Ilma kembali tersenyum ketika matanya kembali melihat tinta merah di atas kertas ulangannya itu.

Dia kemudian bergerak meraih ponselnya di tas, lalu memfotokan hasilnya untuk di kirim ke Bubu.

Ilma : sent a picture

Ilma : Gue tunggu hadiahnya:)

__

Ilma : Gue tunggu hadiahnya:)

Ilma : Bu, lo takut gue pintain hadiah? Mangkanya nggak aktif hah?

Ilma : Beneran takut nih orang

Ilma : Ck, gue nggak jadi minta hadiah deh. Yang penting lo on lagi

Ilma : Besok gue ulangan fisika, lo nggak mau bantu gue?

Ilma : Lo kemana sih? Sibuk banget ya Sampe nggak bisa on

Ilma : Tadi gue ketemu lagi sama Rendy? Lo inget Rendy kan? Cowok brengsek itu loh, yang cuma manfaatin gue. Gedek banget gue liat mukanya. Menurut lo, gue harus gimanain tuh orang?

Ilma : Tadi gue suruh maju buat ngisi soal Kimia. Degdegan Gila, tapi untungnya bisa hihi. Sekarang Ilma udah jadi Queen of Chemistry

Ilma : :(

Ilma : BODO LAH, GUE MARAH YA SAMA LO

Ilma menatapi layar ponselnya yang memperlihatkan roomchat yang seharusnya di isi dua orang itu. Tapi hanya ada pesan-pesan yang dia kirim tanpa ada balasan dari orang itu.

Boro-boro balasan. Orang itu bahkan nggak aktif semenjak dua Minggu yang lalu. Ngeselin.

Ilma mengusap wajahnya yang berair. "Dia campakkin gue kayak mereka yang biasa mereka lakuin ke gue."

Ilma berdecak. "TERUS NGAPAIN NGAJAK-NGAJAK TEMENAN SEGALA KALO GINI CARANYA!" Ilma berteriak emosi. Wajah cewek itu memerah, dengan dua tangan mengepal.

Ilma merasa kecewa, juga sedih bersamaan. "Kenapa buat gue gini sih, hah? Mending lo nggak usah ada aja dulu!"

Kenapa Ilma semudah itu nyaman sama orang lain? Padahal, Ilma tidak tau orang itu benar-benar peduli atau tidak dengannya, Ilma bahkan tidak tau muka orang itu.

Ilma meremas ponsel yang ada di tangannya. "Gue pengen tau lo siapa."

"Alasan lo bantu gue karena apa?"

"Kenapa lo baik banget sama gue? Kenapa peduli banget sama gue, kalo akhirnya lo juga ninggalin gue?"

"Apa lo baru tau kalo orang yang lo bantu itu lama-lama jadi beban lo? Mangkanya lo nyerah? Terus ngilang dari hidup gue?"

Air mata Ilma akhirnya meluruh. Dia jadi menyalahkan dirinya sendiri. Cewek itu lalu merunduk lagi, mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Ilma : Maaf kalo selama ini gue ngerepotin lo. Gue nggak bakal chat lo lagi.

Ilma : Thanks

__

Seminggu setelahnya.

"Tan, gue belum selesai gambarnya," ujar Ilma, melihat Intan masuk ke kamarnya.

"Nggak papa, gue ke sini bukan nanyain gambarnya kok, Ma, gue sadar ya kan gue minta tolong hehe," ujar Intan sambil cengengesan.

Gadis rambut sebahu dengan hoddie hitam itu tiduran di atas tempat tidur Ilma dengan santainya.

Ilma mengernyitkan dahinya, lalu memutar kursi belajarnya ke belakang, untuk melihat cewek itu. "Terus mau ngapain?"

Intan mengedikkan bahunya satu kali. "Main? Gue bosen di rumah terus."

Ilma mendengus, lalu menaikkan kacamata minus-nya untuk fokus lagi pada gambar di depannya.

"Ma, lu pinter banget gambar. Kenapa nggak ikutan ekskul seni sih? Atau nggak, ya, ikutan mading gitu?" Intan melirik kamar Ilma yang dindingnya penuh dengan gambar doodle.

Cewek ini sangat kreatif, membuat Intan tanpa sadar membuka mulutnya, kagum.

"Nggak tertarik, males, or anything else," jawab Ilma, lalu meraih pensil warnanya, membubuhkan warna hijau di sana.

"Sayang banget padahal. Kalo bikin komik, lo kayaknya bisa loh, Ma."

Ilma kembali memutar kursi belajarnya, kembali melihat ke arah Intan. "Gue cuma bisa bikin gambar, gue nggak jago bikin ceritanya."

"Kalo jalan cerita bisa ngikutin aja," ujar Intan, dengan polosnya.

Ilma terkekeh kecil. "Yang orang nilai dari komik itu bukan cuma gambar, tapi jalan cerita yang bagus juga yang utama."

Intan berdehem kecil, seakan berpikir. "Gue bisa bantuin bikin ceritanya. Gue lumayan jago loh, Ma, kalo ngarang cerita gitu."

Ilma tetap menggeleng sambil tersenyum tipis. "No, gue nggak yakin gue bakal bisa bikin komik yang menarik."

"Terus, lo mau sia-siain bakat lo?"

"Cuma hobby, gue nggak terlalu kepikiran mau ngegunain ke depannya buat apa." Ilma mengedikkan bahunya.

"Emang lo nggak mau bikin nyokap lo bangga, Ma? Secara, lo kan punya keluarga yang ngedukung apa pun keputusan lo. Katanya, mau ikutan saingan sama Bang Dirga buat banggain Mamah lo, maybe ini jalannya."

Ilma mencebikkan bibir bawahnya, sambil menaruh pensilnya di dagu. Cewek itu menghela napasnya setelah beberapa saat. "Nanti gue pikirin lagi deh."

"Nanti kalo udah di pikirin, kasih tau gue. Gue siap dukung lo."

Ilma tersenyum tipis, lalu mengangguk.

Kalo di pikir-pikir, Ilma juga perlu sesuatu untuk mengalihkan pikirannya.
__

TBC

Part ini sengaja aku cepetin hehe. Mohon paham semuanya. Lopyu

SAMPAI JUMPA DIPART SELANJUTNYA, JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YAA.

Obesity, Is Me!Where stories live. Discover now