"Gue! Kenapa? Mau marah?!" jawab Gista dengan suara lantang di tengah-tengah lapangan basket.
Penonton yang berada di tribun makin tercekat ketika Gista berjalan santai menghampiri Danar sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Tatapannya begitu angkuh. Tidak ada ketakutan yang terpancar di sana. Meskipun yang ia hadapi sekarang ini bukanlah kakak kelas biasa. Mereka adalah matan anggota OSIS tahun lalu yang kini jabatannya telah purna karena tergantikan oleh angkatan kelas sebelas. Mereka jug dikenal sebagai badboy CANTAKA angkatan kelas dua belas.
"Lo!" Laki-laki itu terperangah. Tidak menyangka gadis yang pernah menonjok hidungnya sampai berdarah kala itulah yang melemparinya bola. Bahkan, lebih memalukannya lagi ia sampai dilarikan ke rumah sakit karena tak sadarkan diri setelah dipukul.
Selama satu tahun ini ia berusaha tidak membuat masalah dengan gadis itu. Tapi, kini gadis itu justru mencampuri urusannya.
"Lepasin tangan tuh adek kelas kalau lo nggak mau tangan lo yang gue patahin!"
Sontak Danar melepas tangan gadis berkuncir dua itu. Dia bukannya takut, tapi tidak mau mengulang kejadian yang sama seperti tahun lalu. Sudah cukup sekali dia masuk RS karena seorang perempuan.
"Ucapan lo tadi udah termasuk pelecehan verbal. Kalo nggak mau gue aduin ke BK. Jangan pernah ganggu dia lagi!" tajam Gista.
Tatapan Danar menajam sarat akan kemarahan.
Dia melangkah menjauh ketika Gista sudah dekat dengannya. Tak lupa cowok itu memeberikan tatapan tajamnya pada Gista. Seolah mengatakan bahwa urusan mereka belum selesai.
Cowok berambut pirang itu juga mengangkat jari tengahnya dan mengarahkannya pada Gista. Sebelum langkahnya menghilang di balik tangga menuju lantai dua.
"Lo nggak papa?" tanya Gista menyentuh pundak gadis yang tengah merunduk ketakutan itu.
Gadis itu mendongak. Pupil matanya melebar ketika melihatnya. Seolah Gista adalah sesosok monster dengan wajah menyeramkan yang siap menerkam siapa saja.
Beberapa detik kemudian, gadis itu menormalkan mimik wajahnya. "E-eh, iya, Kak. Enggak apa-apa kok."
"Ma-ma... makasih ya, Kak," ucapnya sambil terus meneliti wajah Gista.
"Iya."
Gista mengernyit ketika junior di depannya itu terus menatapnya dengan tatapan aneh.
"Kenapa lo ngeliatin gue terus?" sembur Gista yang tak suka diperhatikan seperti itu.
"E-eggak, Kak. Enggak ada apa-apa. Maaf."
Gadis itu kembali merunduk. Tangannya memainkan ujung rok hitamnya.
"Nama lo siapa?" tanya Gista.
"Anika, Kak," jawab gadis itu yang sepertinya masih ketakutan.
"Paradina Anika," lanjutnya.
"Yaudah. Cepet lo ke kamar mandi. Gue tungguin di sini sampe lo kelar. Biar nggak digangguin sama mereka lagi," ujar Gista menyandarkan punggungnya di dinding sambil bersidekap.
Anika menatap Gista tidak percaya. Kakak seniornya itu rela menunggunya hanya agar tidak diganggu senior rese seperti tadi.
"Ayo! Buruan! Tunggu apa lagi?"
Anika mengangguk cepat. "I-iya, Kak." Kemudian, ia bergegas memasuki kamar mandi.
Anara yang melihatnya dari tengah lapangan hanya geleng-geleng kepala. Di satu sisi ia berdecak kagum karena keberanian Gista. Akan tetapi, di sisi lain di kasihan dengan sahabatnya itu.
Anara tahu semuanya yang menimpa keluarga Gista. Dia kasihan karena Gista tak kunjung berdamai dengan kejadian satu tahun silam itu.
Di ujung koridor, ada tiga orang cowok yang memandang Gista dengan tatapan berbeda-beda.
