☔. seruan senja sore

Start from the beginning
                                    

Alika mengelus dadanya berupaya menenangkan jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Jangan salah paham, ia bukannya dag dig dug serr karena Yudha. Cuih, mana sudi dia jatuh cintrong dengan seorang Azura Sayudha Dhiafakhri.

"Heh! Kurang asem lu! Tu mja klaw rsak mang luw muk gantih?!" Omel Alika. Sangking cepatnya ia bicara, mungkin orang lain yang mendengarnya akan mengira bahwa Alika sedang ngerap.

Yudha melirik kearah Alika sekilas, "ngomong apaan sih cil, gak jelas." Gumamnya, lalu netranya kembali fokus ke arah ponselnya.

Apa? Cil? Bocil?! Yudha tak mengira jikalau ucapannya dapat terdengar oleh Alika. Di gebrak lagi lah meja yang tak bersalah itu, namun dari orang yang berbeda.

"Maksud lu gue bocil gitu?!" Geram Alika. Apa-apa Yudha bilang bocil, padahal situ bocil epep.

"Udah cukup woi!! Bisa beneran rusak dah ini mejanya." Monica menengahi.

Tak lama, Yudha tanpa aba-aba berdiri dari duduknya lantas menyampirkan tas miliknya ke bahunya. Acara mabar nya sedikit terganggu karena kehadiran Alika, jadi lebih baik dia pindah saja.

"HEH ASURA! MO KEMANA LU?! URUSAN KITA BELOM SELESE!!" seru Alika lumayan keras karena langkah Yudha yang semakin menjauh. Sedangkan sang pemilik nama yang dipanggil mengerlingkan matanya lalu menjawab dengan malas. "nama gua Azura, bukan Asura. Kemana aja."

Alika hendak bertanya kembali, namun ia urung karena Monica mengajaknya berbicara.















☔☔☔
















Gadis itu mengintip sedikit lewat celah jendela yang terbuka, ekspresinya berubah lesu saat mendapati kelas yang telah kosong tak ada penghuninya sama sekali. Lana kemudian celingukan mencari siswa lain yang sedang lewat, namun sama sekali tak ada yang ia kenali untuk sekedar bertanya.

Ia pun menghela nafas pasrah, netranya terpaku kebawah lantai serambi melamun kan sesuatu. Ayo pikir Lana, semisal dirimu adalah Mars, ada dimanakah dirimu sekarang ini?

Biasanya waktu sore begini kilauan senja sebentar lagi akan terpampang apik dilangit sana. Semilir angin tanpa izin menerbangkan anak rambut, bayangan pun memanjang tak tau kira. Arlana ingat, ia ingat semuanya. Hanya satu temannya yang begitu terobsesi dengan pemandangan matahari tenggelam, dan orang itu ialah Mars.

Kemungkinan besar Mars sedang berada di rooftop, salah satu tempat dimana kita dapat leluasa memandangi langit angkasa.

Usai melewati anak tangga dengan tergesa, nafasnya kian memburu. Sebanyak mungkin ia meraup oksigen yang ada disekitarnya. Dan benar saja, Mars ada disana. Nampaknya pemuda itu masih belum berubah sepenuhnya. Sampai saat nafasnya mulai tenang ia tersenyum miring, ketemu juga kau Marsialan!

Sebelum itu, Arlana mencoba untuk membenahi ekspresi wajahnya agar tidak terlihat canggung, lantas perlahan ia mendekati sang pemuda yang kelihatannya tengah duduk tenang dengan ditemani sebungkus kuaci.

"Ekhem." gadis itu dengan sengaja berdehem singkat, berharap sang pemuda menyadari keberadaannya. Lantas ia tanpa permisi ikut duduk di samping Mars dengan senyuman yang terukir di bibirnya.

"Mau sampe kapan main kucing-kucingan nya, Mars^^?" Sayangnya perkataan Lana sama sekali tidak digubris olehnya. Ia hanya diam seribu bahasa dengan tangan yang sibuk mengupasi kulit kuaci.

Beberapa menit berlalu, kekehan terdengar dari mulut sang pemuda, "emang siapa duluan yang ngajak buat main kucing-kucingan, heh?" Mendengar hal itu Lana seketika terdiam. Ia cukup sadar diri bahwa yang pertama memulai permainan saling kejar-kejaran adalah ia sendiri.

Lana menghela nafasnya panjang, "gue tau kok kalo yang mulai ini semua itu gue sendiri, tapi kali ini gue pengen kita lupain dulu permainan kita. Gue kasih tawaran yang lebih seru, mau?"

Mars mengernyitkan dahinya bingung, sedangkan Lana tersenyum kecil sebelum kembali berucap. "Simbiosis mutualisme, dimana gue dan lu akan sama-sama untung. Gue dapet duit sama nilai tambahan sedangkan lu dapet ilmu, gimana? simpel kan?"

"Gua gak tertarik." Tolak Mars penuh akan penekanan, lantas ia menaruh bungkus kuaci nya kedalam tas sebelum hendak pergi dari sana.

Tanpa ba-bi-bu lagi Lana segera mencekal ujung jaket Mars sebelum pemuda itu benar-benar pergi dari sana. Lana tenang-tenang saja karena ia sudah tahu kalau tawarannya pasti akan ditolak secara mentah-mentah oleh Mars.

Pemuda itu berdecak kesal, "lepas." ia tepis tangan Lana lantas kembali melangkahkan kakinya menuju tangga. Namun, belum juga kakinya berhasil melewati pintu, Lana kembali membuka suara.

"Mars, lu gak mau ngecewain Bunda kan?" Sahutnya.

Gemeretak gigi terdengar dari sang pemuda, menandakan bahwa kekesalannya kini telah mencapai ubun-ubun. "Lo tau apa sih, anj*ng! Bisa-bisanya lo masih berani manggil Bunda? Penyakit bunda kambuh lagi kan gara-gara lo!" Mars mendesis tak suka.

Blam!

Pintu itu dibanting dengan kencang hingga menghasilkan suara yang cukup memekakkan telinga.

Lana menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya, nampaknya tadi ia telah salah bicara. Padahal sebentar lagi senja akan sangat cantik disini, namun sepertinya Lana malah mengganggu acara Mars memandangi langit. Jadilah ia sendirian disini, bukannya ia tak ada niatan untuk mengejar dan minta maaf pada Mars, namun ia hanya tidak mau cari mati saat Mars sedang berada ditengah-tengah emosi yang memuncak.

Kemudian gadis itu tersenyum miris, misinya hanya berhasil yang pertama ya?




















—to be continued.















"Set dah, si bocil ganggu amat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Set dah, si bocil ganggu amat."

Kang Minhee

As

Azura Sayudha Dhiafakhri






















shade umbrella [END]Where stories live. Discover now