I L M A K I A N A L A H.

220 132 530
                                    

Obesity, Is Me!

_
_

_
___________

2. Ilma Kianala Hinata

"Gue suka sama lo."

Ilma mengangkat wajahnya, menatap dengan kedua mata yang membola pada cowok di depannya. "Su-suka?"

Cowok itu langsung mengangguk, lalu berlutut di hadapan Ilma. "Ma, gue udah lama suka sama lo. Lo mau gak, jadi pacar gue?"

Ilma berdehem dengan wajah memerah salah tingkah. "Tapi, gue gemuk, Ren ...."

"Nggak papa, gue nerima lo apa adanya kok."

Ilma tersenyum,  akhir-akhir ini, Rendy memang selalu baik padanya, mungkin cowok itu sedang melancarkan aksi pedekatenya. Seperti itu pikiran Ilma, membuatnya tanpa ragu mengangguk. "Gue mau."

"Beneran?" Cowok itu mengerjapkan mata seakan tak percaya.

Ilma mengangguk, sambil tersenyum malu.

"Apa kata gue. Berapa menit, berapa menit?" Rendy berbalik badan, berlari ke arah teman-temannya sedang mengarahkan ponsel ke arah Ilma tadi, membuat mata Ilma langsung membulat. 

"Due menit njir! Rekor!" teriak temannya Rendy, sambil bertos ria.

"Rendy, ini maksudnya?" Ilma mengerjap, dia sebenarnya paham situasinya, tapi hatinya berkata lain. Ingin tidak percaya saja rasanya.

"Heh! Bayar lo, ya! Sesuai kesepakatan. Dua ratus rebu, buat gue." Rendy terkekeh, lalu menoleh ke arah Ilma. "Ma, sorry, ya. And thanks juga."

"Hah? Gimana sih?" Ilma melipat bibir, menahan air matanya sambil menggeleng. Menyangkal isi pikirannya.

"Njir, si Ilma nganggep lo beneran Dy, haha ngakak." Teman Rendy tertawa ngakak. "Babon, lo sadar diri lah. Rendy mana mau sama lo, badan lo aja kayak gajah njir, selera Rendy tinggi loh. Kayak kak Selena gitu. Mana mau dia pacaran sama lo."

Rendy terkekeh. "Jangan gitu lah bego. Gue dapet duit juga berkat Ilma. Kalo gak gitu, gue mana bisa ngedate bareng kak Selen." Rendy mengedipkan matanya ke arah Ilma, lalu berlalu  dari sana sambil tertawa keras bersama.

"Waktu itu, si Nanda tiga menit baru di terima, lo dua menit njir! Mantap-mantap."

"Nanda langsung aja sih, gue dong. Pake cara dulu hahaha."

Badan Ilma meluruh mendengarnya. Lagi-lagi dia menjadi bahan untuk lelucon seseorang. Rasanya sesak sekali. Ingin berteriak tapi tidak bisa, alhasil, cewek itu menangis pilu tanpa suara.

Sedari dulu hanya ini pertanyaan Ilma. "Kenapa tuhan tidak adil padanya? Sebegitu hina, kah, kaum dengan berat badan yang berlebih?"

Rasanya, semua yang Ilma lakukan akan membuat semua orang tertawa dengan ejekan. Seperti dia tidak sengaja menghalang-halangi papan bor di depan kelasnya, langsung ada nyeletuk. "Ilma, lo berdiri di situ biar apa? Biar di kembar-kembarin sama Papan bor?"

Mungkin itu terdengar lucu bagi orang yang tidak pernah merasakan sakit dari hinaan itu sendiri. Tapi tidak dengan Ilma, yang menjadi bahan ejekan.

Sungguh, Ilma bersumpah, jika dia sudah sangat berusaha untuk menurunkan berat badannya. Bahkan sampai pingsan karena mencoba tidak makan berhari-hari. Tapi berat badannya tidak turun banyak, hanya beberapa ons saja.

