3. •Rumah tanpa oksigen•

Mulai dari awal
                                    

Jasmine hanya mengangguk tanpa mau membuat masalah lagi, ia berjalan melewati Aleo sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahinya.

Aleo hanya tersenyum miring. “Ini baru pertama, belum yang kedua, atau....nggak akan ada akhirannya.” Ujarnya kecil dengan tatapan yang tersirat senang.

Setengah jam berlalu, Jasmine yang telah usai memasak, langsung saja menyajikan beragam makanan itu ke atas meja, habisnya ia tidak tahu apa yang Aleo suka.

Lalu cowok itu datang seperti biasa dengan wajah datar dan aura dingin yang selalu saja membuat orang disekitarnya merinding ngeri.

Cowok berjaket denim itu duduk di meja makan panjang dengan santai.

“Hidangin.” Perintahnya singkat.

Jasmine pun melakukannya lagi tanpa keberatan. Ia mengambil satu buah piring beserta sendok dan garpunya. Lalu mengisi piring kosong itu dengan berbagai lauk yang telah ia buat.

Aleo segera menyantap makanan yang ada dihadapannya. Jasmine hanya diam, tubuhnya sangat lelah dan ingin remuk, kepalannya sakit karena tidak makan sedari pagi. Tubuhnya juga sangat bau, rambutnya lepek, ia pun sedikit menjauh dari Aleo, berharap lelaki itu tidak mual didekatnya.

“Makanan lo lumayan,” komentarnya membuat Jasmine tersenyum paksa, gadis itu hanya diam karena merasakan sakit di sekujur tubuhnya yang mulai melemah.

Aleo yang beranjak dari tempat duduknya lantas menatap Jasmine. “Sebelum gue pulang, lo nggak boleh tidur.” Tegasnya membuat Jasmine mematung.

“Denger nggak?!” tanya lagi dengan nada meninggi.

“I-iya Leo.” jawab Jasmine tanpa kesadaran penuh. Aleo yang mendengarnya langsung terdiam.

Nama yang sudah lama ia benci untuk disebutkan, kini disebutkan oleh gadis dihadapannya ini. Seluruh pelayan disana bahkan meneguk ludah kasar menatap mata tajam Aleo yang sudah nyalang.

Jasmine yang tersadar, menatap para pelayan termasuk Aleo yang diam menatapnya.

Apakah Jasmine melakukan kesalahan?

“Lo ngomong apa barusan?” Tanyanya yang terdengar menakutkan.

“Ak-aku ngomong 'I-iya Leo'.” Jawabnya merasa tidak ada yang salah dalam bahasa atau kata-kata yang ia lontarkan.

Aleo seketika naik pitam mendengar itu. Ia berjalan ke arah Jasmine dan menarik tangan gadis itu paksa.

“Aw! Ak-aku minta maaf, aku bener-bener nggak tau letak salah aku dimana.” Ringisnya pelan karena cengkraman Aleo yang begitu keras. Jasmine meminta maaf pada Aleo, dia bersumpah tidak mengetahui letak salahnya ada dimana.

Aleo menariknya menuju lantai atas, lebih tepatnya menyeretnya. Hal itu membuat Jasmine menangis sejadi-jadinya.

“Maaf Aleo,” ucap Jasmine berkali-kali kala Aleo tak juga melepas cengkramannya.

Seluruh orang dirumah itu hanya bergidik ngeri tanpa ada yang berniat membantunya. Jasmine tidak tahu saja, apa yang terjadi jika ia memanggil lelaki itu dengan sebutan Leo. Leo, nama yang membuat Aleo bisa menjadi seorang pemarah besar, bahkan tak segan-segan menyiksa lawannya.

Mereka berdua sampai dikamar Aleo, tidak, lebih tepatnya dikamar mandi laki-laki itu. “Ka-kamu mau ngapain Aleo?” Tanya Jasmine takut dan masih terus menangis, menahan rasa sakit yang berada di semua bagian tubuhnya.

Jujur Jasmine sangat takut dengan apa yang akan dilakukan lelaki dihadapannya ini.

Plakk!

Aleo menamparnya keras. Jasmine menoleh akibat tamparan itu, ia menangis, kenapa ia di tampar?

“Aleo, kenapa ka-kamu tampar aku?” Aleo tak menjawabnya. Tangan besar itu menarik jilbab putihnya kedepan, menampilkan Jasmine dengan rambutnya yang panjang berwarna hitam kecoklatan.

Jasmine tambah menangis, wajahnya sudah kacau. Tidak ada yang lebih buruk dari pada ini, dia terlihat seperti telanjang tanpa jilbab itu.

“Aleo...” lirih Jasmine menatap mata elang milik Aleo yang sudah membara bak api yang tersulut.

Aleo menjambak rambut belakang Jasmine. “Jangan sekali-kali lo panggil gue dengan sebutan kayak gitu!” Tegasnya membuat suaranya yang keras, bergema di kamar mandi itu.

“Aku nggak tau apa-apa Aleo, aku minta maaf.”

“Gue benci sama lo.” Bencinya lalu melepaskan tarikan rambutnya kasar. Laki-laki itu lantas membuka kran air disampingnya.

Air dingin itu mulai berjatuhan dari shower dan membasahi tubuh Jasmine. Gadis itu menangis, menahan sakit dan dinginnya air yang berjatuhan dari atas kepalanya itu. Sedangkan Aleo langsung pergi dari sana, menyisakan Jasmine yang sudah lemah dengan tubuh yang menggigil.

“Tolong,” teriaknya kecil pada siapapun, Jasmine benar-benar sudah terkulai lemas. Matanya buram, tubuhnya ingin remuk, kepalanya berat dan pada akhirnya tubuhnya ambruk seketika.

Dia lemah. Melati itu kembali layu karena terlalu banyak air yang disiramkan.

×××××

Udh nih, yuk vote dan komen dulu!

Jasmine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang