Kejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya.
Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
"Ra, supir angkot yang mana? Bilang sama gue," ulang Gista.
Anara bingung. Di takut kalau menjawab dan menunjukkan ciri-cirinya nanti Gista akan menghajar supir angkot itu. Ya, gagapa sih Anara senang biar si supir kapok enggak genit lagi sama cewek. Tapi, kalau supirnya kenapa-napa, kan, bisa riweuh urusannya.
"Emmm... itu, Gis. Yang... yang brewok. Iya yang brewok sama kumisnya tebel."
Gista mengangguk. Dia mengeluarkan kunci mobil dari dalam tasnya. Melemparkannya pada Anara. Dengan sigap cewek dengan rambut dikepang satu itu langsung menangkapnya.
"Bawa aja mobil gue. Nggak usah naik angkot lagi," ucap Gista membuat Anara mengernyitkan dahi.
Gista ini rada apa gimana sih? Masa iya punya mobil disuruh bawa temennya, tapi dia sendiri malah pilih jalan kaki.
"Lah, lo gimana sih Gis? Masa iya lo pulang jalan kaki sementara mobil lo gue yang bawa."
Anara sih senang aja disuruh naik mobil. Selain parno naik angkot. Dia jug sudah lama tidak naik mobil. Mobil yang dulu ia pakai gantian dengan sang kakak. Kini telah diambil alih kakaknya yang kuliah di luar kota. Sementara, dua mobilnya digunakan papa dan mamanya ke kantor. Mereka berangkat sendiri-sendiri karena kantornya berbeda. Mau minta lagi katanya nunggu dua bulan lagi biar umurnya genap tujuh belas tahun. Jadi, ya Anara memilih naik motor saja daripada harus diantar jemput. Nanti bakal ribet urusannya kalau dia mau melipir saat pulang sekolah.
"Lo mau pulang naik angkot? Terus digrepe-grepe sama supirnya?" Gista berdiri. Menumpukan ranselnya di pundak kanan.
Anara menggeleng.
"Yaudah. Pake aja nggak usah banyak omong."
Gista mendekat. Menepuk pundak Anara pelan. "Kalau lo bakal selalu ada buat gue. Gue juga bakal selalu ada buat lo, Ra. Youre is my bestie."
Setelah mengucapkannya Gista berjalan keluar kelas. Anara kehilangan kata-kata di tempatnya.
"Ih, Gista sweet banget sih. Coba aja dia cowok udah gue gebet deh," ujarnya menatap punggung Gista yang menghilang di balik pintu.
Gista melangkah santai melewati lapangan tempat di mana anak PMR tengah berbaris. Beberapa pasang mata mengarah padanya. Ada yang menatapnya takut. Ada pula yang menatapnya kagum.
Para junior cowok yang belum mengenal Gista sudah pasti terkagum-kagum dengan wajah cantiknya yang natural dengan make up tipis. Juga dengan tatapan matanya yang tajam. Mereka berpikir kalau Gista ini tipe cewek judes yang susah dikejar. Namun, bikin penasaran. Mereka tidak tahu jika Gista bukan hanya susah dikejar. Namun, juga tak tergapai. Cewek itu begitu misterius.
Gista tidak memedulikan pandangan mereka. Dia menatap lurus ke depan tanpa tolah-toleh. Langkahnya pelan, tapi begitu pasti.
Sampai di luar. Matanya menajam. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri mengamati setiap angkot yang lewat. Mencari yang mirip dengan yang Anara maksud.
Gista terus berjalan sampai akhirnya ia menghentikan langkah tak jauh dari sebuah warung yang kini tampak sepi.
Warung Mbah Jenderal. Begitulah anak SMA CANTAKA menyebutnya. Warung yang letaknya tepat berada di samping sekolah. Warung itu adalah warung legendaris anak CANTAKA yang telah turun temurun dijadikan tempat favorit nongkrong mereka saat jamkos, bolos pelajaran, colut dan pulang pagi.
Gadis itu menarik sudut bibir kirinya membentuk sebuah seringai tipis. Pandangannya terpusat pada seorang cowok yang masih mengenakan seragam sekolahnya, celana berwarna cream dan kemeja putih yang dilapisi jas berwarna navy. Cowok itu duduk di atas motor ninjanya seraya memainkan ponsel. Mata tajam Gista kini bak elang yang siap menerkam mangsanya.
"Siapa suruh lo berusaha ngelecehin gue, Danar. Mungkin. Lo tadi menang karena keroyokan. Dan udah bikin gue ketakutan. Tapi, itu tadi. Sekarang giliran lo yang bakal gue bikin ketakutan. Cowok berengsek dan pecundang kayak lo emang harus dikasih pelajaran."
Gista telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak ketakutan ketika berada dalam situasi seperti tadi. Yang orang kenal selama ini adalah dirinya yang pemberani.
Danar yang tengah fokus dengan ponselnya dikejutkan oleh kedatangan Gista. Cewek itu melipat kedua tangannya di depan dada. Berjalan santai, namun tatapannya tajam dan penuh intimidasi.
Danar celingak-celinguk ke kanan dan kiri.
Sial. Teman-temannya belum datang. Warung masih sepi. Hanya ada dirinya dan penjual warung saja, Mbah Sudirman. Yang namanya diplesetkan anak-anak CANTAKA terdahulu menjadi Mbah Jenderal.
Danar meneguk ludah. Dia membayangkan kejadian satu tahun lalu ketika Gista membuatnya masuk rumah sakit. Tadi pagi ia bisa menang karena keroyokan dan memukul Gista dari belakang. Sekarang apa lagi yang bisa ia lakukan untuk melawan si singa betina CANTAKA ini.
Danar melompat turun dari motor ninjanya. Berdiri berhadapan dengan Gista. "Lo mau apa? Nggak ada takut-takutnya lo ya sama gue?"
Cowok itu melirik kanan kiri. Mencari celah untuk kabur dari Gista. "Lo nggak liat ni tempat sepi. Nggak ada orang. Nggak takut lo gue apa-apain. Atau... " Danar memiringkan kepalanya. Lantas, menaikkan sebelah alisnya. "Lo emang mau nyerahin diri lo ke gue."
Danar pikir Gista akan ketakutan. Namun, ia salah. Gista masih berdiri di tempat dengan tatapan yang sama, tajam. Mata Gista kini melirik ke arah kanan.
Sebuah angkot berwarna biru yang berhenti di depan warung Mbah Jenderal.
Warung Mbah Jenderal memang memiliki tempat parkir yang luas. Bahkan, ada tempat parkir yang berada di belakang warung. Yang sangat memudahkan anak-anak CANTAKA untuk memarkirkan motornya ketika terlambat sehingga mereka bisa leluasa masuk sekolah tanpa ketahuan guru BK melalui pagar samping. Mereka akan memanjat pagar melalui pohon mangga yang tepat berada di luar pagar sekolah. Pohon mangga itu milik Mbah Sudirman. Yang tidak ditebang karena atas permintaan anak-anak CANTAKA.
Seorang lelaki bertubuh tambun dengan kumis dan brewoknya yang tebal turun dari angkot. Matanya yang belok jelalatan dan secara terang-terangan memerhatikan Gista dari atas ke bawah dan sebaliknya.
Gista makin menarik sudut bibirnya ke atas. Sekali mendayung dua pulau terlampaui. Sekali beraksi dua mangsa akan ia taklukan.
Gista akan memberi pelajaran pada dua laki-laki yang nyaris saja melecehkan seorang perempuan. Siapkan saja mental kalian untuk melihat kebrutalan seorang Gistara Arabhita.
Lihat saja! Besok sebuah berita besar akan menggemparkan CANTAKA dan sekitarnya.
----- GISTARA ----- Batas antara halu dan nyata
Ini visualnya Anara Leuwista
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.