"Udah gue duga lo bakal gini."

Ilma mendongakkan wajah, tak lama jadi berdiri sambil memeluk cewek cantik di depannya.

"Ireeene," panggilnya dengan suara seakan mengadu.

Irene berdecak. "Dari awal, udah gue bilang, jangan percaya sama Rendy. Lo nggak mau denger gue sih. Coba liat, lo di apain sama dia?"

Irene melepas pelukan Ilma, lalu menangkup wajah cewek itu. "Untung pipinya nggak papa," kata Irene dengan kekehan kecil, sambil menguyel-nguyel pipi tembam Ilma.

"Ireeene, ini sakitnya serius," decak Ilma, sambil menghentak-hentakkan kakinya dengan sebal.

"Ya udah, ya udah, bilang sama gue. Lo diapain sama Rendy?"

Ilma mendenguskan hidung. Lalu menceritakan semua yang tadi dia alami pada Irene.

Irene mengeraskan rahang, lalu mengecek ponselnya. "Brengsek," umpatnya, ketika melihat video itu sudah terpampang di akun-akun sosmed anak-anak Pertiwi.

Ilma hanya menunduk, sudah tau apa yang terjadi.

"Ni dua anak harus gue kasih pelajaran nih!" Irene hendak beranjak, tapi tangannya dicekal Ilma, membuat irene mendongak menatap cewek itu. "Maa, please ...."

Ilma menggeleng. "Udahlah, nggak usah. Biarin aja, lagian masalahnya jadi panjang ntar."

Irene berdecak. "Ini nih yang gue nggak suka dari lo. Lo seakan rela buat ditindas sama anak-anak, yang sebenarnya lo bisa ambil tindakan." Irene menatap temannya itu berapi-api, lalu berdecih saat tidak mendengar balasan.

"Gue nggak suka lo gini." Irene menghela napas dalam, dan berlalu meninggalkan Ilma.

"Bukan gitu," lirih Ilma sambil menatap punggung Irene. "Gue cuma nggak mau lo kena masalah."

Ilma mengeluarkan ponselnya, ikut mencek videonya itu.

Komentar:

Bilaaa2 : njir, si Babon kena lagi? Ngakak

Dinda : astaga, kenapa nggak belajar dari pengalaman sih?

Thea :  nggak sadar diri, Rendy mana mau sama cewek kayak lo

Salsa_sa : si Babon kembali bertingkah guys, perlu gue bawain cermin haha, bedosa gue

Ai_AiHermawan : paan sih, perasaan Rendy biasa aja dahh. Sok ganteng banget lo buat anak orang di jadiin objek lelucon gitu hah? Najis gue. VIDEO GINI JANGAN DI UP BEGOO!

Diandra : Nanda nggak cukup yah? Kasian

Dan masih banyak cercaan yang ditujukan padanya.

Ilma menghela napasnya. Cewek itu kemudian melepas kacamatanya yang terasa berembun. Tak lama menunduk, dengan isakkan kecil.

+62856xxxxxxxx : Ilma

Ilma mengabaikan pesan itu. Paling orang iseng yang mau ngehujatnya langsung di chat, pikirnya.

+62856xxxxxxxx : Jangan dengerin mereka, anggep mereka gak prnh ada.

+62856xxxxxxxx : Gue takut lo ngalamin kayak gue. Gue takut lo bunuh diri

"Apaan sih?" Ilma berdesis. Dia memang sudah frustasi dengan keadaannya sampai saat ini. Tapi cewek itu tidak pernah berpikir untuk mencoba bunuh diri.

+62856xxxxxxx : Gue mau lo jadi temen gue.

-
-
______

TBC

Holaaa, aku back lagi xixi^^

Ini cuma perkenalan yap! Partnya sedikit-sedikit. Nanti bakal ada part selanjutnya kok.

Sampai jumpa di next part.

Jangan lupa tinggalkan jejak guys!

Obesity, Is Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang