CZ 11

312 47 23
                                    

Zea melangkah masuk rumahnya dengan kondisi basah kuyup, hujan masih turun dengan deras diluar. Ia memeluk dirinya karena kedinginan, ia sampai mengigill, Payung Ica ternyata tak berfungsi dengan baik, baru setengah jalan payung itu patah.

"Zeaa, kamu baru pulang?!" Tanya hebo mama Selina.

Zea mendongak menatap semua orang yang berada di ruang keluarga, ada ayahnya, bundanya, Arlon, Ibu Selina dan suaminya.

Zea mengangukan kepalanya, "I-iya Tante."

"Loh kok baru pulang, udah malam loh ini, Selina ajah tadi sore udah pulang. Kamu kok gak ikut dia?, Abis dari mana?" Cercos ibu Selina.

Zea diam mengatur emosinya yang ingin meledak saat mendengar ucapan mamah Selina, percuma dia menjawab karena mereka akan tetap percaya dengan ucapan Selina bukan dirinya.

"ALANA!" Bentak ayahnya memperingati untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu Selina.

"Ap-apa salah nya jika sa-saya mengeringkan tubuh in-ini dulu, baru ka-kalian melontarkan pertanyaan?" Ujar Zea terbata bata karena dingin.

"Sana bersihkan diri mu du--," ucapan Arlon terpotong saat ayahnya membanting benda kaca di depan Zea.

"Kenapa kamu sangat susah diatur Alana!!" Bentak ayahnya di depan Zea.

"Alana dari mana saja, hm?. Kenapa tidak pulang bersama Selina?" Tanya bundanya sambil memegang bahu Zea.

"Jangan melewatkan pelajaran!, Jangan pulang larut malam!. Kenapa kamu memilih untuk bersenang-senang dan menolak tumpangan opa?!!" Bentaknya keras ayahnya.

Zea menutup matanya rapat rapat, tapi tidak menunduk ia ingin membuktikan kalau dia benar, walau bukan dari perkataan.

"Pantas opa membenci mu!!, Karena sikap mu yang kurang ajar seperti ini!" Sarkas Ayahnya.

Arlon menarik tangan Zea pergi dari hadapan Ayahnya. Zea basah kuyup dia kedinginan Sekarang, kenapa bukan perhatian yang diberikan tapi bentakan serta kata kasar yang menyakitkan. Ibunda mereka menarik suaminya untuk duduk lalu memberikan obat yang selalu dia siapkan di laci nakas.

"Anak mu sangat berbeda dengan Selina, Selina tau sopan santun bahkan dia lebih pintar mengatur waktu untuk membedakan jam bersenang senang dan mana untuk pelajaran. Huftt.. seharusnya kamu mendidiknya lebih baik," ujar Ayah Selina.

Ayah Zea bersandar di sandaran sofa lalu meluruskan kakinya, berusaha menetralkan emosinya yang sedang bergejolak dalam dada di tambah ucapan adiknya itu yang membuat jiwa menang sendiri berkoar koar, liat saja dia akan membuat Zea lebih baik dari Selina!

▫️▫️▫️

Bibi yang biasa mengurus segala keperluan Zea kini sedang cemas tak henti karena suhu tubuh Zea yang tinggi sebab tadi kehujanan.

Ia memeras handuk kecil untuk kompres itu, lalu menempelkan pada pelipis Zea, "Non, ini badannya panas banget. Kita kasih tau tuan yah biar ke rumah sakit," ujar bibi itu.

"Jangan bi, dikit lagi udah turun, tugas Zea banyak belum dikerjain," ujar Zea lemah, bibirnya sangat pucat.

"Tapi Non--"

"Jam berapa sekarang?" Tanya Zea.

Bibi menoleh pada jam dinding, "Jam 9 non."

Zea bangkit perlahan tiba tiba, bibi itu spontan membantu Zea, "Mau kemana?, Istirahat dulu badannya masih panas ini!"

"Tugas Zea num--"

Strict Parents [HIATUS]Where stories live. Discover now