Janu memberengut mendapati respon kedua temannya yang tidak seperti yang ia harapkan. Memang benar apa kata pepatah bahwa tak semua rencana itu berjalan sesuai ekspektasi.

"Nggak pantes, Jan," tambah Magenta yang berusaha meredakan tawanya.

Janu mengabaikan keduanya memilih menyandarkan tubuhnya ke dinding.

"Terserah lo berdua deh."

Bianca bersama ciwi-ciwinya yang berdiri di dekat pembatas lantai dua menatap tak suka ke arah Janu yang sejak pagi memuji Gista. Cewek itu sedang bad mood karena petisi yang telah ia buat semalaman untuk mendepak keluar Gista dari CANTAKA gagal total. Padahal, sudah banyak yang menandatangani petisi tersebut. Kecuali, anak-anak yang ikut BALAPATI saja yang tidak mau menandatanganinya.

"Ck! Susah banget sih ngelenyapin dia dari muka bumi ini," decak Bianca lirih yang hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.

Kasak-kusuk mengenai Gista memang mulai menghilang semenjak gadis itu mengklarifikasi semuanya di lapangan beberapa menit yang lalu. Sebenarnya mereka berhenti julid pada kasus Gista bukan karena klarifikasi itu. Lebih tepatnya pada ancaman Gista sebelum gadis itu  meninggalkan lapangan.

Siapa yang mengusik ketenangannya yang yakni keluarga Balapati sama halnya dengan dia mengusik dirinya sendiri. Hal itu sontak membuat mereka bergidik. Apalagi anak-anak yang sudah telanjur menandatangani petisi agar Gista dikeluarkan dari sekolah. Mereka langsung berbondong-bondong meminta maaf pada gadis itu karena telah salah paham dan meminta pihak sekolah untuk mengabaikan petisi yang mereka tanda tangani.

"Gini nih kalau sok-sok an pengin menegakkan kebenaran, tapi enggak tahu mana yang bener mana yang salah," komentar Janu yang menyaksikan beberapa murid tengah mengejar Gista di koridor lantai dua untuk meminta maaf pada cewek tersebut .

Manggala dan Magenta yang duduk di kursi depan kelasnya hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Mereka juga ikut menonton teman-temannya khususnya yang cewek tengah berebut meminta maaf pada Gista.

Sementara, cewek berkuncir kuda itu sudah seperti artis yang tengah dikerubung para fans-nya. Dia yang hendak berjalan menuju kelasnya saja  harus dikawal oleh anak-anak BALAPATI dari kelas dua belas atas permintaan Ganes si sekertaris BALAPATI. Hal itu Ganes lakukan untuk melindungi Gista dari serbuan mereka.

"Lagian keluarga BALAPATI kok dilawan," imbuh Janu yang lalu ikut mendudukkan pantatnya di sebelah Manggala.

Cowok berambut klimis itu mengalihkan pandangannya pada Manggala yang tiba-tiba bergeming. Pandangan cowok itu seakan kosong.

Tidak biasanya cowok itu diam seperti ini. Manggala bukanlah tipe cowok irit bicara seperti Magenta.

Apa jangan-jangan cowok itu tengah buang angin?

Di mana-mana orang kalau buang angin pasti diem-diem aja, kan? Terus tiba-tiba aja kecium bau khas penyubliman dari dalam tubuh manusia yang semriwing-semriwing gitu, batin Janu menggeser duduknya sedikit menjauh dari Manggala. Lalu, menutup hidungnya dengan tangan.

Dalam hitungan ketiga Janu yakin bau penyubliman itu pasti akan mulai tercium.

Satu. Masih aman.

Dua. Harus waspada.

Tiga. Manggala menoyor kepala Janu dengan keras. "Gue nggak kentut goblok!"

***

Dengan helaan napas lega seorang cowok berparas tampan keluar dari ruang kepala sekolah. Yanga lalu disusul seorang  cewek berkuncir kuda dengan wajah kusutnya.

GISTARA (END) Where stories live. Discover now