Happy birthday Riyana

16 9 3
                                    

Nugraha dan sekretarisnya Bimo telah sampai dikediaman milik Sisil mantan istrinya, Nugraha mengetahui alamat Sisil dari teman Sisil yang memang tahu di mana Sisil berada.

Nugraha turun dari mobilnya, dia menatap sekeliling rumah Sisil, rumah Sisil sangat megah diantara rumah-rumah lainnya.

Nugraha berjalan diiringi Bimo untuk menuju ke arah gerbang, dia menekan bel yang ada di sana. Nugraha menekan bel rumah itu sekali lagi namun tetap sama tidak ada jawaban. Nugraha sangat kesal sekarang, dia membutuhkan Sisil saat ini untuk membantu Gatara.

"Sisil!" teriak Nugraha yang memang sudah kesal karena sudah beberapa dipanggil tidak ada jawaban sama sekali.

Bimo mencoba menenangkan bos besarnya ini agar tidak bertindak gegabah, "Bapak jangan gegabah, mungkin aja mereka lagi tidur mengingat sekarang sudah pukul 1 dini hari," ujar Bimo mencoba menenangkan hati Nugraha yang kalang kabut.

"Tapi ini nyawa urusan nya Bimo! Nyawa!" geram Nugraha yang kemudian kembali meneriaki nama Sisil.

Tidak lama sebuah mobil berhenti di depan gerbang rumah tersebut, Nugraha yang melihat itu langsung menghampiri mobil tersebut.

Nugraha mengetuk kaca mobil itu agar si pengemudi membuka kaca jendelanya.

"Kenapa ya kok Bapak didepan rumah saya?" tanya laki-laki yang sepertinya pemilik rumah ini.

"Saya mencari Sisil, di mana dia?" tanya Nugraha to the poin yang membuat laki-laki itu mengangguk mengerti.

"Ah Sisil? Dia sudah pergi ke luar negeri bersama keluarganya," kaki Nugraha melemas ketika mendengar perkataan laki-laki itu.

Mengapa disaat seperti ini Sisil tidak ada? Mengapa dirinya yang selalu merasa bersalah atas kehidupan Gatara? Mengapa Sisil tidak merasakan hal yang sama seperti nya?

Nugraha menjambak rambutnya kesal, dia benci dirinya sendiri, sungguh dia sangat benci. Bimo yang melihat itu langsung memapah tubuh Nugraha untuk memasuki mobilnya.

-----

Firman sedari tadi tidak tidur sama sekali, dia terus memperhatikan pintu bercat putih yang menjulang tinggi di depannya, tangannya tidak berhenti memberikan usapan di rambut Riyana.

Saat sedang asik melamun tiba-tiba segerombolan suster dan dokter memasuki ruangan UGD yang di mana itu adalah tempat Gatara, Firman langsung berdiri sambil meletakkan kepala Riyana pelan di sandaran kursi.

"Kenapa Sus?" tanya Firman dengan wajah khawatir ketika melihat kedatangan mereka.

"Pasien kejang-kejang, Bapak tunggu disini dulu," setelah mengatakan itu suster langsung menyusul temannya dan dokter yang sudah masuk kedalam.

Kaki Firman lemah sekali, bahkan kini rasanya dia tidak sanggup untuk berdiri, untung saja sekretarisnya belum pulang dan dia langsung membantu Firman menopang tubuhnya.

"Bapak duduk dulu, saya carikan makanan," setelah itu sekretaris Firman pergi keluar tahu saja masih ada yang berjualan.

Riyana terbangun ketika genggaman Firman yang entah kenapa sangat dingin, Riyana mengucek matanya yang kemudian mengalihkan pandangannya menuju Firman.

"Yana kok bangun?" tanya Firman sambil terus mencoba tenang, tapi tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan ekspresinya.

"Tangan daddy dingin, daddy kenapa?" tanya Riyana dengan wajah khawatir sambil melihat keadaan Firman.

About Time (End) Where stories live. Discover now