"Gila! Damage-nya si Gista nggak maen-maen. Nggak ngotak gue," ucap cowok dengan rambut klimis itu sambil berdecak kagum.
Satu cowok yang berada di sebelahnya, hanya tersenyum. Tidak berkomentar apapaun. Asyik mengunyah permen karet di mulutnya dengan kedua tangan yang tenggelam di saku celana.
Sedang satu cowok yang berada di depan mereka. Yang paling dominan di antara mereka, memicingkan matanya.
"Itu si Gista anak IPS 1 yang dulu pernah masuk BK gara-gara udah smackdown Pak Bara ya?"
Cowok berambut klimis di sebelahnya mengangguk.
"Kemana aja lo sampe nggak kenal sama temen seangkatan sendiri?" cibirnya.
"Sibuk baperin cewek mulu sih lo," lanjutnya yang langsung mendapat geplakan di kepalanya.
"Gue cuman mastiin aja kalau yang masuk BK waktu itu emang dia."
"Iya, dia," jawab cowok yang masih mengunyah permen karet itu singkat.
Cowok yang berambut klimis itu menggelengkan kepalanya. "Heran gue sama lo. Kok bisa-bisanya nggak kenal sama si Gista. Terlalu ambisius buat jadi ketua PMR sih lo makanya sampe kudet."
"Nih ya satu sekolah ini aja kalau lo tanyain siapa itu Gista. Mereka pasti tahu, Bro," imbuhnya.
"Gue, kan, bukan tukang kepo sama gosip kek lo. Makanya gue nggak tahu," bela cowok beralis tebal itu.
Padahal, sebenarnya sewaktu kelas sepuluh ia memang terlalu fokus pada ekskul PMR. Ambisinya menjadi seorang ketua begitu besar. Sehingga ia terkadang tidak terlalu memedulikan sekitarnya.
"Oh iya, lo bilang gosip gue jadi inget kalau menurut gosip yang ada sepanjang sejarah cuman dia satu-satunya murid yang berani ngelawan sama guru mesum kayak Pak Bara sampe segitunya. Untung dah tuh guru sekarang udah diberhentiin," terang cowok berambut klimis itu.
"Sumpah keren banget tau nggak. Damage-nya itu loh sebenernya bikin cowok-cowok terpesona sama penasaran. Cuman takut aja buat ngedeketin. Takut kalau kena tonjok," lanjutnya masih memfokuskan pandangannya pada gadis yang ia bicarakan.
Cowok yang asyik mengunyah permen karet itu ikut memfokuskan padangannya pada cewek yang tengah bersandar santai pada tembok dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.
"Senggol bacok," ucapnya lirih.
Cowok yang berdiri paling depan itu memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana. "Dia kayak orang Androphobia aja."
"Eh, si Gista itu enggak Androphobia. Dia cuman anti sama cowok kurang ajar. Kalau cowonya biasa aja ya dia juga bakalan biasa juga ya walaupun nggak bisa akrab dan juteknya minta ampun," sahut cowok berambut klimis itu masih mengamati Gista.
"Dia tuh cuman suka sensi aja sama cowok. Katanya sih karena masa lalu gitu. Tapi, gue juga nggak tahu di masa lalunya itu dia kenapa," lanjutnya.
Cowok yang berdiri paling depan itu memandang wajah Gista dari kejauahan. Entah, kenapa setelah satu tahun ia berada di CANTAKA. Baru hari ini ia merasa penasaran dengan Gista.
Sebenarnya apa yang membuat cewek itu begitu membenci laki-laki?
Dan kenapa Manggala merasa mata gadis itu familier untuknya?
----- GISTARA -----
Batas antara halu dan nyata.
.
Gimana? Udah terpesona belum sama Neng Gista?
Kira-kira siapa ya cast yang cocok buat Gista?
Malam minggu diajak kencan di taman
Para jomlo minta turun hujan
Penasaran nggak penasaran
Lanjut aja yuk biar ketagihan
Jangan lupa juga follow my ig : @nis_liha
See you next chapter 😘
YOU ARE READING
GISTARA (END)
Teen FictionKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...
Bab 2
Start from the beginning
