52. Do You Love Him?

Start from the beginning
                                    

Adelaide bisa menebak, sepertinya sepasang suami – istri itu adalah Baron dan Baroness yang diberihkan mandat oleh Alexander untuk mengolah desa kecil yang terlihat sangat asri ini

"Sungguh, ini seperti sebuah keajaiban bagi kami, kami tak pernah membayangkan jika Raja dan Ratu kami akan menyempatkan diri untuk mengunjungi desa kami yang sederhana ini" ucap Baron yang nampak sudah lanjut usia itu dengan lamat – lamat

"Apa yang anda katakan, Lord? Desa ini dan penduduknya sangat indah" ucap Adelaide dengan seutas senyuman hangat di wajah cantiknya

"Kami sangat tersanjung jika Your majesty Adelaide menyukai desa kami ini" ucap Baron itu dengan rasa terharus yang mulai merasuk di dalam hatinya.

Semenjak Baron dan istrinya itu ditugaskan di desa kecil ini, tak pernah sekalipun ada pejabat kerajaan yang menyempatkan diri mereka untuk mengunjungi desa kecil ini. Meski ada beberapa petinggi kerajaan yang pernah sesekali menetralkan desa ini, tapi tak pernah ada satupun diantara mereka yang mau menyempatkan diri untuk bermalam di desa kecil ini, ah... jangankan untuk bermalam, memuji keindahan desa ini saja mereka tidak pernah

"Kami akan tinggal disini untuk beberapa hari, apa kalian punya penginapan disini?" tanya Alexander dengan raut wajah datarnya yang memberikan kesan dingin kepada siapapun

Baron dan istrinya tampak terkejut ketika ia mendengar pertanyaan Alexander. Mereka nampak saling melemparkan tatapan binggungnya, mereka tak menyangka jika seorang Raja besar seperti Alexander akan tinggal di desa kecil mereka selama beberapa hari

"Maaf sebelumnya, Your majesty, tapi kami tak memiliki penginapan yang layak untuk Your majes---

"Tak apa. Yang terpenting, kami bisa tidur dengan baik" potong Adelaide dengan cepat sembari meremas pelan tangan Alexander yang masih menggenggam erat tangannya

Setelah mengucapkan kalimat itu, Adelaide melemparkan tatapan memohonnya pada Alexander yang masih saja setia dengan wajah datarnya. Tak taukah pria itu jika wajah datarnya itu membuat siapapun merasa khawatir?

"Jika istriku tak keberatan, maka akupun tak akan keberatan" ucap Alexander dengan wajah datarnya

Rangkaian kalimat yang baru saja diucapkan oleh Alexander itu berhasil membuat senyum bahagia mengembang di wajah cantik Adelaide, Baron serta Baroness yang berada di hadapan mereka juga tersenyum lega ketika mendengar kesetujuan Alexander itu

"Kalau begitu, mari kami tunjukkan tempatnya, Your majesty pasti sudah sangat kelelahan, mengingat perjalanan dari Shinia menuju ke desa kecil ini memakan waktu yang sangat panjang"

Baik Alexander dan Adelaide langsung menganggukkan kepala mereka. Sejurus kemudian, Alexander dan Adelaide menggerakkan kedua kaki mereka untuk mengikuti langkah sepasang suami istri paruh baya yang saat ini tengah memimpin jalan mereka

Berbeda dengan Alexander yang tetap berwajah datar, Adelaide tak henti – hentinya tersenyum manis dan melambaikan tangannya pada penduduk desa yang terlihat begitu menantikan dirinya.

Bugh!

Baik langkah Alexander dan Adelaide langsung berhenti ketika seorang anak lelaki tiba – tiba jatuh dan bersimpuh tepat di depan Adelaide. Adelaide melebarkan kedua netranya ketika melihat wajah anak lelaki itu yang dipenuhi dengan peluh keringat

"Apa yang dilakukannya?!" geram Alexander rendah karena anak kecil itu secara sengaja atau tidak sengaja telah membuat Alexander dan Adelaide membuang – buang waktu berharga mereka. Ck! Tak taukah anak kecil itu jika saat ini Alexander sangat ingin beristirahat

"Your majesty, kau tidak boleh seperti itu" ucap Adelaide sembari menepuk pelan lengan kekar Alexander

Adelaide kemudian melarikan tatapannya dari Alexander menuju ke anak lelaki kecil yang masih mengatur nafasnya, sepertinya, anak kecil itu baru saja berlari

"Kenapa kau bersimpu---

"Kumohon, jadilah mempelaiku di pernikahanku kelak, Your majesty"

Adelaide tersentak ketika ia mendengar kalimat dari mulut anak lelaki itu yang berhasil membuat Adelaide tak sempat menyelesaikan pertanyaannya.

