8. Worried

169 17 4
                                    

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Gelapnya malam begitu menyeramkan. Angin menerpa wajah keempat manusia yang tengah berkumpul di roof top. Hawa begitu mencekam.

Setelah kejadian beberapa menit lalu, Vee tak diizinkan pergi. Layaknya ia menjadi tahanan ketiga lelaki yang tengah menatapnya. Vee hanya bisa menunduk pasrah. Keadaan seperti ini membuatnya gelisah.

Jika tahu kejadiannya akan seperti ini, Vee akan mengurungkan niatnya untuk datang ke markas para pembunuh. Maksudnya, para lelaki tampan yang diam-diam merangkap sebagai pembunuh malam.

"Aku ingin pulang," cicit gadis itu.

Tidak ada satupun yang menjawab. Saat itu juga, Diaz dan Rigel hanya bisa menunduk, sedangkan Val menatap tajam ke arah dua temannya itu.

"Pantas saja semua mangsa tertidur. Ternyata ini ulah kalian," ucap Val membuat Diaz dan Rigel mendongak.

Rigel menggeleng cepat. "Bukan! Bukan aku yang membius mereka. Tapi Diaz yang melakukannya."

"Kau ini!" geram Diaz.

"Lagi pula ... ini semua bukan rencanaku. Diaz yang membuat rencana gila ini. Aku sudah memperingatinya, tapi dia tidak mau dengar." Sungguh kali ini Diaz ingin sekali merobek mulut comel Rigel.

"Tapi kau juga terlibat!" balas Diaz kesal.

"Sudah ku bilang, jika terjadi apa-apa, aku tidak mau ikut-ikutan!" sembur Rigel.

"Diam, kalian!" sentak Val.

Seketika hening. Mulut Diaz dan Rigel terkunci. Jika Val sudah marah, akan sangat menyeramkan. Begitu juga tangan Val yang tengah memegang pisau kunai kesayangannya.

Val mengembuskan napasnya. Kesabarannya masih cukup untuk menghadapi kedua temannya yang teledor itu. Kalau kesabarannya habis, sudah dipastikan, Diaz dan Rigel akan pulang tinggal nama.

Di sisi lain, Vee hanya bisa menyaksikan ketiga lelaki tampan itu. Ingin sekali rasanya bertanya sesuatu pada salah satu dari mereka, tapi keberaniannya terkalahkan oleh ketakutan. Tentu, bagaimana kalau ia salah bertanya? Khawatir bahwa Vee akan terbunuh oleh ketiga lelaki itu.

"Katakan, apa yang ingin kau tanyakan," kata Val tiba-tiba.

Vee tersentak. Apa lelaki itu bisa membaca pikirannya? Sungguh menyebalkan. "A-apa kalian su-sudah lama melakukan hal ini?" Gadis itu bertanya penuh kehati-hatian. Ia tak mau pertanyaannya dapat menyinggung.

"Melakukan apa?" tanya Val balik.

"Pembunuhan," jawab Vee pelan.

"Sudah lama."

Tiba-tiba Vee berdiri. "Kenapa kalian melakukannya? Bukankah itu akan membuat kalian masuk penjara?" Gadis itu melupakan siapa yang tengah dihadapinya. Rasa penasarannya lebih tinggi dibandingkan rasa takutnya.

Mr. Psycho (Hiatus) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora