TAK!

"Aww!"

Ryan memegangi kakinya yang Irene tendang, hampir saja menjatuhkan ponsel Ilma. "Lo apa-apaan sih?! Sakit nih!" ujarnya tidak terima.

"Lo yang apa-apaan, tau batasan privasi nggak lo?" sentak Irene, lalu mengambil hp Ilma, memberikannya ke gadis yang sedang terisak itu. 

Irene mendengus melihatnya. "Dah, jangan nangis, lemah banget," ucap cewek itu, menepuk-nepuk bahunya.

Irene kembali menoleh ke arah Ryan, dengan bibir menipis. "JANGAN LADENIN MANUSIA SAMPAH KAYAK DIA!" Irene berdecih kecil. "MAU LO GANTENG ATAU NGGAK! TETEP AJA LO PERLU ATTITUDE BUAT DI SEBUT MANUSIA!"

Irene sengaja berteriak, biar semua orang mendengarnya. Terbukti saja, semua orang di sana tidak ada yang berani buka mulut, mereka malah menyibukkan diri kembali pada kegiatan masing-masing. Kecuali Ryan, yang masih memegangi kakinya, memandang kesal ke arah Irene.

Irene mendengus, menyugar rambutnya kebelakang dengan jari. "Percuma banget gue teriak-teriak  sama kumpulan binatang."

Ilma akhirnya mendongak ke arah cewek itu dengan hidungnya yang memerah. "Ren, gue pengen ke Kantin, lo capek, kan, teriak-teriak?" 

Irene berdecak, tidak suka. Tau benar jika cewek ini sedang mengalihkan amarahnya. "Kali-kali lawan lah, Ma, gedek gue."

"Iya, lain kali gue lawan,"

"Kapan?"

"Nanti."

Irene kembali berdecih, lalu memalingkan wajahnya.

Ilma tertawa, berusaha mencairkan suasana. "Ayo! Gue traktir."

__

Ilma menatap dengan binar kertas ulangan Kimia di tangannya.

Sempurna, dia mendapatkan nilai sempurna kali ini. Baru pertama kali dia merasakannya.

Semua yang diajarkan oleh Bubu, ada semua.

Orang itu tidak bohong saat mengatakan dirinya adalah orang pintar. Ilma malah lebih paham belajar dari orang itu.

Walau hanya dengan chat, tanpa ada penjelasan suara, orang itu mengajarinya dengan pelan-pelan. Tahap bertahap, dengan bahasa yang mudah dipahami Ilma. Sudah sekitar sebulanan dia belajar bersama Bubu.

"Cieee first perfect point. Les dari mana lu?" Irene mengintip-ngintip kertas ulangan di tangan Ilma.

Ilma cengengesan. "The secret teacher," balasnya, dengan senyum lebar.

"Dih, gitu, ya, lo sekarang," cemooh Irene, ikut terkekeh kecil.

Ilma memiringkan kepalanya untuk melihat nilai Irene. "40? Duh, cantik doang, kepalanya mah kosong." Ilma geleng-geleng kepala.

"Baru juga sekali dapet nilai gede, udah sombong aja." Irene menoyor kepala Ilma, lalu memasukkan kertas ulangannya itu ke dalam kolong meja. "Kertas keramat, nyokap gue jangan sampe tau."

"Gue laporin ke Tante Ririn wlee." Ilma memeletkan lidahnya ke arah Irene.

Irene langsung memicingkan matanya. "Lo ... Nggak sohib lagi, ya, sama gue. Dulu kita kerja sama loh padahal. Just information aja sih."

Ilma mengedikkan bahunya. "Itu kan dulu, gue udah pinter sekarang." Ilma mengibaskan rambutnya. "Ilma, Queen of Chemistry."

"Najis!" Irene menatap Ilma penuh hujat, lalu melipat tangan di meja, menidurkan kepalanya di atas lipatan tangan.

Obesity, Is Me!Where stories live. Discover now