40. Disobedient

21.7K 2.6K 75
                                    

Adelaide melangkahkan kedua kaki jenjangnya dengan hati – hati ketika ia melewati sebuah daerah yang penuh akan lumpur. Tangan lentik wanita itu bergerak untuk mengangkat tinggi – tinggi gaun berwarna hijau lembut yang membungkus tubuhnya.

Saat ini, Adelaide ditemani oleh pelayan pribadinya, Maida, yang setia memayungi Adelaide agar kulit wanita itu tak dibakar oleh matahari yang siang ini terlihat sangat terik. Sesekali, Maida meringis ketika ia melihat percikan lumpur mengenai ujung gaun Adelaide.

Sungguh, Maida tak ingin membiarkan ratunya itu untuk melewati jalanan yang penuh lumpur seperti ini ketika mereka bisa menggunakan kereta kuda yang lebih nyaman, namun, seperti biasa, Adelaide tak pernah mengizinkan dirinya untuk ditemani siapapun kecuali Maida saat ia berkunjung ke tempat ini.

Adelaide menghela nafasnya dengan lega ketika wanita itu akhirnya berhasil melewati jalanan berlumpur yang berhasil membuat sepatu serta ujung gaun Adelaide ternoda. Tapi tak apa, semua itu tak berarti apapun bagi Adelaide ketika kedua netra emeraldnya berhasil menangkap gundukan tanah yang berada tak jauh dari posisinya berdiri saat ini

"Ibu, aku datang" gumam Adelaide sembari tersenyum bahagia ketika ia melihat gundukan tanah penuh rumput – rumput tinggi yang telah menjadi persemayaman terakhir ibunya selama 24 tahun belakangan ini

Dengan langkah ringan, Adelaide melangkahkan kedua kakinya mendekati gundukan tanah yang sudah dipenuhi oleh semak belukar serta rumput yang sudah meninggi. Siapapun yang melihat gundukan tanah itu pasti tau jika gundukan tanah itu tak pernah diperhatikan siapapun, bahkan, melihat keadaannya yang terlihat menyedihkan ini, pasti tak akan ada satupun orang yang percaya jika di dalam gundukan tanah itu bersemayam wanita yang telah melahirkan Adelaide, Ratu Kerajaan Shinia yang begitu diagung – agungkan

Adelaide menjongkokkan dirinya tepat di dekat gundukan tanah itu, tangan mulusnya bergerak untuk mencabut rumput – rumput tinggi serta semak belukar yang telah mengotori makam ibunya. Sedangkan Maida hanya bisa berdiri disamping Adelaide sembari memayungi ratunya itu agar sinar matahari tak membakar kulitnya yang seputih kapas itu. Sungguh, Maida ingin membantu ratunya itu, namun, ratunya itu selalu melarang Maida ketika Maida mulai mengulurkan tangannya untuk mencabut semak belukar yang ada di makam ibu ratunya itu

"Ibu, maaf. Beberapa hari ini, situasi istana lumayan kacau, sangat sulit bagiku untuk keluar dari istana dan mengunjungimu" adu Adelaide dengan tangannya yang bergerak dengan lincah untuk membersihkan makam ibunya dari semak belukar serta rumput – rumput tinggi

"Tetapi, hari ini, aku sedikit berterima kasih pada wanita simpanan Alexander, ia berhasil mengurung Alexander seharian di dalam kamarnya, jadi... aku memiliki kesempatan untuk bertemu dengan ibu" ucap Adelaide ceria sembari menampilkan senyum terlebar dan terlepas yang dimilikinya

Dalam diam, Maida menggenggam erat – erat gagang payung yang ada di tangan kirinya. Ia tau benar, ratunya itu tak pernah bahagia ketika berada di istana, senyum yang diberikannya kepada seluruh rakyat berbeda dengan senyum yang diberikannya pada makam ibunya.

"Ibu... saat ini, ibu sedang berada di surga atau di neraka? Ah... pasti di surga, selama hidup, ibu selalu menderita, Tuhan tak akan pernah tega membiarkan ibu menderita lagi setelah kematian ibu" ucap Adelaide sendu sembari menyiram makam ibunya menggunakan air yang telah dibawanya, tak terasa, gundukan tanah yang tadi tampak tak terurus itu kini sudah bersih dari semak belukar serta rumput – rumput tinggi

"Menurut ibu, bagaimana jika aku sudah wafat nanti? Apakah aku akan masuk surga atau neraka?" tanya Adelaide yang diakhiri dengan sebuah kekehan

"Pasti neraka" jawab Adelaide dengan sebuah senyum kecil di wajahnya

Wanita bernetra emerald itu mengahlihkan tatapannya dari gundukan tempat persemayaman terakhir ibunya menuju pada pelayan pribadinya yang senantiasa memayungi dirinya

"Berikan bunganya" ucap Adelaide pada Maida sembari mengulurkan salah satu tangannya kepada pelayan pribadinya itu

