21. •Sweet Night•

75.4K 7.8K 270
                                    

"Apa lo cinta sama gue?" tanya Aleo tiba-tiba membuat Jasmine menatapnya sedikit terkejut.

"Ke-kenapa kamu tanya itu?"

"Nggak pa-pa, cuman tanya doang."

"Kalau kamu jodoh aku dari Allah, kenapa aku nggak bisa cinta sama kamu Aleo? Saat kita lahir di dunia ini, takdir kita udah dibuat. Mau aku pergi ke ujung dunia pun, kalau kamu jodoh aku, Allah akan satuin kita dengan berbagai cara. Salah satunya lewat kejadian yang nggak kita sangka-sangka."

"Tapi gue belum suka sama lo." Jasmine tertawa.

"Aleo, aku lihat ya, kamu cemburu kan aku deket sama kak Vero?"

"Nggak. Siapa bilang?" bantahnya membuat Jasmine menyipitkan mata.

"Oh, yaudah, artinya besok kalau aku ketemu kak Vero, boleh dong?"

"Terserah." Sebalnya ketika mendengar Jasmine memanggil Vero dengan embel-embel 'Kak'.

Tangan Aleo beralih mengelus perut Jasmine yang memang masih rata. Apakah benar kata dokter itu yang mengatakan Jasmine hamil anak kembar?

Sedangkan Jasmine, perempuan itu menahan nafasnya karena belum terbiasa dengan sentuhan-sentuhan kecil yang Aleo berikan untuknya.

Dalam hidupnya, ia bahkan tidak pernah berpacaran sama sekali dan takdir membuatnya langsung menikah seperti ini.

"Kalau anak yang lo kandung kembar, apa lo bakalan pertahanin? Lo tau kan itu beresiko."

"Ka-kalau aku udah di tatakdirin untuk mati setelah anak ini lahir, yaudah itu udah bagian dari hidup aku A-Aleo." Gugup Jasmine yang merasa geli saat tangan Aleo terus mengusap-usap perutnya.

Seharusnya ia senang, tapi kenapa canggung dan gugup sekali?

Sedangkan laki-laki itu tidak melihat kegugupannya sama sekali. Malah sekarang Aleo menghadap dirinya dan menatap matanya. Pandangan mereka bertemu, jelas Jasmine gugup. Selain tampan, Aleo itu mempunyai aura maskulin yang suka membuatnya merinding.

Alis yang tergores sedikit itu menambah nilai plus untuk ketampanannya. Jasmine tidak tahu kalau Aleo adalah kakak kelasnya, mereka jarang bertemu, walau pernah sekali dua kali.

"Jangan polos-polos didepan orang lain." ujarnya membuat Jasmine mengerutkan keningnya.

"Kenapa?"

"Lo bisa di mesumin kalau polos."

"Nggak, aku nggak sebodoh itu kali." Jasmine tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya pada jari tangan yang ia mainkan.

"Jas.." Panggil Aleo membuat Jasmine menoleh dan menatapnya lagi.

"Iya?"

"Apa lo pernah punya cinta pertama?" Tanya Aleo membuat kening Jasmine berkerut.

"Kenapa tanya itu? Kamu nggak pernah ngerasain cinta pertama?"

"Nggak usah nanyak balik bisa nggak? Gue yang nanyak, lo tinggal jawab aja." Jasmine diam, ia mengingat-ingat kembali, apakah seorang Jasmine mempunyai cinta pertama?

"Iya aku punya."

"Siapa?" Tanya lelaki itu semakin penasaran.

"Cinta pertama seorang anak perempuan itu adalah ayahnya, Aleo. Baru setelah itu suaminya. Jadi ngerti kan maksud aku?"

Aleo hanya diam. Apa artinya perempuan itu mencintai dirinya? Tapi balik ke pernyataannya di awal, Aleo belum bisa membuka hatinya untuk Jasmine.

Dia terlalu takut, apalagi saat Jasmine pergi darinya karena tidak kuat menghadapi sikapnya yang kasar dan dingin. Banyak bermunculan pikiran negatif, dia tidak tahu makna cinta, Aleo sering mengartikan cinta itu hanya sebuah kebodohan belaka.

Membuang-buang waktu, pikirnya.

