, Teman Arlon?" Tanya nya binggung.

"Iyah kan dulu Arlon tinggal di panti asuhan sebelum diasuh oran--" Ucapan itu terpotong saat Arlon menarik tangan Zea pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.

Sedangkan Zea terdiam mulutnya terasa keluh untuk bertanya, Arlon dulu tinggal di panti asuhan. Apa ada hal yang ia tidak tau?

Arlon menutup pintu Zea keras lalu naik di kursi kemudi dan melajukan mobilnya kencang, ini semua terlalu awal untuk Zea tau, belum saatnya batin serta fisiknya menyiksa diri sendiri.

"Pa-panti asuhan?" Tanyanya dengan keberanian seadanya.

"Bibi itu salah mengenali orang," jawab Arlon santai.

"Tapi dia jelas memanggil Abang Arlon!, Dan mengapa Abang lari?"

"Diamlah, hari sudah gelap kamu akan terlambat les jika kita terus disana."

▫️▫️▫️

Bunyi derap kaki memasuki Mansion besar dengan teratur, hari sudah gelap namun anak dengan pakaian seragam SMA ini baru pulang ke rumah.

Laki laki itu membuang kunci motornya sembarangan tempat, dan hendak menaiki tangga, baru dua anak tangga ia melangkah dan berhenti karena mendengar suara.

"Dari mana?" Ucap seorang pria tua sembari duduk di sofa tamu.

"Sekolah," jawab laki laki itu.

"Apa kamu mengikuti ekstrakurikuler?, Atau menjadi bagian OSIS? Sampai pulang sudah gelap begini?"

"Ti--"

"Oh yah, bagaimana dengan pembelajaran dengan mentor baru itu?, Apa sudah baik? Ayah sama sekali belum mendapatkan pemberitahuan mengenai kemajuan mu?"

"Alvarez cape butuh istirahat."

"Cepe kamu bilang?, Cape menjadi anak jalanan dengan bermodalkan motor sport pemberian orangtua kalian ugal ugalan di jalanan begitu?" Ayahnya melepas koran yang tengah ia baca di atas lantai.

"Shit!" Alvarez mengumpat kecil sembari melepas tasnya kasar. "Alvarez baru pulang yah!, Gak ada mood buat bertengkar!"

"Kalau begitu Beritahu siapa mentor mu, sudah hampir seminggu tidak ada kemajuan, akan ayah tekankan padanya!" Ujar ayahnya.

"Mau ayah apakan dia?"

"Memberi dia pilihan, jika satu Minggu kedepan tidak ada kemajuan pada kamu maka dia dan keluarganya akan ayah buat hancur!"

"Ck!, Jika ingin menuntut anak pintar jangan menekan orang lain!, Membuat orang tersiksa untuk kepentingan diri sendiri namanya egois!" Ujar Alvarez kasar lalu melangkah menaiki tangga ke kamarnya.

"Ck!, Jika ingin menuntut anak pintar jangan menekan orang lain!, Membuat orang tersiksa untuk kepentingan diri sendiri namanya egois!" Ujar Alvarez kasar lalu melangkah menaiki tangga ke kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabar prend, belum waktunya kita seru seruan. Cerita ini bukan isi cerita anak SMA doang, tapi teka teki keluarga Tokoh utama, sama keluarga Alvarez. Kalau nunggu bapernya doang nanti ceritanya datar ke muka Arlon wkwk, bukan berarti kalian nggak bisa senyum senyum pas uwuw-nya yah.

Jangan lupa Vote sama Coment, dan share cerita ini ke teman teman kalian biar lapak ini jadi rame🦋

Makasih kalau yang udah lakuin dan nunggu cerita ini up🤝

Strict Parents [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang