2. •Penawaran•

79.3K 8.8K 163
                                    

"Udahlah men, cewek itu bukan Viona doang kok. Masih banyak kali cewek yang lebih cantik dari dia," ujar Zaki menasehati Lio yang sedari tadi hanya diam sembari memainkan ponsel berlogo apel itu dengan wajah datar.

"Bener tuh kata Zaki. Cewek kayak Viona mah banyak kali, bukan satu doang." Timpal Viko membuat Lio menoleh dan menatapnya tajam.

"Lo nggak tau Viona, jadi diem aja." Sinisnya lalu melanjutkan aktivitasnya lagi.

"Semua gara-gara dia." Ucap Aleo yang sedari tadi juga diam. Ia terlihat sangat dendam dengan Jasmine, bagaimana tidak, Lio sahabatnya sangat sulit untuk didekati. Setelah menemukan orang yang Lio sukai justru perempuan itu malah menolaknya atas pengaruh Jasmine, yang tidak lain dan tidak bukan adalah sahabat perempuan itu sendiri.

"Bener sih, gue liat juga tadi Jasmine kayak ngasih kode gitu biar Viona nolak lo." Kata Zaki membenarkan.

"Belagu banget tuh cewek. Sok-sok-an." Seketika Viko juga ikut tersulut.

“Balas dendam sabi kali ya? Biar dia tau rasa." Usul Viko yang diangguki oleh Zaki.

"Nggak. Gue udah punya rencana, kalian liat aja." Viko dan Zaki saling bertatapan dan mengangkat bahu, masa bodoh dengan apa yang ingin Aleo lakukan, selagi itu tidak menganggu miliknya saja.

"Gue mau Viona bukan Jasmine, atau yang lain." Tutur Lio tiba-tiba membuat teman-temannya menoleh.

Laki-laki ini begitu terobsesi pada Viona, padahal Viona itu gadis culun yang biasa saja menurut Zaki dan Viko.

"Tenang aja, kita pasti bantu lo kok. Gue punya rencana," Zaki mendekatkan bibirnya pada telinga Lio, membisikkan sesuatu yang membuat laki-laki itu mengerutkan keningnya.

"Gila lo."

"Cuman ini satu-satunya cara, kalau nggak mau Viona pergi dari lo."

×××××

Seperti biasa, setelah pulang sekolah, Jasmine akan berjalan menuju rumah sederhana yang berada tak jauh dari tempatnya berjalan sekarang. Pagar kayu yang dicat hitam itu mulai terlihat sedikit rapuh, namun tak mengurangi keindahan rumahnya.

Walau dia bukan orang yang cukup secara finansial, namun Jasmine senang bisa hidup bahagia bersama keluarganya.

Ayahnya bekerja sebagai seorang sopir bemo. Dulu kehidupan Jasmine sangat harmonis, tapi berubah ketika ibu kandungnya meninggal. Perusahaan tempat ayahnya bekerja mengalami kebangkrutan, utang ada dimana-mana, belum lagi kehadiran ibu tiri yang amat membencinya.

Ayahnya sudah melamar kemana-mana, namun selalu ditolak. Tak membuat pria paruh baya itu menyerah, ayahnya lantas bekerja sebagai sopir bemo untuk sementara waktu, sampai dia menemukan pekerjaan layak.

Hubungannya dengan ibu tirinya amat sangat tidak baik, wanita itu selalu kasar, terlebih saat tidak ada ayahnya di rumah. Bahkan terkadang, ayahnya lebih percaya dengan ibu tirinya itu, ketimbang dirinya yang merupakan anak kandungannya sendiri.

Jasmine masuk kedalam rumah, namun ia mengerutkan kening, saat 2 buah mobil hitam besar berada di pekarangan rumahnya. Suara tangisan terdengar dari dalam sana membuat ia dengan cepat masuk ke dalam rumah itu.

Penampakan pertama yang ia lihat adalah ayah dan ibu tirinya yang berlutut sembari memohon pada seorang lelaki yang duduk santai di sofa rumahnya.

"Kami mohon, kasih kami beberapa waktu lagi untuk melunasi utang kami." Pinta Roni, ayah Jasmine sembari menangis dan menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Jasmine yang tidak kuasa melihatnya, menghampiri kedua orang tuanya. "Assalamualaikum. Ayah, ibuk, kalian kenapa?" Tanya Jasmine dengan raut wajah khawatir.

Jasmine Where stories live. Discover now