9. •Tanggung Jawab•

Start from the beginning
                                    

“Aleo mau, karena tahu kerja sama itu bakalan ngasih profit besar buat perusahaan. Tapi apa papah mau kalau Aleo harus hidup sama orang yang baru Aleo kenal kayak Olivia? Setidaknya jangan nambah masalah hidup Aleo lagi, biarin Aleo tentuin semua itu sendiri.” Tutur Aleo.

Bara menghela nafas. “Baik jika itu mau kamu, papah akan membatalkan kontrak itu hanya untuk kamu, Aleo.” balas Bara dengan tersenyum.

Tidak ada yang lebih besar dari kebahagiaan Aleo, Bara berpikir membuat pertunangan dari kerja sama ini akan memberikan kesempatan bagi Aleo agar tidak kesepian, setelah kematian istrinya, atau ibu yang sangat disayangi Aleo, lewat sosok pengganti yakni Olivia. Dan tak diduga Olivia juga menyetujui hal itu saat mereka sudah saling bertatap muka.

Namun Bara juga sadar, bahwa kebahagiaan Aleo biarlah diciptakan oleh laki-laki itu sendiri, dan ia tidak perlu ikut campur.

“Terima kasih, Pah.” Ucapnya.

“Papah tau siapa cewek itu dan darimana asalnya. Jangan sampai kamu tidak bertanggung jawab, apalagi itu darah daging kamu sendiri.”

“Kamu tau, papah tidak suka laki-laki pengecut. Kamu bisa membayar dia dengan uang, tapi tidak semua perempuan hanya dibutakan dengan materi.” Timpal Bara yang diangguki oleh Aleo.

Bara adalah salah satu orang paling bijaksana yang Aleo kenal. Dia mampu berpikir dingin disaat yang lain harus menggunakan cara kekerasan untuk memperingati anak mereka, seperti kesalahan fatal yang ia lakukan ini. Bara bukannya tidak marah, namun pria paruh baya itu berusaha mendidiknya dengan nasehat, selebihnya biarkan itu menjadi tanggung jawab Aleo.

Aleo beruntung, namun laki-laki itu terkadang tidak menyadarinya saja. Kehilangan membutakan segalanya, hingga ia lupa jika memiliki seorang ayah hebat seperti Bara.

××××××

Jasmine hanya menatap bukunya tanpa berpaling. Ia malah melamun sendiri mengingat ayahnya yang sakit karena dirinya. Bagaimana sekarang keadaannya? Itu yang ia terus pikirkan.

Dug

“Tidur.” Perintah Aleo datar menutup buku dihadapannya dengan keras membuatnya terkejut.

“Ak-aku harus belajar, besok ada ulangan.” Aleo malah makin gencar menatapnya tajam, walau wajahnya masih terbilang datar. Itu malah membuat Jasmine gugup, gugup dan canggung yang menjadi satu.

“Tidur.” Kali ini nada Aleo semakin dingin, hal itu sontak membuatnya menunduk dan mengangguk pelan. Laki-laki itu lantas pergi dengan wajah yang masih datar.

Jasmine beranjak dari tempat duduknya dan menutup pintunya pelan, tak lupa juga menguncinya. Ia duduk di bibir ranjang dengan jantung yang masih berdetak kencang.

Perempuan itu jadi berpikir, berapa banyak dosa yang telah ia perbuat, bahkan bersentuhan dengan laki-laki yang bukan mahramnya saja sudah menimbulkan dosa, bagaimana dengan ia yang berbuat zina?

Dia harus bertaubat, karena Jasmine tahu, Tuhan itu selalu menerima semua permintaan maaf dari hambanya.

Jasmine tidak tahu hari esok, apakah ia masih bisa bernafas dengan baik, atau Tuhan sudah mengambilnya terlebih dahulu.

×××××

Dentingan sendok di meja makan sedikit membuat suasana yang canggung itu sedikit lebih berisik. Aleo duduk dihadapan Jasmine dengan wajah datar yang selalu laki-laki itu pasang.

Sedangkan Jasmine duduk dengan perasaan campur aduk. Bagaimana tidak, duduk di meja panjang yang berisi banyak makanan, di tatap oleh beberapa pelayan, dan dihadapkan oleh Aleo yang dingin dan ketus.

Itu sungguh membuat hatinya dag dig dug serr. Hari ini mereka akan pergi sekolah, namun Aleo tidak akan berangkat bersama nya. Jasmine pun juga tidak mau jika harus satu mobil kembali dengan Aleo.

Lagi pula, beberapa hari ke depan ini akan sangat sibuk untuk dirinya. Mereka akan menikah, walau tanpa persetujuan ayah Jasmine. Jasmine sendiri tidak tahu bagaimana kondisi ayahnya, ia sudah mencoba menelpon beberapa kali, namun tetap saja, Roni atau bahkan Zera sama sekali tidak pernah mengangkatnya.

Pernikahan itu tidak mewah, cukup agar mereka bisa sah saja. Apalagi mengingat pernikahan ini hanya sampai bayi yang ada dikandungan Jasmine lahir. Pernikahan pertama yang mungkin akan bertahan hanya seumur jagung,

Aleo mulai beranjak dengan tas yang ia sampirkan di bahu kanannya, meninggalkan Jasmine yang masih menatap kepergian laki-laki itu.

“Pak Cecep anterin Jasmine kesekolah. Tapi usahakan jangan sampai pas di gerbang sekolahnya.” Perintah Aleo pada Pak Cecep, yang diangguki oleh pria paruh baya itu.

Jasmine berdiri pelan. Ia membereskan piring makanannya bersamaan dengan piring Aleo.

“Eh non, jangan diberesin biar mbok aja yang beresin,” kata Mbok Mirna menarik tangan Jasmine.

“Jangan panggil aku kaya gitu mbok, aku kan disini cuman karena kesalahan, bukan siapa-siapanya Aleo juga. Jadi perlakukan aku sama kaya kalian juga ya.”

×××××××

Udah di up nih, vote dan komennya jangan lupa ya.

Jasmine Where stories live. Discover now