Dengan cepat, Maida menyerahkan rangkaian bunga bakung putih pada tangan Adelaide yang terulur padanya. Adelaide menerima bunga itu dan meletakkannya tepat disamping nisan batu milik ibunya. Adelaide mencetak senyuman puas ketika ia melihat makam ibunya sudah bersih dan kelihatan rapi

"Aku pergi, ibu. Semoga aku tidak melakukan kesalahan yang sama seperti kesalahan yang ibu lakukan dan... semoga aku bisa membawamu ke tempatmu berasal" ucap Adelaide sesaat sebelum wanita itu memutuskan untuk bangkit dari posisinya

Baru saja Adelaide hendak memutar tubuhnya dan bersiap meninggalkan makam itu, namun, Adelaide terhenyak ketika ia melihat pria tua yang memiliki warna yang sama dengan warna matanya sedang menatap Adelaide dengan senyum remehnya

Adelaide meremas gaunnya ketika ia melihat pria berumur itu yang berhasil membuat suasana hati Adelaide yang tadi membaik langsung memburuk.

"Dulu, aku bertanya – tanya, orang aneh mana yang sampai saat ini membersihkan makam seorang wanita yang telah dilupakan oleh kerajaannya sendiri? . Sekarang aku tau, ternyata, orang aneh itu adalah putriku sendiri" ucap ayah Adelaide sembari melangkahkan kedua kakinya mendekati Adelaide

Sebisa mungkin, Adelaide tetap memberikan tatapan datarnya pada pria bernetra emerald yang tak lain dan tak bukan adalah pria yang sudah ikut andil untuk menghadirkan Adelaide ke dunia gila ini

"Kau sangat berbakti, Adelaide. Apakah kau akan melakukan hal yang sama jika aku wafat nanti?" tanya ayah Adelaide sembari memiringkan sedikit kepalanya

"Tidak, Your majesty" jawab Adelaide dengan tegas dan cepat, sungguh, saat ini Adelaide tak ingin berurusan dengan ayahnya itu karena ayahnya selalu berhasil membuat Adelaide bertanya – tanya, apakah langkah yang telah diambil oleh wanita itu sudah benar atau tidak

"Durhaka" ucap ayah Adelaide ringan sebelum pria berumur itu terkekeh kecil

"Ck! Aku tak memerlukan kunjunganmu karena tanpa kunjunganmu, makamku juga akan selalu dipenuhi oleh orang – orang yang mengagumi ku dan mengagumi putriku"

Rahang Adelaide mengetat ketika ia mendengar ucapan ayahnya itu. Sungguh, Adelaide tak ingin memulai pertengkaran dengan ayahnya itu tepat di depan makam ibunya sendiri, namun Adelaide tak tahan lagi. Ia tak tahan untuk terus – menerus dijadikan sebagai alat untuk kepuasan ayahnya

"Tak bisakah kau berhenti untuk memanfaatkanku? Apa kau tidak sadar kalau aku benci padamu, Your majesty?" tanya Adelaide dengan emosi yang sudah meningkat naik

"Aku tak memanfaatkanmu, Adelaideku. Aku hanya menuntunmu untuk kehidupan yang lebih baik bagimu dan bagiku. Jika saja aku tidak menikahkanmu dengan Alexander yang Agung itu, kau pikir, apa kau bisa mendapatkan perhatian yang sangat besar dari rakyat seperti saat ini? Baik kau suka atau tidak, kau harus berterimakasih padaku, karena aku yang sudah membuka jalan bagimu sehingga kau bisa mendapatkan cinta dari banyak orang"

"Sampai saat ini, apakah kau mengerti, putriku?" lanjut ayah Adelaide sembari tersenyum miring

Adelaide menggigit bibir bawahnya kuat – kuat ketika ia mendengar ucapan ayahnya itu. Ucapan ayahnya itu benar dan untuk yang kesekian kalinya, Adelaide mulai meragukan keputusan yang telah diambilnya tanpa arahan ayahnya selama ini.

Untuk yang kesekian kalinya, Adelaide kembali merasa kecil dihadapan ayahnya yang sangat otoriter itu

Melihat Adelaide yang nampak cemas, kebahagiaan langsung membuncah di dalam hati ayah Adelaide. Jujur, ayah Adelaide sempat takut melihat perubahan dalam diri Adelaide selama beberapa bulan terakhir, putri semata wayangnya itu nampak mulai mencoba untuk lepas dari genggamannya. Namun untunglah, ia datang di waktu yang tepat dan ia berhasil kembali menggoyahkan pondasi putrinya itu

Ayah Adelaide melangkahkan kedua kakinya mendekati Adelaide dan ia menghentikan langkahnya tepat disamping Adelaide.

"Cepatlah kandung anak Alexander. Aku tak peduli jika dia melakukannya atas dasar cinta atau hanya sebatas pelampiasan nafsu semata. Kau perlu anak untuk mengamankan posisimu dan membawa Ibumu itu ke tempatnya yang seharusnya"

AdelaideWhere stories live. Discover now