C H A P T E R 19

119 81 474
                                    

Obesity, Is Me!
_
_
____

C H A P T E R  19

Ilma masih memandangi kotak di depannya. Masih enggan untuk membuka isinya.

Nggak, Ilma bahkan gak bisa merobek sedikit pun kertas cokelat yang membungkusnya. Irene tadi maksa banget buat membuka paket itu, tapi Ilma jelas melarangnya.

Kotak ini istimewa, Ilma harus membukanya sendiri.

Ilma tiba-tiba menyunggingkan senyum, memandangi kotak itu dengan ssnang.

Bubu, dia kembali.

Raut wajah Ilma tak lama berubah murung. Ada beribu pertanyaan yang tersarang di otaknya  mengenai orang itu.

Kenapa dia menghilang begitu saja? Dan membuat mental Ilma tambah terpuruk lagi.

Ilma ingin tau itu saja dulu. Alhasil, cewek itu segera meraih ponsel lamanya, untuk mengetikan balasan pesan.

Ilma : Kemana aja? Kenapa baru muncul?

Nafas cewek itu berderu panjang penuh kesal saat melihat pesan yang dikirimnya hanya centang satu. Yang artinya, Bubu tidak aktif sekarang.

Ilma ingin menambahkan umpatan di pesannya itu, tapi rasa kesalnya kalah dengan rasa senang yang sekarang dia rasakan.

Ilma kembali memandangi kotak di depannya, kembali memeluknya erat seakan-akan kotak itu adalah Bubu yang telah lama Ilma nanti.

Ilma penasaran dengan isinya, banget malah. Tapi Ilma akan membukanya nanti saja. Ilma ingin rasa penasarannya semakin menjadi nanti.

__

"KEBOO, BANGUUUN!"

teriakan tepat di telinganya itu sukses membuat Bonny bangun dengan tergopoh-gopoh, sambil memegangi telinganya yang terasa berdenging.

"Hehe ...."

Cowok itu memandangi si empu pembuat suara tadi dengan mata tajam, diiringi umpatan berkali-kali.

"Nyengir lu, nyengir," decaknya, menoyor kepala Cecil.

"Lagian, sore-sore gini tidur, gak baik loh buat anak gadis," ujar Cecil, lalu berjalan ke arah meja belajar Bonny untuk mengambil charger-an milik Bonny di sana.

"Anak gadis ndasmu!" Bonny masih mendendam. "Mau lo kemanain charger gue?"

"Pinjem bentar, Ardan tar jemput gue."

Bonny mendecih. "Istri apaan yang kerjaannya nginep mulu di rumah orang tuanya, kasian Kak Ardan. Pasti nyesel nikahin lo."

"Hahahaha," Cecil tertawa hambar. "Ardan nyesel nikahin gue? Yang ada dia orang paling beruntung bisa dapetin gue," ucap Cecil, sambil mengibaskan rambutnya, ala bintang Iklan.

"Turun lo, dibawah ada geng rusuh lo noh."

"Mau ngapain?" Bonny mengernyitkan dahi.

"Mereka mau ngapain?" Cecil menghadap ke arah tembok di belakangnya, sambil mengetuk-ngetuk seakan bertanya. "Oh, kata tembok dia nggak tau, dia bukan emak lo soalnya."

"Orang gila," desis Bonny.

"Dari lahir." Cecil keluar dari keluar kamar Bonny.

Bonny berdecih, beranjak dari tempatnya dengan malas, lalu turun ke bawah melihat teman-temannya sudah merusuh di sana.

"Heh! Bentar! Gue belom rasain kue yang itu." Kino ribut dengan Rega yang duduk di sebelahnya, berebut kue cokelat buatan Mamahnya yang tinggal satu di piring.

Obesity, Is Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang