delapan belas; tinggal

31 10 1
                                    

hal pertama yang menyapa penglihatan wonwoo saat ia keluar ruangan setelah selesai melakukan pompa paru-paru adalah jamie dan orang tuanya.

ayahnya langsung mengambil alih kursi roda dari tangan sang suster, lalu mereka berjalan beriringan kembali ke kamar rawatnya.

"lancar?"

"hm."

"sakit?"

"selang dimasukkan ke dalam paru-paruku. tidak, tidak sakit, pa."

"sarkasmu menurun padanya, sayang." mama wonwoo ikut nimbrung.

"oh. itu sebuah sarkasme?"

"hm."

"tapi sekarang kau bisa bernafas dengan lega, kan?"

"lebih baik dari sebelumnya."

"bagus."

"hm."

"kau kenapa?" tanya si ibu.

"apanya?"

"kau akan menjawab 'hm' bila sedang marah, seperti ayahmu."

"tidak!" jawab wonwoo dan ayahnya serentak.

"ya!"

"hm."

"tuh kan."

"hanya capek, ma."

"ya sudah. istirahat sana."

"hm."

mereka bertiga membantu wonwoo berpindah dari kursi roda ke kasur tidurnya. cukup sulit karena mereka tidak boleh menyentuh sisi kiri wonwoo.

"nah, wonwoo karena kau terlihat baik-baik saja," papa wonwoo tertawa akan kalimatnya sendiri, "papa mama tinggal dulu, ya. kami ke bawah dulu- ke cafetaria. jamie, kau ingin menitip sesuatu?"

jamie menggeleng, "ah- tidak, pa. terima kasih."

"oke. tolong jaga anak ini, ya."

"iya, ma."

selanjutnya, orang tua wonwoo berjalan meninggalkan ruangan dan saat pintu sepenuhnya tertutup, wonwoo dan jamie hanya diam-diaman, sesekali saling melirik.

"kau masih ada." akhirnya wonwoo bersuara.

"hm."

"don't 'hm' me, jamie."

jamie memutar bola matanya. "kau pikir aku akan pergi?"

"mungkin. kemarin aku agak kasar."

"kau sadar. bagus."

"maaf?"

"hm."

"jamie."

sebuah decakan dan dengusan keluar dari bibir jamie sebelum ia bergumam, "ya, ya."

terjadi keheningan lagi.

"bagaimana bisa kau mengucapkan hal sejahat itu di saat kita akan menikah beberapa minggu lagi, wonwoo?"

"rencana, jamie. sekarang hal itu tinggal rencana. tidak mungkin aku menikah dengan keadaan seperti ini."

"berisik." jamie menelan ludahnya getir, "apa kau tidak lagi mencintaiku, wonwoo? kau ragu?"

"tidak."

"lantas?"

"aku... merasa tidak percaya diri? merasa aneh. merasa tidak -hm...semua ini berjalan dengan tidak sepantasnya. kenapa aku bisa berakhir seperti ini... kenapa aku berada disini."

jamie diam bergeming, netranya hanya mengamati wonwoo yang sedang menahan tangis. jamie mengerti, wonwoo masih merasa kaget dengan keadaannya. ia pun juga masih percaya tidak percaya akan hal yang menimpa prianya itu.

"dan-" jamie berdeham untuk melegakan tenggorokannya yang terasa tercekat sewaktu penglihatannya menangkap satu tetes air mata telah turun membasahi pipi wonwoo, "aku masih disini, wonwoo. aku disini untuk membuktikan pada si bodoh bahwa aku mencintainya dengan tulus. tidak peduli keadaannya."

"jamie..."

"kau ingin aku pergi, wonwoo?"

"tidak."

"kau ingin melepasku?"

wonwoo menggeleng. air matanya semakin deras.

"kalau begitu aku akan tinggal, wonwoo. kau yang jangan pergi."

_moiety.

moiety • wonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang