Usai klarifikasi yang menghebohkan CANTAKA tadi dan drama permintaan maaf anak-anak yang telah menghujat Gista tadi. Gista dan Ganes dipanggil ke ruang kepala sekolah untuk membahas kelanjutan hukumam untuk cewek tersebut.

Keputusan dari kepala sekolah telah final dan tidak bisa diganggu gugat. Gista akan tetap diskors, tetapi masa skors dikurangi satu minggu. Skors selama dua minggu tersebut sebagai hukuman karena telah memukuli Danar dengan masih mengenakan almamater sekolah yang memicu pencemaran nama baik. Juga karena perbuatannya tersebut dianggap sebagai tawuran.

Tidak ada tambahan skors lagi karena para orangtua murid yang tadi sebelumnya menelepon pihak sekolah agar mengeluarkan Gista kini sudah mengetahui duduk perkaranya. Mereka sudah meminta maaf pada pihak sekolah karena telah ikut menyebarkan berita miring mengenai CANTAKA.

Untuk Danar sendiri pihak sekolah memberinya skors selama tiga minggu karena Danar telah mencemarkan nama baik sekolah dengan melecehkan seorang siswi CANTAKA. Akan tetapi, orangtua Danar yang mengetahui keputusan tersebut langsung meminta cuti terhadap anaknya selama satu bulan untuk masa pemulihan.

Ganes ingin protes. Karena itu sama saja Danar tidak diskors, tapi izin sekolah. Seharusnya Danar diberi hukuman lain. Namun, apalah daya Ganes dia tidak bisa mengubah keputusan kepala sekolah. Ditambah Danar itu adalah anak sang Donatur tetap di CANTAKA.

"Mana kuncil mobil lo. Biar gue anter pulang," ucap Ganes pada Gista begitu  keduanya sampai di depan kelas sebelas IPS 1.

Merogoh saku alamamaternya Gista lantas melempar kunci mobilnya yang tadi sudah di kembalikan oleh Anara pada Ganes. Setelah Gista mengambil tas di dalam kelas. Keduanya pun menuju parkiran khusus mobil yang terletak di samping kiri parkiran motor SMA CANTAKA.

Sepanjang perjalanan Gista hanya menatap keluar jendela. Tidak berbicara apaapun pada Ganes. Membuat cowok itu mengernyitkan dahinya.

"Sariawan lo," celetuk Ganes yang memfokuskan padangannya ke depan.

"Nggak."

"Terus?"

"Nggak papa."

"Masih mikirin masalah tadi?" tanya Ganes melirik Gista.

"Hm."

"Kan, masalahnya udah clear, Gis. Nama baik CANTAKA juga bakalan kembali."

CANTAKA memang bukanlah sekolah biasa. CANTAKA adalah sekolah elite. Setelah video klarifikasi Gista tadi juga viral. Pihak sekolah sudah mengutus beberapa orang untuk mengatasi masalah tersebut. Mulai dari mengurus beberapa media yang menyebarkan berita miring, dan meminta akun-akun sosial media gosip menghapus berita tersebut.

"Udahlah, Gis. Yang lalu biarlah berlalu. Sekarang mari berhalu aja. Baca cerita di wattpad atau novel sana. Biasanya lo juga baca wattpad kalo lagi di mobil."

Sudah menjadi kebiasaan Gista jika cewek itu berada di dalam mobil ia akan membaca cerita di wattpad atau novel.

Enggan menjawab karena masih memikirkan hal lain. Gista memilih membuang wajahnya ke jendela. Menatap lalu-lalang kendaraan yang melintasi kota metropolitan siang ini.

"Nes," panggil Gista tanpa menoleh setelah beberapa menit bergeming.

"Hm."

"Apapun yang terjadi. Ada yang bantu gue apa enggak. Gue tetap mau cari tahu siapa pelaku pemerkosaan itu."

***

Setelah Ganes kembali ke sekolah dengan di antar oleh Wira karena cowok itu tadi berangkat mengendari motor. Gista langsung masuk ke kamar. Melempar tasnya asal ke atas kasur. Dan mengempaskan tubunya begitu saja.

Matanya menatap kosong langit-langit kamarnya yang berhiaskan stiker bintang berwarna biru di plafon-nya. Otaknya kembali merekam apa yang Ganes katakan di mobil tadi.

"Gis, lo yakin masih mau cari siapa pemerkosa Kanaya?"

Gista mengangguk tanpa suara.

Ganes menghela napasnya. "Tapi, udah setahun lo nyari petunjuk. Sampe sekarang lo cuman nemuin  sobekan kertas itu. Ini pasti bakalan sulit, Gis. Kejadiannya juga udah lama banget."

"Sulit bukan berarti enggak bisa ditemukan, kan, Nes?"

Terjadi keheningan beberapa saat. Sebelum Ganes kembali berbicara.

"Gis mendingan lo nggak usah nyari tahu siapa pelakunya lebih jauh lagi. Gue nggak mau lo nantinya malah dalam bahaya. Berdamai aja sama semuanya," saran Ganes.

Gista langsung menoleh ke arah Ganes.

"Udah satu tahun lo nyari petunjuk. Yang lo temuin cuman kertas bertuliskan "I Hate Balapati". Itu cuman kertas, Gis. Belum tentu maksud Kanaya nulis itu karena si pelaku itu anggota Balapati. Kita nggak ada yang tahu apa maksud tulisan itu."

"Tapi, gue yakin banget, Nes. Tulisan Kak Naya itu pasti ada hubungannya sama ini semua. Pelakunya pasti anggota BALAPATI?"

"Tapi, siapa? Siapa anggota Balapati yang deket sama Kanaya?" Ganes bertanya tanpa mengalihkan fokusnya pada jalanan di depan.

"Balapati yang deket sama Kanaya cuman Mahen sama Bang Wira," ucap Ganes.

"Dan juga gue," lanjutnya lirih.

"Kalau tersangka itu emang anak Balapati apa yang bakalan lo perbuat Gis. Gue yakin lo nggak kepikiran buat jeblosin dia ke penjara karwna itu nggak akan bikin lo puas. Prinsip lo itu nyawa dibalas dengan nyawa. Kalau lo nekat nyelakain dia lo sama aja nyelakain keluarga lo sendiri. Balapati itu didirikan sama bokap lo sendiri. Mereka selama ini juga udah bantu jagain lo. Jagain kita semua di rumah ini."

"Gue tetep bakalan cari tahu siapa pelaku itu, Nes. Gue nggak bisa tenang  kalau belum bisa balas semua perbuatannya yang udah bikin gue kehilangan orang yang gue sayang."

Ganes tidak menyahuti ucapan Gista. Dia bergeming. Memikirkan sesuatu hal yang lain.

"Tapi, coba lo pikir sekali lagi, Gis. Balapati itu yang bangun dari nol bokap lo sendiri. Kalian itu keluarga Balapati. Enggak mungkin ada anggota Balapati yang berani ngerusak anak pendiri geng itu sendiri," papar Ganes yang membuat Gista memikirkan hal itu.

"Gis. Lo berdamai sama semuanya? Lo buka lembaran baru di hidup lo. Gue pengin lihat lo bahagia tanpa bayang-bayang masa lalu yang akan semakin menambah kebencian lo," pinta Ganes saat mobil mereka sampai di halaman rumah.

Tersadar dari lamunannya mengenai percakapannya dengan Ganes. Gista mendudukkan tubuhnya ketika mendengar suara derum mobil dari halaman depan.

Bagkit dari kasur cewek yang masih mengenakan seragam sekolah itu menyibak sedikit gorden pintu kamarnya yang menghubungkan langsung dengan balkon. Mendengus ketika ia tidak bisa melihat apa-apa. Lantas, membuka pintu dan berjalan menuju balkon.

Matanya berbinar ketika melihat seorang perempuan parubaya dengan rambut gelombang tengah mendorong seorang perempuan di kursi roda.

"Tante Wina! Mama!"

-----GISTARA-----
Batas antara halu dan nyata

GISTARA (END) Where stories live. Discover now