"Aku sudah memetik bunga termahal yang dijual desaku untukmu, Your majesty" lanjut anak lelaki itu lagi sembari menyodorkan rangkaian bunga yang terlihat sedikit layu

"Kumohon, jadilah mempelaiku, Your majesty"

Sebuah senyum menghiasi wajah Adelaide ketika ia melihat kelakuan lucu anak lelaki itu. Adelaide pun mencoba untuk menarik tangannya yang masih berada di dalam genggaman Alexander, Adelaide berniat untuk mensejajarkan dirinya dengan anak kecil itu, namun sayang, Alexander tak mau melepaskan genggaman tangannya pada Adelaide.

"Your majesty, lepaskan..." gumam Adelaide sembari menggerakkan tangannya sedikit kasar

Gumaman Adelaide itu berhasil membuat rahang Alexander mengetat keras, pria itu kini melayangkan tatapan kesalnya pada sosok anak lelaki yang bahkan belum bisa mengangkat pedang dengan benar. Tanpa mengatakan apapun, Alexander langsung melepaskan genggamannya pada tangan lentik Adelaide

Adelaide menghembuskan nafasnya dengan lega ketika tangannya akhirnya bisa terbebas dari Alexander. Dengan senyuman lembut di wajahnya, Adelaide bergerak untuk bersimpuh di atas tanah desa itu agar tingginya bisa sejajar dengan anak lelaki yang sedang menyodorkan bunganya pada Adelaide.

"Terimakasih, bunganya sangat indah" ucap Adelaide tulus sembari meraih rangkaian bunga yang digenggam erat oleh tangan – tangan kecil anak lelaki itu

Tanpa ada sedikitpun keraguan, Adelaide menghirup aroma harum yang masih dikeluarkan oleh rangkaian bunga – bunga yang terlihat sudah sedikit layu itu. Semua penduduk yang ada disana tercengang dan takjub dengan Adelaide karena Ratu mereka itu benar – benar perwujudan nyata dari seorang Dewi, seperti berita yang selama ini berhembus di desa mereka

"Apa kau akan menikah denganku?" tanya anak lelaki itu dengan lucunya

"Maaf, tapi aku sudah menikah" ucap Adelaide dengan rasa sedikit bersalah yang merayapi hatinya ketika kedua netra emeraldnya mendapati senyuman anak lelaki yang berada di hadapannya itu memudar

"Dengan siapa?" tanya anak lelaki itu dengan kedua netra coklat terangnya yang siap untuk meneteskan air mata

"Dengan His majesty" ucap Adelaide sembari menatap Alexander yang nampaknya tak berminat dengan percakapan Adelaide

"Dengan dia?" tanya anak lelaki itu sembari mengikuti arah tatapan Adelaide. Adelaide menganggukkan kepalanya mantap untuk menjawab pertanyaan anak lelaki itu

"Dia terlihat jahat" cicit anak lelaki itu yang berhasil membuat tawa renyah menguar dari mulut Adelaide

Tawa renyah milik Adelaide itu berhasil menghipnotis siapapun, bahkan niat Alexander untuk melemparkan tatapan marahnya pada anak kecil yang berada di hadapan Adelaide langsung menguap

"Dia memang seperti itu, tapi dia baik dan tak pernah mengecewakanku" dusta Adelaide sembari mengusap lembut butir – butir keringat yang menghiasi dahi anak lelaki itu

"Berarti, Your majesty mencintainya?"

Deg.

Gerakan tangan Adelaide langsung berhenti ketika ia mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh anak lelaki itu dengan polosnya, sebelum sebuah senyuman tipis menghiasi wajah wanita itu

"Apa kau mau ku peluk?" tanya Adelaide tiba – tiba sembari memegang lembut kedua sisi lengan mungil milik anak lelaki itu

"Mau!" ucap anak lelaki itu sedikit girang sebelum anak lelaki itu tiba – tiba menubrukkan dirinya ke dalam pelukan Adelaide

Adelaide merengkuh erat tubuh mungil milik anak lelaki itu. Hati Adelaide sedikit sakit ketika ia mendengar pertanyaan anak lelaki itu. Namun, Adelaide adalah Adelaide, ia tak akan pernah membagikan kesedihannya pada siapapun, ia hanya ingin membuat orang di sekelilingnya bahagia karena sampai kapanpun Adelaide tau jika dirinya ditakdirkan untuk tidak bahagia

AdelaideWhere stories live. Discover now