Jasmine yang tidak mendengar satu perkataan keluar dari mulut laki-laki itu pun lantas bertanya satu hal. Pertanyaan yang terus menganggu isi pikirannya.

"Semisalnya anak ini lahir, apa kamu akan ceraiin aku Aleo?" Tanya Jasmine tiba-tiba.

"Nggak, gue berubah pikiran. Yang bakal merawat mereka siapa kalau bukan kita?"

"Cari ibu sambung." Jawabnya polos.

"Tapi gue nyamannya sama lo."

"Bukannya kamu mau balas dendam ya sama aku?"

"Nggak jadi, gue pikir, Lio udah dapet apa yang dia mau, dan gue udah dapetin lo. Jadi gue nggak akan biarin lo pergi gitu aja." Jelas Aleo mengusap rambut panjang kecoklatan milik perempuan dihadapannya ini.

Jujur, dia nyaman bersama Jasmine. Perempuan itu begitu tulus dengannya. Dia memberikan kasih sayang yang tidak bisa ia dapatkan sedari dulu.

Kasih sayang yang ingin sekali Aleo rasakan.

"Ayah aku marah Aleo, dan beberapa Minggu ini aku enggak ketemu dia,"

"Gue akan anterin lo kesana." katanya membuat Jasmine tersenyum sumringah. Ia menghadap Aleo dan menatapnya bahagia.

"Beneran?" Aleo mengangguk.

"Tapi kamu nggak takut? Ayah aku galak Aleo." Ucapnya membuat Aleo memutar bola matanya.

"Ngapain takut, gue udah mau bertanggung jawab. Seharusnya gue nggak salah." Jasmine diam. Aleo tidak salah telah bertanggungjawab, namun yang salah, adalah dia yang memulai semua ini. Namun, Jasmine juga tidak bisa menyalahkan lelaki itu, semuanya terjadi atas kehendak Tuhan. Aleo memang ini membalas dendam dengan dirinya, tetapi Jasmine sadar, Aleo juga tidak ingin ini semua terjadi padanya.

Bagi Aleo, sebejat-bejatnya dirinya, ia tidak pernah bermain perempuan, Aleo memang kasar, itu karena dia di didik langsung oleh dunia. Perempuan? Itu bukan hal yang terlalu menarik untuknya, karena menurut Aleo, mereka akan pergi, sama seperti ibunya.

Tangan Aleo mengelus punggung Jasmine dan memeluknya. Aleo tahu Jasmine lelah, dia membiarkan perempuan itu tertidur di dekapannya.

Tangan kanan Aleo mengelus punggung Jasmine lembut membuat perempuan itu mau tidak juga mendekat, mencari kehangatan disana.

Malam itu begitu damai bagi mereka, untuk pertama kalinya Aleo benar-benar merasa nyaman berada di dekat Jasmine.

Karena perempuan itu, hidupnya tidak pernah kosong, akan ada esok yang tidak pernah habis. Ia yang suka ke diskotik, sekarang lebih jarang ke tempat itu dan banyak menghabiskan waktunya bersama Jasmine. Jika waktunya bukan untuk Jasmine, Aleo akan ke perusahaan ayahnya untuk bekerja.

Aleo rasa, perkataan Jasmine benar, sesudah kehilangan akan ada sebuah kebahagiaan yang akan datang.

Rasa berat yang sering melanda pikirannya karena kehilangan sosok yang sangat ia cintai bisa tergantikan karena adanya Jasmine.

Aleo kalah telak dengan pesona Jasmine.

Ia kalah telak dengan takdir yang Tuhan buat.

Ia kalah telak dari permainannya sendiri.

Malam yang dingin, serta minimnya cahaya, mereka berdua menghabiskannya dengan hangat.

“Aleo, hidup nggak selalu adil sama kita, tapi Tuhan pasti adil sama umatnya. Kalau suatu saat nanti, aku nggak ada disamping kamu, inget ya, aku akan selalu mengaamiinkan apa yang kamu doakan.”

“Kenapa lo ngomong gitu?”

“Aku cuman mau ingetin ini kok, siapa tahu ini berguna buat kamu.”

“Gue nggak suka lo ngomong kayak gitu.”

×××××

Jasmine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang