🌙ㅣ2. Mereka yang Sama

Mulai dari awal
                                    

"Ini yang barusan?" tanya satu-satunya lelaki yang ada di sana. Ia memakai kacamata bulat, penampilannya tidak jauh berbeda dengan Rembulan. Culun. "Kamu baru pertama ke sini?"

Rembulan mengangguk ragu. "I-iya."

"Oh, pantes aja tadi nangis," tanggap salah satu gadis dengan rambut sepundak, namun ia tidak memakai kacamata.

"Dia Rembulan, dia pasti bakalan ke sini tiap hari. Ayo kenalan!" suruh Bela membuat lima orang yang ada di sana mengangguk.

"Aku Jia."

"Aku Jio, kembaran Jia."

"Liona."

"Aku Hana."

"Aku Vivi."

Ternyata ada perkumpulan di sini, sebuah kelompok yang isinya korban perundungan semua. Rembulan menyalami mereka satu persatu, ia juga memperkenalkan dirinya. Setelah sesi perkenalan selesai, yang lain mulai sibuk dengan kegiatan mereka yang terhenti tadi, termasuk Bela.

"Ka-kalian juga disuruh ngerjain tugas mereka?" tanya Rembulan mengusir sepi.

Bela dan Hana mengangguk kompak, sementara yang lain bergumam menanggapi.

"Kita gak mungkin di sini kalau bukan karena mereka." Jio, satu-satunya lelaki di sana menjawab, ia membenarkan letak kacamatanya sebentar lalu menatap Rembulan. "Di kelas kamu ada berapa yang dijadiin babu kak Syaila?"

"Cuman Bulan doang, soalnya cuman Bulan yang beasiswa," jawab Rembulan pelan.

"Sama, di kelas kami juga cuman ada satu yang kayak kita," jawab Vivi dengan nada lesu.

Rembulan memperhatikan mereka yang kembali fokus pada tugasnya. Rasanya Rembulan merasakan sesak melihat nasib mereka sama halnya dengan nasibnya saat ini. Mereka ke sekolah 'kan pasti untuk mencari ilmu, mendapatkan manfaat yang berguna untuk masa depan mereka. Tapi hanya karena orang-orang sombong dan sok berkuasa, mereka harus mengalami pedihnya hidup.

Sama halnya Rembulan.

"Eh, bentar deh." Jia mengangkat bolpoinnya lalu menunjuk Rembulan. "Kamu tuh Rembulan yang katanya ngelaporin bully ke kepsek bukan, sih? Yang waktu dua bulan lalu?"

Seketika semua pandangan tertuju pada Rembulan yang hanya mengangguk samar.

"Wah, waktu itu sekolah heboh! Aku aja gak berani!" Hana berseru. "Kok bisa kepikiran kayak gitu sih?"

"Aku juga gak mungkin berani," ucap Bela. "Tapi kamu hebat banget bisa kayak gitu."

Rembulan meringis, bukannya berani, tapi dirinya malah terkesan menantang maut.

"Tapi Bulan hampir di DO di sekolah gara-gara kasus itu, mereka pada bawa pengacara ke sekolah, jadinya Bulan gak bisa apa-apa."

"Gak heran sih." Liona yang sedari tadi diam menyahut. "Iblis-iblis kayak gitu kalo belum sadar mana mau tobat?"

"Liona tajam banget omongannya." Rembulan menatap Liona dengan lekat, gadis dengan rambut panjang sepunggung dan poni yang menutupi kedua alisnya, nampaknya gadis itu gadis yang dingin, tidak seperti Bela.

"Udah biasa. Liona emang gitu."

"Mulutnya dikasih boncabe."

"Liona tuh ke sini gara-gara kak Ghea denger Liona lagi ngucapin kata kasar di belakangnya."

Rembulan tersenyum tipis. Lihatkan? Hanya karena Liona mengucapkan kata tidak pantas mereka langsung membalasnya dengan perbuatan yang tak pantas.

Rembulan tidak menyangka, hari ini ia bisa melihat orang yang bernasib sama dengannya. Ia jadi bertanya-tanya dalam hati, apakah mereka semua akan seperti ini? Sampai kapan?

"Kira-kira kelas dua belas nanti kita bakalan gini gak ya?" tiba-tiba Vivi bertanya, membuat semua yang ada di sana menatapnya.

"Kak Syaila gak mungkin balik lagi, dia pasti pergi jadi kita bisa merdeka," tanggap Jio dengan kening berkerut, kacamatanya dibiarkan melorot selama ia fokus pada soal.

"Semoga aja," ucap Bela lalu ia tersenyum menatap semua. "Kita gak bisa gini terus, walaupun kelas dua belas masih lama, tapi seenggaknya kita bisa bertahan sampai waktunya tiba."

"Tapi kapan?" Liona menanggapi dengan dingin. "Sampai kapan? Nanti juga gak bakalan merdeka seratus persen. Masih ada temen seangkatan, bisa-bisa mereka gantiin posisi kak Syaila di sini."

Mendengar perkataan Liona barusan, semua mulut kembali bungkam.

Liona ada benarnya. Jika mereka sudah naik ke kelas dua belas nanti, mereka tidak akan menjamin apakah kehidupan mereka di sekolah akan lebih cerah, atau justru semakin gelap.

Rembulan mengembuskan napasnya dengan lelah. "Kalian capek gak sih kayak gini mulu? Jujur, Bulan capek."

Hai hai! Udah ketebak nih kisahnya gak jauh dari bully

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai hai! Udah ketebak nih kisahnya gak jauh dari bully. Tapi jangan salah paham, aku pastiin ini kisahnya beda dari yang lain. Jangan sama-samain sama cerita lain sebelum baca sampai selesai. Setuju?

Tinggalkan jejak dan jangan lupa follow akun isntagram aku @ariraa_wp dan @zanava.fam

4 Brother'z | Open POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang