CZ 24

234 26 0
                                    

[APSEN UMUR KALIAN, DISINI!!]
🌧️🌧️🌧️

24. Kapan aku bahagia?

Langkahnya terhenti di depan pintu saat melihat wajah kelas yang seharusnya kosong terisi dua orang murid berbeda jenis kelamin. Dia Alvarez dan anak baru itu.

Zea melanjutkan langkahnya, saat Alvarez melihat ke arahnya. Ia berjalan ke mejanya dan duduk di sana, dia menelangkupkan kepala dia atas meja untuk tidur.

"Pokoknya aku gak mau tau kamu harus makan, makanan ini!" Paksa wanita itu.

Brak!!

Alvarez menggebrak meja sekalian menghempaskan kotak makanan itu keras, "Lo gak dengar? PERGI!!" bentak Alvarez, membuat wanita itu ketakutan di tempat.

Zea spontan terbangun, ia menatap kebelakang. Ia tak berkata apa apa, ia hanya melihat Alvarez dan wanita itu, "Sini." Zea memanggil wanita itu.

Namun wanita yang di panggil Zea tak datang, dia malah membereskan kotak makanan itu dan di letakkan di atas meja Alvarez, "Gak akan pernah aku berhenti, sebelum dapatkan apa yang aku mau!" Tekan wanita itu sebelum pergi.

"Tunggu mati," ujar Alvarez. Ia duduk kembali ke kursinya dengan kasar membuat Zea terkejut lagi.

Ia hanya bisa mengelus dada sabar menghadapi cobaan ini.

"Ze--" Zea berbalik senang saat Alvarez memanggilnya.

Alvarez langsung memalingkan wajahnya, sembari mengkatup mulutnya, mukut ini memang tidak tau diri.

"Panggil aku?" Alvarez diam seperti tak mendengar ucapan Zea ia bangkit dan melenggang pergi.

▫️▫️▫️

"Ayah dan ibu akan pergi beberapa Minggu ke AS, ada urusan di sana," ujar David singkat.

Zea yang baru pulang sekolah terkejut dengan itu, apalagi barang barang mereka yang sudah dikemas rapi, "Sekarang kalian pergi, kenapa tidak memberi tahukan dari kemarin?"

"Ayah tidak punya waktu untuk menjawab mu. Kami pergi, kau tinggal bersama Arlon dirumah," ujar Ayahnya, dan melangkah pergi.

Zea mengejar kedua orang tuanya, mau sekejam apapun dia, dia tidak ingin ditinggalkan mereka walau hanya pergi ke luar negri. Ia akan lebih menderita dirumah sendirian. "Zea ikut!" teriak Zea, sembari memegang kaki ayahnya.

Dengan kasar David menghempaskan kakinya, "Ayah bilang tidak!"

Zea terhempas mundur, ia menangis histeris di teras rumah, sembari mengucapkan Zea mau ikut, jangan pergi, berulang kali

Namun sayang seribu sayang dia bukan orang istimewa untuk diperhatikan. Mungkin ia adalah orang paling terakhir pada urutan prioritas mereka.

Arlon pun datang, ia membawa Zea ke dalam rumah dengan lembut. Sesampainya di dalam dia meninggalkan Zea di kamar, membujuknya sebentar lalu keluar dan mengunci kamar dari luar.

Akan ia buka saat diperlukan.

Zea memeluk kedua kakinya, ia kembali terisak. "Apa aku tidak berhak mendapatkan kebahagiaan? Seberapa najis hal itu, Tuhan. Sampai sampai kebahagiaan datang saja dia mesti belok?"

***

Perutnya berbunyi, Zea yang dalam posisi tidur pun menyentak kain ke kiri, lalu turun dari atas tempat tidur. Ia melirik jam di dinding, sudah jam  9 malam.

Strict Parents [HIATUS]Where stories live. Discover now