☔. tragedi martabak ghaib

Start from the beginning
                                    

Sedangkan respon yang Daffa berikan berbeda dari Arsen. Ia lumayan terkejut, apalagi ia melempar kresek hitam tersebut dengan sekuat tenaganya. "A—ah... sorry mbak, tadi itu gua gak sengaja..." Ucapnya dengan nada bersalah.

Lana tersenyum maklum pada Daffa. "gak papa kok Daf, cuma kayak ditabrak truck-kun aja." Jujur saja, Lana ingin marah tapi tidak bisa karena ini merupakan kesalahan dia sendiri.

"Hidung mbak Lana gak papa kan? Tadi gua denger suaranya kenceng." Tanya Daffa sekali lagi.

Lana meraba-raba pangkal serta batang hidungnya untuk memastikannya. "Awalnya gue kira hidung gue mau patah, ternyata gak sampai separah itu. Sekarang cuma masih agak nyut-nyutan."

"apa perlu gua anter ke dokter? Kebetulan Mami punya kenalan dokter spesialis tulang." Inisiatif Daffa.

"Hah? Buat apa?"

Saat Daffa hendak menjawab pertanyaan Lana, tiba-tiba Arsen menyela. "Makasih tawarannya Daf, tapi mbak Rissa itu tulangnya strong, gak mungkin patah cuma gara-gara ketubruk kresek."

Karena perkataan Arsen, seketika otak Lana yang barusan tadi ngelag langsung konek kembali. Ia menjentikkan jarinya didepan Daffa. "Nah iya bener tuh kata Arsen, gue itu anak strong Daf, jadi santai aja."

Daffa hanya mengucap kata 'oh'  sebagai respon. Kemudian ia memungut kembali kresek yang berada dibawah Lana. Melihat gelagat Daffa yang seperti akan membuka kreseknya, langsung saja Arsen dan juga Lana yang merasa penasaran pun berdiri disamping Daffa.

"Sen, kamu beli martabak kok gak bilang-bilang sama mbak sih? Kalau tau gini kan mending mbak gak jajan siomay pas dijalan tadi." Entah darimana asalnya, tiba-tiba saja Rachel muncul dari belakang Arsen.

Arsen berbalik lantas mengelus-elus dadanya, bisa-bisa ia mati muda disebabkan jantungan gara-gara dikejutkan dua kali oleh kakak-kakaknya.

Di samping itu, Lana menemukan secarik kertas yang jatuh, mungkin kertas ini jatuh saat Daffa membuka kreseknya. Karena Lana ini orang yang kepo-an jadilah ia membaca isi kertasnya dari dalam hati.

"Dari Fajar, untuk Sekar. Saya tahu kamu masih marah sama saya, walau saya tidak tahu kamu marah karena apa. Saya tidak akan tinggal diam kalau kamu mendiamkan saya seperti ini. Jika saya ada salah, silahkan katakan saja kepada saya. Bukannya main diam-diam an seperti ini. Lalu, terima lah martabak penuh ketulusan dari saya ini. Saya tahu kalau martabak makanan favorit mu dari Arlana, adik pertama mu. p.s. : buka block saya!"

"Mbak Rachel, ini maksudnya Fajar siapa? Yang Danan-Danan itu gak sih? Danantya Fajar...?" Ucap Lana seraya menunjukkan kertas tersebut pada Rachel.

Rachel menoleh kearah Lana, kemudian ia membelalakkan matanya terkejut. Secepat kilat ia mengambil kertas itu dari genggaman Lana, "gak usah baca-baca!!" Kata Rachel galak.

"Galak amat mbak, nanti pacarnya medit loh." Goda Lana dengan memainkan alisnya naik-turun.

"Bodo!!" Setelah itu Rachel masuk kedalam rumah dengan menghentak-hentakkan  kakinya.

Berbeda dengan ekspresi Lana yang dari tadi mesam mesem tidak jelas, Arsen dan Daffa yang tidak mengetahui apa-apa hanya saling pandang kebingungan.

Karena tidak mau mati penasaran nantinya, Arsen pun memilih bertanya kepada Lana. "Itu mbak Rachel lo apain mbak? sampe kelabakan gitu."

Seketika kesadaran Lana kembali. Sebelum menjawab pertanyaan Arsen, Lana menyempatkan diri untuk berdehem sejenak. "Dari pacarnya, Sen."

"Ohh..."

"Eh— jadi ini martabak dari pacarnya mbak Rachel?! Sejak kapan mbak Rachel punya pacar?!!!"

Arsen tercengang.

Sedangkan Lana hanya mengedikkan bahunya. "Daripada itu, kalian berdua tadi mau keluar kemana? Maghrib-maghrib gak boleh kelayapan. Apalagi bocil-bocil kayak lu pada, nanti kasihan gue sama kuntilanak yang nyulik kalian. Takutnya ngerepotin, soalnya kalian kebanyakan petingkah." Omel Lana panjang lebar.

Seketika atmosfer berubah menjadi tegang. Awalnya Arse  berniat keluar bersama Daffa untuk uji nyali, pas sekali malam ini malam Jum'at. Sebenarnya Arsen tidak benar-benar ingin melakukannya, malahan ia sangat tidak ingin! Tetapi ia harus melakukannya karena telah kalah main game tadi siang bersama teman-temannya.

Tak kunjung mendapati jawaban, Lana beralih pada Daffa. "Daffa anak manis, anaknya Mami Fani. Gue tau lu anak baik-baik, tapi sayangnya lu malah ketularan bodohnya Arsen. Jadi Mbak Lana mau nanya—"

"Udahlah mbak, gak usah berbelit-belit." Seketika Arsen langsung kena tabokan maut.

"Gak sopan nyela omongan orang tua!"

Arsen mengusap-usap mulutnya yang kena tabokan itu dengan wajah kecut. "Iya deh, si paling tua." Gumam nya pelan, untung saja Lana tidak mendengarnya.

"Jadi Daffa, kalian mau kemana?" Tanya Lana sekali lagi.

Daffa tampak melirik ke Arsen sebentar, lalu kembali menatap netra Lana, melirik Arsen sebentar, lalu kembali lagi menatap netra Lana. Ia bimbang, kalau jujur nanti rencana mereka dibatalkan oleh Lana, tapi kalau tidak jujur pasti pada akhirnya Lana akan mengetahuinya juga karena Daffa tidak pandai berbohong.

Arghhh! Ya sudahlah, Daffa memilih jujur saja. Lagipula ia tak sanggup membayangkan bibirnya akan bernasib sama seperti Arsen jika ia berani-beraninya berbohong. "Mau uji nyali mbak..."

Lana tersenyum puas, memang sebenarnya Daffa lah adik kandungnya. Ia rela menukar Arsen dengan Daffa, karena Arsen itu benar-benar tidak ada akhlak sekali.

"Halah buat apa, mending makan martabak aja di dalem." Ucap Lana seraya merangkul pundak Daffa untuk masuk ke dalam.

"SEBENERNYA ADEK MBAK ITU SIAPA?!!"































—to be continued.
















—to be continued

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kim Doyoung

As

Daffa





shade umbrella [END]Where stories live. Discover now