CZ 20

230 39 10
                                    

"Semuanya bukan tentang nomor satu, tapi dipaksa untuk menjadi nomor satu. what should I do?" -Alana

***

20. Luka dan minuman.

Bunyi derap langkah kaki teratur mendekat. Zea cepat cepat masuk kembali ke kamarnya, yang tadinya ingin pergi ke dapur harus terpaksa kembali.

Namun sayang nya dia salah, ayahnya memang datang dan bertujuan untuk ke kamarnya. "Alana?" Ayahnya mengetuk ngetuk pintu kamar Zea.

Zea di dalam menarik lalu menghembuskan nafasnya berulang kali agar bisa tenang, barulah ia membuka pintu. "Iyah?"

"Mana nilai ulangan tadi? Kamu pergi dari subuh jadi pasti nilai kamu bagus," ujar ayahnya.

Zea masih berdiam di tempat, matanya tampak tak bisa diam memikirkan cara untuk menghindar dari pertanyaan ayahnya.

Brak!

Ayahnya menubruk pintu kamar itu keras dan mendorong tubuh Zea sampai terjatuh. Ayahnya berjalan menuju meja belajar Zea yang terdapat hasil ulangan hariannya.

Zea buru buru bangun ia mendekat ke ayahnya, "Zea yang paling tertinggi yah, cuman keliru dikit makanya salah. Nan--"

"kenapa kamu bisa keliru, ha?!" Bentak ayahnya. Ayahnya menatap Zea penuh kemarahan dan kebencian.

Zea diam dan menunduk, bukan waktunya untuk menjawab ucapan ayahnya.

Ayahnya melepas kertas itu, lalu membuka ikat pinggangnya, mengangkat ikat pinggang itu tinggi tinggi, "JAWAB!!"

Pletak!

Ikat pinggang itu diayunkan kencang menghantam belakang Zea. Zea meringis, menutup matanya merasakan pedih akibat cambukan ayahnya.

"Kenapa? Kenapa kamu selalu meleset dengan nilai yang ayah berikan, ha?!" Bentak ayahnya.

"Alana udah yang paling tertinggi yah, setidaknya Alana bisa jadi nomor satu walau nilai nggak samp--"

Pletak!

Zea tersungkur, kali ini pukulannya lebih keras.

"Semuanya bukan tentang nomor satu Alana! Kau pikir nilai mu tak berguna? Apa mengisi soal itu saja untuk mendapatkan 95 tak bisa?"

Zea memutar matanya, bukan ayahnya sendiri yang mengajarinya untuk terus menjadi nomor satu?

"DASAR TIDAK BERGUNA!" Bentak ayahnya.

Zea hanya tersenyum gentir mendengar kata kata menyedihkan itu.

"Seandainya kau tau kenapa ayah melakukan hal ini mungkin kau akan lebih baik. Tapi percuma, kau sangat keras kepala untuk--"

Zea bangkit, mendengar kata kata itu membuatnya berlinang air mata. "Kalau begitu kasih tau! Apa alasannya. Apa, apasih kurang Zea, Zea udah berusaha jadi yang ayah mau, kurang apa Zea?" Ia menunjuk dirinya lirih, rasanya perih. Saat dirinya berjuang untuk jadi apa yang ayahnya mau, tapi ia terus dibilang keras kepala. Seakan akan usahanya percuma.

"Kau anak sial, Dimata semua orang termasuk ayah!" Ucap ayahnya kasar, "Kau ajak siap setidaknya bisa menjadi anak yang berguna!"

"Mau ayah jadiin Zea gimana? Seguna apa, huh?" Air matanya sudah luruh, ia tak kuat menahan perih yang ia rasakan tiap hari.

Davidson--ayah Zea berlutut di depan anaknya, "Gantikan posisi kakak mu sebagai penerus tunggal keluarga ini!" Tekan ayahnya

Zea menyeringit, "Pewaris pertama Arlon yah, mau dibuang kemana Abang Zea?" Pikirannya langsung buruk.

Strict Parents [HIATUS]Onde histórias criam vida. Descubra agora