13. How?

86 11 0
                                    

Suara tangisan memenuhi ruangan bercahaya minim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara tangisan memenuhi ruangan bercahaya minim. Rasa takut dan tak berdaya dengan tubuh terikat satu sama lain. Satu wanita yang menjadi korban mencoba menenangkan anak-anaknya.

Di depan mereka, pria dengan kepulan asap rokok menatap tajam ke arah depan. Dia membuang putung rokok tersebut, lalu menghampiri wanita tadi.

"Janee, kau tahu, kau dan anak-anak asuhmu akan berakhir jika  anak itu tidak datang menemuiku. Oh, aku juga akan mengakhiri hidupnya." Suara tawa jahat menggelegar di satu ruangan. Pria itu kembali menatap tajam.

"Anak itu adalah ancaman bagiku. Dia harus mati. Dia harus bernasib sama seperti kedua orang tua kandungnya."

Mendengar kalimat itu, Janee biasa saja. Ketakutan dalam dirinya dia sembunyikan dengan baik. Dia tahu, perihal ini. Saat menemukan anak itu, terdapat sepucuk surat. Tak aneh jika pria di depannya berkata seperti tadi.

"Kau serakah akan harta. Kau melakukan segala cara untuk mendapat kesenangan di dunia. Kau adalah iblis kejam yang telah membunuh orang tua kandung Val!" tekan Janee. Namun itu tak membuat si pria marah, justru malah tertawa keras.

"Ya, ya. Tak heran jika kau sudah tahu. Benar, aku memang melakukan segala cara untuk mendapat kesenangan di dunia. Tak peduli jika harus mengorbankan nyawa seseorang."

Janee mendecih. "Biadab!"

•••

"Ada apa ini?"

Baru saja Velix ingin menemui Vee karena merasa khawatir, tapi dia sudah disuguhkan pemandangan yang sangat kacau. Dia berada di depan rumah Vee, kakinya membawa masuk ke rumah besar itu. Matanya menelisik tiap inci ruangan. Sangat berantakan, bahkan ada bercak darah di mana-mana.

Velix naik ke lantai dua, tidak ada siapapun. Mencari ke seluruh ruangan, percuma saja. Rumah ini sangat sepi dan jauh dari kata rapih. Dia keluar dari rumah menghampiri motornya yang terparkir di depan.

Tangannya mengambil ponsel di kantung jaket. Dengan cepat dia menghubungi Vee. Namun, sayangnya ponsel Vee tak akti6. Dia terus mencoba sampai tiga kali, percuma rasanya. Akhirnya dia menghubungi temannya.

"Halo."

"Azrel, kau sudah selesai dengan tugasmu?"

"Sudah. Kenapa?"

"Ada yang ingin kubicarakan. Kau bisa datang ke rumah Vee?"

"Baiklah, aku segera ke sana."

Sambungan terputus, Velix tinggal menunggu Azrel. Dia terus merenung, perasaannya khawatir karena Vee menghilang entah ke mana. Dia sudah menduga kalau Vee dibawa seseorang.

Mr. Psycho (Hiatus) Where stories live. Discover now