"Ya lo usaha dong. Gimana lo bisa dapetin dia lagi kalau lo nggak berusaha."
"Tapi, kalo dia tetep nggak mau sama gue?"
"Coba dulu. Usaha dulu. Apa salahnya sih lo usaha ngedeketin dia lagi kayak dulu?"
Omongan Gista ada benarnya juga. Lagian jika dilihat-lihat Rania tidak dekat dengan siapapun usai putus dengannya. Jadi, kemungkinan besar Rania masih jomlo. Siapa tahu ia bisa mendapat kesempatan lagi untuk balikan.
"Udah. Lo mau nunggu apalagi sih, Ganes? Buruan tawarin tumpangan!Mau nunggu pacar lo disambar orang dulu?" Gista geregetan sendiri menyaksikan Ganes yang masih saja mematung di tempat.
"Lah, terus lo pulangnya gimana?" tanya Ganes.
"Gue gampang. Terbang juga bisa."
"Gue serius, Gis"
"Gue juga serius!"
Gista mendorong bahu Ganes. "Buruan sana keburu disambar orang baru tau rasa lo!"
Dengan memantapkan niat dan hati juga segenap rasa cinta yang masih tumbuh mekar dan subur di hatinya. Ganes menarik napas pelan, lalu mulai menyeberang jalan. Dia berharap masih ada kesempatan lagi untuknya balikan dengan Rania, cewek terpopuler di angkatan kelas dua belas. Bukan hanya populer karena kecantikannya saja. Tetapi, juga karena kecerdasan otak yang gadis itu miliki dan sikapnya yang baik dan rendah hati.
Dalam hati Gista berdoa supaya Ganes bisa balikan dengan Rania. Karena jika ia lihat Ganes sepertinya tulus mencintai Rania. Dan keduanya putus itu sebenarnya bukan karena masalah yang membuat hubungan mereka retak. Tetapi, karena kebrutalan dirinya yang mengakibatkan Rania takut padanya.
"Ganes! Sampein maaf gue ke Kak Rania kalau gue udah bikin dia takut!" teriak Gista ketika Ganes sudah menyeberangi jalan untuk menghampiri Rania.
Sehingga Rania yang tengah fokus menatap kendaraan yang melintas menoleh ke arah Ganes yang kini sudah dekat dengannya.
"Take care, Nes! Kalau udah balikan jangan lupa kasih tahu gue!" seru Gista seraya berjalan meninggalkan mobil yang langsung mendapat acungan jari tengah oleh Ganes dari kejauhan.
Gista tersenyum tipis karena telah berhasil menggoda Ganes. Jarang-jarang ia bisa menyaksikan cowok itu salting.
Melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya yang menunjukkan pukul lima. Gista tetap melanjutkan langkahnya dengan santai. Tidak peduli jika jalan menuju rumahnya masih jauh dan ia akan sampai setelah magrib.
Sampai di sebuah jalan dengan banyak pohon di kanan dan kirinya, kening gadis itu mengernyit. Di depan sana nampak seorang lelaki parubaya tengah berdebat dengan seorang cowok. Bahkan, cowok itu nampak membentak hingga keduanya terlibat adu tonjok.
Dari samping ia seperti familier dengan postur tubuh cowok itu.
Dengan cepat Gista berlari ketika cowok itu mendorong lelaki parubaya yang sebelumnya mencengkeram kerah bajunya sehingga lelaki itu terjatuh di tanah. Tangan Gista langsung bergerak cepat menarik tubuh cowok itu dan membaliknya.
"Elo!" ceplos Gista saat Manggala membalikkan tubuhnya.
"Ngapain lo dorong tuh bapak-bapak? Di mana sopan santun lo sebagai anak muda? Hah?!"
Tatapan Gista kini beralih pada seorang perempuan yang kira-kira berusia dua puluh tahunan dengan pakaian yang nyaris terkoyak bagaian depannya.
Perempuan itu duduk di atas rerumputan sambil memeluk tubuhnya sendiri dan menatap Manggala ketakutan. Di sampingnya duduk perempuan dan laki-laki sepantaran yang sepertinya tengah mencoba menenangkan temannya.
YOU ARE READING
GISTARA (END)
Teen FictionKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 18
Start from the beginning
