Bagian 18

7 2 0
                                    

"Untuk barang bukti, biarkan hanya diantara kita dan saya tegaskan sekali lagi, kasus ini sangat berisiko juga bertentangan dengan banyak pihak. Butuhkan waktu untuk kita gelar di pengadilan, bukti-bukti harus akurat kalau tidak kita yang terkena masalah." Jelas Aleta kepada enam orang yang duduk dihadapannya, mereka adalah orang-orang seperti Nafhan yang meminta mengusut kembali kasus itu, sebenarnya masih ada beberapa orang lagi tapi mereka berhalangan hadir.

Pertemuan rampung dua puluh menit setelahnya, Aleta sedang membereskan barang-barangnya tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Widura masuk dengan wajah shocknya kemudian duduk di sofa yang ada di depan meja Aleta.

"Shit!" Umpatnya sambil mengetuk-ngetukan jari di layar ponsel.

Aleta yang selesai membereskan barangnya nimbrung ke sofa, mencari tahu apa yang membuat Dura mengumpat seperti itu. Dia ikut kaget melihat apa yang ada di layar.

"Seriusan nih?!"

"Iya dong neng." Jawab Dura mencubit hidung Aleta.

"Kapan?"

"Semalam, mau gue via email tapi seru aja lihat lo terkejut."

"Nanti temani gue." Dan Dura hanya mengangguk dengan mata yang masih fokus pada layar ponsel.

Jam menunjukan pukul 19:07 ketika keduanya tiba di depan club, Dura yang sejak tadi bertanya kenapa mereka ke sini? Mengapa Aleta mengganti pakaian juga riasan wajahnya? Namun, Aleta hanya tersenyum simpul. Saat akan keluar dari mobil Dura mencekal tangan Aleta.

"Lo mau masuk?" Tanya Dura menunjuk club yang ada di depan.

Aleta mengangguk,"Lo parkirnya, majuan lagi gih." Ujarnya melepas cekalan kemudian keluar dari mobil.

Suasana club yang masih sepi mendorong Aleta langsung menuju meja bartender mencari jawaban. Sebelumnya, dua anak buah papanya telah memberinya alamat club ini dan beberapa rutinitas Lily. Aleta meminta mereka untuk menyelidikinya karena dia harus mengambil keputusan penting yang akan menentukan masa depan Lily. Ketika melihat Lily meracik minuman, Aleta sengaja duduk di bangku ujung agar lebih dekat dengannya. Setelah Lily memberikan minuman kepada pelanggannya, Aleta menekan bel untuk memesan dan langsung menarik Lily ke toilet saat dia mendekat.

"Hei! Lo gak usah takut, gue Aleta." Dia menenangkan Lily menutup muka dengan kedua telapak tangannya, perlahan kedua tangan menurun lalu menghembuskan napas lega.

"Please, sekarang lo jujur. Everything!"

"Soal apa?"

"Kita bicara apa yang tidak bisa lo katakan di pengadilan, perkataan lo sekarang akan menentukan masa depan lo, lo masih tujuh belas tahun!" suara Aleta kian serak memohon pada Lily agar menceritakan apa yang ingin dia ketahui.

Lily mengambil napas dalam, matanya menatap jejeran pintu kamar mandi, Aleta siap dengan audio ponselnya untuk merekam. Rentetan kalimat diucapkan Lily dengan berbagai ekspresi, Aleta yang menyimak sedari tadi juga menunjukkan ekspresi yang tidak menyangka. Kisah Lily berakhir, kedua perempuam itu keluar dari toilet. Saat berjalan menuju meja bartender langkah mereka terhenti sebentar kemudian berjalan lagi, Lily ke mejanya dan Aleta ke pintu keluar. Baru beberapa meter dia keluar, dua orang pria mendekatinya, dengan cuek Aleta tetap melangkah tapi salah satu tangan pria itu menggapai pundaknya dan berhasil ditepis cepat, dengan gesit dia berjalan hingga kakinya tersandung celah selokan dan terjatuh.

Aleta berusaha berdiri dan berhasil, tapi kakinya tidak cukup cepat berlari sementara dua pria itu semakin dekat dan saat pria yang di depan ingin meraih tangannya, Bughh! Sebuah tinjuan melayang pada muka kedua pria itu. Mereka baku hantam hingga salah satu pria menyayat lengan orang yang menolong Aleta, dua pria itu pergi setelah orang yang menolong itu terkulai di aspal. Aleta membantunya berdiri lalu membawanya duduk di trotoar depan club, dia periksa lukanya yang tersayat dan ternyata cukup parah lukanya.

ALETA {ON GOING}Where stories live. Discover now