Bagian 7

10 3 0
                                    

Pukul 03:00 dini hari. 

Aleta tersentak karena mimpi yang sama ketika dia berada di Tajur, tapi mimpi kali ini terlihat samar-samar. Entah apa maksudnya karena mimpi yang pertama datang dengan begitu jelas dan sekarang mimpinya samar-samar. Dia berusaha menenangkan diri dan mencoba untuk tidur kembali.

Dua jam kemudian, Dania mengetuk pintu untuk salat subuh. Perjalanan pulang dari masjid tiba-tiba ada yang menarik baju Aleta dari belakang, ternyata si kecil Azura. Dia menggendongnya sambil sesekali menggelitiknya, tidak lama ayah anak itu datang dengan ngos-ngosan dan merasa lega karena Azura bersamanya.

"Rajin banget lari pagi-pagi." Kata Aleta terkekeh melihat Adam dengan peluh di wajahnya.

"Azura ngotot minta ikut eyang ke masjid akhirnya aku bawa, gak tahunya selesai kultum dia langsung lari gitu aja."

Azura justru tertawa renyah melihat ayahnya yang ngos-ngosan karena mengejarnya, tidak lama dari arah yang berbeda kyai Abdullah memberi isyarat agar mendekat, dengan patuh dia mendekat bersama Adam yang sudah menggendong putrinya.

"Eyang mau bicara dengan Aleta." Seolah mengerti, Adam pamit dan sebelum itu eyang mencium pipi tembam Azura.

"Ternyata selama ini eyang salah menilai kamu. Eyang mengira kamu sama seperti anak-anak orang menengah ke atas pada umumnya, senang menghamburkan uang, party-party gak jelas, dan tidak mau berkerja karena mengandalkan uang orang tua. Namun, eyang melihat yang sebaliknya pada,eyang minta maaf."

"Eyang tidak salah, Aleta mengerti kenapa pikiran seperti itu muncul."

"Kamu memang wanita baik, kamu tahu, sikap kamu inilah yang membuat cucu eyang itu tidak bisa tidur nyenyak. Jujur eyang merasa bersalah memintanya menikahi Dilaraa."

"Tidak ada yang salah eyang, itu adalah keputusan yang sangat tepat.Tapi ngomong-ngomong eyang, kenapa Zafran gak bawa bu Dilaraa ke rumahnya? Kenapa menginap di hotel?"

"Karena rumah itu mempunyai satu nyonya, Aleta Basira dan tidak ada orang lain yang bisa menggeser posisi nyonya di rumah atau di hatinya sekalipun." Sahut Ibnu dari belakang.

Aleta tertawa kecil menanggapi jawaban Ibnu, menurutnya itu terlalu berlebihan."Om tahunini agak lebay, setidaknya itu perasaan Zafran sebenarnya. Oh iya, di depan ada teman kamu yang photograpy itu."

Terlihat Radin sedang menikmati segelas kopi kesukaannya di bangku taman, Aleta heran mendapati sahabatnya itu pagi-pagi sudah ke sini. Radin itu tidak terlalu suka rutinitas pagi harinya diganggu, minum kopi sambil mendengarkan kecuali ada kerjaan.

"Pagi amat ke sini?"

"Disuruh Em cari tempat untuk acara lusa,cepetan kamu mandi."

"Iya bawel, Natalie?"

"Makanya aku suruh kamu mandinya cepetan, baru jemput Nat." Ujarnya kesal.

Aleta mengangguk dan kembali ke kamar untuk bersiap. Sepuluh menit kemudian, dia sudah siap dan berpamitan dengan ketiga temannya yang sedang sarapan. Meskipun di sarankan untuk sarapan terlebih dahulu, dia menolak karena takut tidak sempat, dan juga karena hari ini mereka semua masih lelah setelah pernikahan semalam.Teman-temannya mengizinkannya pergi. Radin membuatnya jantungan karena mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata saat menuju rumah Natalie. Begitu sampai, mereka disambut oleh Yurika, adik Natalie, yang akan berangkat kuliah.

"Sarapan dulu aja, kak Nat baru selesai mandi tuh." Setelah itu dia pergi.

Mereka menikmati masakan bi Inah sambil mendengarkan keluhan Radin tentang lamanya Natalie bersiap. Lima belas menit kemudian, Natalie turun, dan mereka langsung menuju tempat pertama yang direkomendasikan Emilly untuk disurvei. Mereka telah mengunjungi lima hotel dari rekomendasi Emilly, tetapi tidak satu pun yang dapat digunakan untuk acara pelelangan lusa. Alasannya termasuk sudah ada reservasi, ruangan tidak sesuai kapasitas tamu, dan masih ada yang sedang direnovasi.

ALETA {ON GOING}Where stories live. Discover now