dualima dualima

1K 137 26
                                    

Dengan penuh sabar Seungcheol mengusap peluh yang terus timbul dari tubuh Jin. Anaknya itu sedang melakukan Imunoterapi yang kesekian kalinya, dengan efek semakin terasa karena tubuh Jin yang kian melemah. Dokter Dokyeom tidak berani untuk mengganti treatmen radiologi karena akan semakin beresiko. Sayangnya, Imunologi tidak memberi perubahan yang signifikan, dan hanya memperhambat sedikit pertumbuhan sel kanker yang dialaminya.

"Paaa..."

Suara lemah Jin menyadarkan seungcheol yang tenggelam dalam lamunannya.

"Iya sayang kenapa? Mual?."

Jin mengangguk.

Sigap Seungcheol langsung memberikan ember alumunium untuk didekatkan pada Jin agar ia bisa muntah dengan leluasa disana.

"Hoeek... hoek.. uhh..."

Jin mengusap bibirnya kasar dengan lengan panjang baju rumah sakit yang ia kenakan.

"Pa..?"

Kini suara Jin bergetar memanggil Seungcheol untuk yang kesekian kalinya. Tidak pernah sedikitpun Seungcheol merasa risih atau terbebani kala Jin memanggil terus namanya bahkan hanya sekedar ingin mengatakan bahwa tubuhnya sakit.

"Abis ini pulang ya?."

Sekuat tenaga Jin mencoba untuk menormalkan suaranya. Agar sang Papa tidak memberi pandangan yang menyedihkan lagi.

Baru saja Jin datang ke rumah sakit dengan keadaan yang tidak baik, bari genap dua hari dan baru saja ia melakukan treatmen, dan sekaranh sudah meminta pulang.

Seungcheol tidak menjawab permintaan sang anak.

Jin cukup cerdas untuk memahami raut wajah sang Papa.

"Adek kalo di rumah bakal lebih sehat, Pa. Boleh ya?."

Jin bukan tipe orang yang sering merengek, bahkan ia juga bukan anak yang banyak meminta. Tapi permintaannya kali ini sangat sulit dikabulkan.

"Tapi adek janji dulu sama Papa."

Mendengarnya membuat Jin berusaha untuk duduk dan dibantu oleh Seungcheol.

"Kalo sakit harus bilang sama Papa atau Kakak. Ga boleh nahan sakit sendiri, paham?."

Jin mengangguk.

"Yaudah Papa tanya Dokter Dokyeom dulu."

Sepeninggal Seungcheol dari ruangannya, Jin langsung menekan kuat dadanya yang semakin terasa sakit dan sesak. Sengaja ia menahannya sejak tadi karena tidak ingin membuat Papanya khawatir apalagi jika harus diberi oxigen dan membuatnya tertidur dalam waktu yang lama.

Suara pintu terbuka membuyarkan Jin dalam lamunannya. Segera ia melepas cengkraman itu dan bersikap sebiasa mungkin.

"Oo jadi ada yang ingin pulang hari ini?."

Jin hanya tersenyum dan menerima setiap tindakan yang dilakukan Dokter Dokyeom. Sentuhan stetoskop yang dingin menyentuh kulit dadanya, juga tangan besar dokter itu yang terasa lembut saat diletakkan diatas kening hangat miliknya.

"Coba tarik nafas dalam."

Jin menurut, namun baru dua detik ia langsung terbatuk keras bahkan sampai wajahnya ikut memerah. Segera Dokter Dokyeom mengintruksikan Jin untuk tenang dan berbaring menyamping.

Ia lalu membuka baju Jin dan menampilkan punggungnya yang kecil. Sementara satu orang perawat memasangkan masker oksigen agar Jin merasa nyaman.

Seungceol hanya melihat dan menggigit bagian dalam bibirnya. Melihat Jin yang terlihat tidak nyaman membuatnya ikut bersedih. Apalagi ketika tubuh mulus itu harus menerima alat medis yang tajam dan dipaksa mengeluarkan cairan dari organ dalamnya.

Setelah selesai Jin langsung tertidur. Ia sudah tidak ingat lagi bahwa tadi ia yang meminta segera dipulangkan.

"Ayo kita bicara diruangan."













...












Disinilah Seungcheol berada. Diruangan milik Dokter Dokyeom. Duduk berhadapan tanpa bicara selama beberapa detik. Sampai Dokter itu mulai membuka suara.

"Keadaannya memang sangat lemah, organ hatinya tidak bisa berfungsi dengan baik ditambah efek samping terapinya yang mengakibatkan penumpukkan cairan."

Seungcheol menunduk.

"Tapi Jin baik. Dia anak yang kuat. Bahkan aku percaya bahwa jika dia pulang, keadaannya akan semakin meningkat. Walau dia tidak pernah jujur dengan keluhannya, tapi aku melihat dia lebih bahagia."

Soohan. Seungcheol tau bahwa alasan Jin masih bertahan sampai sekarang adalah mantan istrinya, hanya Soohan yang membuat Jin terus berusaha menghadapi semuanya.

"Turuti apa mau Seokjin. Biarkan dia melakukan apa yang dia inginkan."

Seungcheol hanya mengangguk. Dia tidak banyak bicara. Sudah sering ia bertanya mengenai operasi atau mendonorkan organ hati miliknya agar Jin bisa kembali. Namun sayang itu semua tidak bisa dilakukan. Dari kondisi Jin yang tidak pernah meningkat secata fisik, umurnya yang belum genap, dan juga resiko operasi yang tidak main-main.

"Tolong selalu menyediakan nebulizer dikamar Jin. Mungkin dia akan sering mengalami sesak nafas."

Seungcheol menerima alat itu dan mengucapkan terimakasih setelah diberitahu prosedur pemakaiannya. Ia sedikit lega setidaknya Jin baik secara Psikis, dan Jin merasa bahagia. Ia yakin bahwa fisiknya akan membaik jika psikis Jin juga baik.














...













Sesampainya dirumah Jin langsung digendong punggung oleh Yoongi dan diikuti Seungcheol dibelakangnya. Jin ingin menolak namun kakinya sama sekali tidakdapat digerakan karena terlalu lemas.

Saat mereka masuk, sudah disambut oleh keberadaan Soohan yang berdiri disana. Langkah Yoongi terhenti. Jin menatap lekat sang Mama dengan tatapan sayunya.

"Emang gabisa jalan?."

Jin gelagapan. Ia langsung menurunkan  tubuhnya dari gendongan Yoongi.

"B-bisa Ma."

Seungcheol hanya menatap Jin dengan raut wajah penuh prihatin. Bahkan kaki anak bungsunya itu nampak bergetar kala menyentuh dinginnya lantai.

"Mama cuma pengen kamu cepet sembuh dan biasain gerak supaya ga lemes."

Perkataannya membuat Jin berhenti menunduk dan menaikan pandangannya. Dengan senyum merekah ia menatap wajah Soohan.

"Jin udah sembuh karena Mama. Boleh Jin peluk?."

Soohan terkejut. Ia memandang Seungcheol sekilas, sementara sang mantan suami hanya mengangguk dan mengisyaratkan untuk menuruti Seokjin.

"Hm."

Langsung Jin menubrukkan tubuhnya dengan tubuh Soohan. Ia menghirup aroma yang begitu sejuk dari tubuh Mamanya. Tanpa berniat melepaskan.

Seungcheol hanya memalingkan wajahnya.

Ia baru memahami bahwa kebahagiaan Jin adalah Soohan. Mau tidak mau ia harus mendukungnya.

Awalnya Soohan tidak berniat membalas pelukan Seokjin, namun tangan miliknya bergerak sendiri untuk merengkuh pundak sang anak dengan lembut. Hal itu membuat Jin tersenyum.

Ia harap bisa terus seperti ini bersama Sang Mama, paling tidak sampai ia tidak merasakan sakitnya lagi.














TBC







awwww

Can U See Me?Where stories live. Discover now