🌙ㅣ20. Dua Pengawal yang Siap

122K 12.9K 147
                                    

''Kepedulian bukan dilihat dari ucapan saja, melainkan dari perbuatan''

Alzero membuka pintu kelas 11 IPA 5 secara mendadak membuat beberapa orang di kelas tersentak, pandangan mereka kompak mengarah pada murid baru yang bertempat di kelas 12 IPA 2 itu, atau lebih tepatnya sebut saja murid baru yang memiliki wajah bag...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alzero membuka pintu kelas 11 IPA 5 secara mendadak membuat beberapa orang di kelas tersentak, pandangan mereka kompak mengarah pada murid baru yang bertempat di kelas 12 IPA 2 itu, atau lebih tepatnya sebut saja murid baru yang memiliki wajah bagai pangeran dongeng. Kening orang-orang di sana mengerut, kecuali Alvaro yang langsung mengalihkan pandangannya ke arah jendela saat mereka tak sengaja bertatapan.

"Itu yang dipojok lagi ngapain?" Alzero bertanya seperti seorang ketua OSIS pada adik kelas. Tapi jangan salah, Alzero memang ketua OSIS di sekolahnya yang lama, hanya saja ketua OSIS yang bisanya menyuruh-nyuruh sementara dirinya bersantai-santai. Tidak patut dicontoh.

Syaila yang merasakan aura berbeda di belakangnya menghentikan aksinya, lip tint merah cerah yang sedang ia coret-coret pada wajah Rembulan langsung ia jauhkan. Perlahan, ia, Ghea dan juga Theara berbalik menengok ke asal suara.

"Mampus, Alzero si tampan, bisa rusak citra kita, nih," gumam Theara dengan mata membulat. Keadaan ini tak pernah mereka alami selama melakukan perundungan. Namun sekarang, mereka tak bisa berkutik selain membulatkan mata, terkejut.

"Tapi ngapain dia ke sini?" Ghea berbisik, jelas heran.

Sementara Syaila terdiam untuk beberapa saat ketika matanya dan mata Alzero saling tatap, ia membeku di tempat begitu sekelebat ingatan masuk ke dalam kepalanya, membuat dirinya tak bisa melakukan apapun selain memperhatikan Alzero yang melangkah maju ke arahnya.

"Kalian ngapain?" pandangan Alzero berubah menajam saat melihat kondisi Rembulan yang berantakan. Kedua pipi Rembulan sudah merah acak, kacamatanya juga kotor dan tersimpan tidak jelas di atas kepala. Alzero membeku beberapa saat karena itu.

Segera Alzero menghampiri Rembulan, meraih kedua pipi gadis itu dan memeriksanya apakah itu luka tamparan, lebam atau apa, untungnga itu hanyalah coretan noda. Alzero mengembuskan napasnya lega, tetapi gejolak amarahnya kian meninggi.

"Gue tanya sekali lagi, kalian ngapain?!"

"M-main," jawab Theara spontan, sontak membuat Ghea menggeplak punggungnya, memperingatkan agar sahabat dengan otak setengah matangnya itu untuk diam.

"Main?" Alzero berbalik. "Main sama mental orang?! Permainin mental orang buat kesenangan pribadi?!"

Tiga gadis di sana tersentak karena suara Alzero yang mengeras. Mereka yang menyaksikan pun sama terkejutnya, membungkam mulut masing-masing dengan rapat.

"Ada yang sakit gak, Bulan?" Alzero beralih kembali pada Rembulan, ia hendak berlutut tetapi seseorang tiba-tiba menahan lengannya.

"Hero?"

Alzero mengernyit. "Hah? Apaan sih, lo?"

Yang menahan lengannya adalah Syaila. Gadis itu menatap Alzero dengan mata berbinar penuh ceria. "Gue Ala! Lo gak inget? Gue denger ada murid baru, gue tahu namanya dan gue pikir nama itu gak hanya satu. Tapi ternyata, pemilik namanya beneran lo. Bener Hero."

4 Brother'z | Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang