Yang Manggala baca waktu sebenarnya adalah puisi milik sang maestro idolanya, Sapardi Djoko Damono, dengan judul 'Hujan Bulan Juni'.
Kebetulan bulan ini adalah bulan juni dan siang itu langit tengah mendung dan gerimis turun kecil-kecil sebelum ia membacakan puisi tersebut. Jadi, Manggala memilih puisi tersebut untuk ia bacakan di depan para peserta MPLS.
Beginilah puisinya.
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Karena pembawaan Manggala yang cool, tapi terkesan romantis. Membuat para betina CANTAKA heboh dengan sendirinya. Seolah puisi yang Manggala bacakan itu tertuju padanya.
Seorang cewek berkuncir kuda yang kebetulan juga baru datang terkekeh melihat pemandangan tersebut.
"Norak banget sih," cibir Gista yang memerhatikan punggung Manggala yang mulai menjauh. Sementara, siswa-siswi kelas sepuluh masih berjingkrak-jingkrak karena sapaannya dibalas oleh Manggala.
Gista menggeleng samar kemudian melanjutkan langkahnya yang tertunda menuju kelas XI-PS 1 yang berada di lantai dua.
Kalau bukan karena adik kelasnya itu menghebohkan masa sehingga menutup jalan di koridor. Gista sekarang pasti sudah berada di dalam kelas. Tidur nyenyak berbantal novel diiringi ocehan Anara yang bagai dongeng pengantar tidur anak-anak.
Manggala yang baru saja memasuki kelas langsung disambut oleh sahabatnya, Janu. Nama lengkapnya Janu Bayanaka. Cowok dengan gaya khas rambut klimisnya itu berlari menghampirinya seraya membawa ponsel mahalnya.
"Manggala! Anjir! Gila! Bangsat!"
Manggala menggeplak kepala Janu yang justru mengumpatinya itu. Salah apa dia sampai-sampai begitu datang langsung diumpati seperti itu.
"Sakit bego!" ringis Janu mengusap kepalanya yang berdenyut nyeri.
"Lagian dateng-dateng malah diumpatin. Mau gue karungin lo terus gue jual ke tukang loak ujung sana?"
Janu terkekeh. "Hehe... sorry, Brother. Gue nggak maksud ngumpatin lo kok. Gue cuman seneng aja karena video pembacaan puisi lo waktu itu yang gue unggah ke tiktok sekarang fyp. Tadi gue lihat videonya lewat di berandanya si Iyem."
Iyem itu teman sekelas Janu. Nama aslinya Yemy. Namun, Janu malah mengubahnya menjadi Iyem. Katanya itu panggilan sayangnya untuk Yemy.
Manggala mendorong dahi cowok itu dengan telapak tangannya. "Kalau lagi seneng itu bersyukur. Berterima kasih sama Tuhan. Jangan pas butuh doang ingetnya. Kayak temen bangsat aja. Gilirian butuh dateng pas udah seneng ngilang. Juga jangan ngumpat, bego!"
Bukannya marah karena tubuhnya terdorong ke belakang. Janu malah terkekeh lagi. Dia senang ketika Manggala memberinya ceramah. Hatinya merasa adem telah diingatkan oleh cowok itu. Janu jadi kepikiran untuk menjadikan Manggala sebagai imamnya. Imam salat duha nanti maksudnya.
Selain good loking, Manggala memang bijak. Ya, walaupun Manggala sendiri juga sering mengumpat. Akan tetapi, Manggala itu bisa menempatkan posisinya. Suatu waktu dia bisa sangat bijak. Suatu waktu lagi dia bisa bobrok. Lain waktu lagi ia bisa menjadi badboy dan fuckboy.
YOU ARE READING
GISTARA (END)
Teen FictionKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 3
Start from the beginning
