34. Letter

22.5K 2.6K 218
                                    

Adelaide membaca buku strategi perang yang baru saja dibawakan Maida kepadanya beberapa jam yang lalu. Hari ini adalah hari ke-4 Adelaide hanya berdiam diri di dalam kamarnya dan tak menginjakkan kakinya kemanapun selain di kamarnya. Adelaide tak keberatan dan tak merasa bosan sedikitpun karena tubuh Adelaide yang masih lemah memang membutuhkan waktu istirahat yang cukup dan tak memungkinkan untuk melakukan tugas – tugas berat

"Maida, saat ini, apa His majesty masih ada di pengadilan?" tanya Adelaide tanpa mengahlihkannya pada buku ke 4 yang dibacanya hari ini

"Ya, Your majesty"

"Sepertinya, hari ini, permasalahan Shinia sangat banyak" gumam Adelaide sembari mengangguk – anggukkan kepalanya dengan gerakan pelan.

Setelah percakapan singkat itu, Adelaide kembali fokus untuk membaca buku yang saat ini ada di dalam genggamannya, namun sayang, fokus Adelaide itu langsung buyar ketika ia mengingat William, kekasihnya

Hari ini adalah hari ke 4 sejak kejadian tempat permandian itu terjadi dan Adelaide merasa jika hubungannya dengan William semakin merenggang. Dulu, mungkin Adelaide tak akan mempermasalahkan hal ini, namun mengingat saat ini dirinya dan William sudah saling menjalin kasih, entah kenapa, Adelaide dirundung rasa bersalah. Adelaide harus menjelaskan semuanya pada William

Namun mengingat saat ini Adelaide sedang ditahan di kamarnya sendiri, pasti tak akan mungkin bagi Adelaide untuk menemui William dan menjelaskan semuanya.

"Maida... tolong ambilkan aku kertas kosong" ucap Adelaide pada Maida yang berdiri tak jauh dari tempat Adelaide duduk saat ini

Maida mengangguk patuh sebelum wanita itu melangkahkan kedua kakinya untuk mengambil secarik kertas kosong untuk Adelaide.

"Ini, Your majesty" ucap Maida sembari menyodorkan secarik kertas kosong pada Adelaide

"Terimakasih" ucap Adelaide dengan sebuah senyuman kecil di wajah cantiknya.

Tanpa menunggu lama, tangan lentik Adelaide bergerak untuk mengambil quill, pena bulu, putihnya. Otak wanita itu bergerak dengan begitu cepatnya untuk merangkai kalimat – kalimat indah ketika ia memikirkan mengenai isi surat yang hendak diberikannya pada William.

Dengan senyum yang tetap mengembang, tangan Adelaide bergerak untuk mencelupkan quillnya itu ke dalam tinta sebelum Adelaide menulis di atas kertas kosong yang diberikan oleh Maida sebelumnya

Untuk Williamku.

William, kepercayaan adalah hal mendasar dari sebuah hubungan kasih sayang dan aku ingin minta maaf jika sikapku beberapa hari yang lalu mungkin sudah merusak kepercayaanmu padaku.

Sejujurnya, saat ini aku sangat ingin menemuimu dan mengatakan semuanya dengan gamblang, namun sekali lagi, aku meminta maaf, maaf karena aku belum bisa menemuimu. Meskipun begitu, kuharap, kau mau membaca surat ini dan mau mengerti tentang apa yang sudah terjadi

Sungguh, apa yang terjadi di tempat permandian His majesty beberapa hari yang lalu tak pernah terlintas di dalam otakku. Kami tak melakukan apapun disana, baik sebelum kau datang atau setelah kau pergi. His majesty hanya ingin membantuku untuk membersihkan diri, tentu saja aku menolak, namun His majesty terus memaksa hingga kejadian kurang menyenangkan itu terjadi

Aku tau, kau pasti kecewa padaku dan aku minta maaf untuk itu. Aku meminta maaf dari lubuk hatiku yang terdalam dan aku meminta maaf sebagai kekasihmu bukan sebagai sahabatmu, kuharap kau mau memaafkanku. Jujur, aku tidak suka dengan keadaan kita saat ini, aku tak terbiasa diabaikan olehmu.

Penuh kasih,

Kekasihmu

Adelaide menatap lembut secarik kertas yang sebelumnya kosong kini sudah diisi dengan tulisan tangan Adelaide yang tampak begitu indah.

AdelaideWhere stories live. Discover now