Sisi lemah Nadine

51 33 7
                                    

Riyana dan Ambara sedari tadi membujuk Nadine untuk makan namun selalu ditolak. Riyana tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membuat Nadine bersemangat seperti biasanya.

Ambara sudah berniat akan memberikan absen sakit untuk Nadine beristirahat tapi dia enggan mendengarkan perkataan Ambara.

"Nad lo makan ya, sesuap aja," bujuk Riyana sambil mengelus rambut Nadine.

"Gue nggak pengen," Nadine memalingkan wajahnya menghadap dinding agar dia lebih leluasa mengeluarkan air matanya.

"Nad, lo jangan kayak gini dong, lo boleh sedih, lo boleh nangis, tapi jangan sampai menyiksa diri lo sendiri kayak gini," frustasi Ambara dengan si keras kepala Nadine ini.

"Lo mau kita ngelakuin apa hah? Kasih pelajaran buat Ardi? Atau lo mau apa bilang Nad sama kita, jangan bikin kita khawatir sama kondisi lo," geram Ambara ketika Nadine selalu mengabaikan segala bentuk kekhawatirannya.

"Bar," Ambara menatap Riyana yang menggeleng kecil, Ambara mengerti maksud dari gelengan Riyana ini.

"Ck! Patah hati kan lo Nad," cibir Sindy sambil bersidekap dada sambil tersenyum meremehkan Nadine.

Tidak heran Riyana dan yang lainnya tahu jika Sindy mengetahui permasalah Nadine, ah ralat masalah semua murid yang ada di sekolah ini, karena bukan hal biasa bagi si tukang gosip seperti Sindy yang sukanya menguping.

"Lo bisa diem nggak sih hah?!" bentak Ambara sambil berkacak pinggang didepan Sindy dan teman-temannya.

"So' mau jadi jagoan baru patah hati aja udah mewek kejer lo," sinis Sindy untuk kesekian kalinya yang diakhiri dengan tawa Sindi dkk.

"Sin lo bisa diem nggak sih!" sinis Riyana yang kini mulai berani menghadapi Sindy. Pasalnya telinga Riyana panas mendengar setiap perkataan Sindy.

"Mau ikut campur lo hah?" Ambara ingin sekali menjambak rambut Sindy dan menghapus seluruh make up nya saat ini.

"Lo bisa diem nggak hah? Gue lagi nggak mau bercanda sama lo, gue bisa lakuin apa aja buat bikin mulut lo diem!" sentak Nadine yang membuat Sindy sedikit memundurkan langkahnya.

"Nah ini baru Nadine yang gue suka," ujar Ambara sambil memeluk tangan Nadine.

Sindy dkk pergi meninggalkan kelas begitu sudah membuat keributan, tidak asing bagi mereka yang selalu berurusan dengan Sindy si tukang cari masalah.

Nadine menegakkan tubuh nya sambil menatap kedua temannya satu persatu, matanya sudah sembab dan membengkak mungkin karena seharian menangis.

"Makasih udah peduli sama gue," lirih Nadine dan membuat Riyana dan Ambara memeluk tubuh Nadine.

"Lo harus tahu kita selalu ada buat lo, kita selalu peduli sama lo, gue mau lo baik-baik aja Nad," ujar Riyana sambil mengusap bahu Nadine beberapa kali.

"Gue nggak bakal bikin kalian khawatir lagi," ujar Nadine sambil melepas pelukan mereka.

"Kalau begitu lo makan ya?" akhirnya Nadine mengangguk setelah beberapa lama mereka membujuknya.

Nadine terpaksa memakan makanan yang teman-temannya sudah beli untuk dirinya, dia tidak ingin membuat mereka khawatir tentang kondisinya saat ini.

Tidak lama dari itu ada seseorang yang mengetuk pintu kelas. Semua mata tertuju kearah orang tersebut.

"Permisi yang namanya Nadine Jorgie disuruh keruangan nya pak Erpan sekarang juga," ujar orang tersebut yang kemudian berlalu pergi setelah menyelesaikan tugasnya.

Nadine membereskan pakaiannya untuk menghadap pembina taekwondo di sekolah nya ini, Riyana dan Ambara awalnya ingin ikut tapi tidak boleh oleh Nadine.

About Time (End) Where stories live. Discover now