Extra Chapter: Unexpected Hero

Start from the beginning
                                    

Buru-buru, dan dengan sedikit lebih semangat dari sebelumnya, Derilla keluar dari kolam renang. Selain karena terbebas dari jadwal latihan ketat yang dibuat Atilla, kunjungan ke makam Derrel memang selalu menjadi hal yang ia sukai.

Meski tak pernah diberitahu, Derilla yakin bahwa Derrel punya hubungan khusus dengan dirinya. Nama Derrel selalu menjadi alasan Derilla untuk bersyukur.

Punya dua ayah. Memangnya, siapa anak perempuan lain yang bisa mendapatkan keistimewaan itu?

"Sekarang siapa yang ngawur?" ucap Arkan setelah memastikan bahwa Derilla sudah benar-benar pergi dari sana. "Kok tiba-tiba mau ke makam Derrel?"

Atilla mengernyitkan dahinya, sedikit heran dengan reaksi Arkan. "Kamu kok kayak nggak senang gitu?"

"Aku nggak ada ngomong kayak gitu, lho."

"Pa ...," Atilla menahan napasnya demi meredam rasa kesal. "Kita udah bareng lebih dari sembilan tahun. Aku tau persis watak kamu kayak gimana, dan tentunya aku juga tau kalo kamu tuh lagi sembunyiin sesuatu sekarang. Kamu ... marah? Nggak suka kalo aku ke makam Derrel lagi?"

"Ini udah sore, Ma. Dikit lagi maghrib, lho. Serius mau ke mak—"

"MAS!" Atilla menginterupsi kalimat suaminya. "Omongin sekarang. Kamu kenapa?"

Keheningan sempat mengerubungi mereka berdua sebelum akhirnya Arkan memutuskan untuk bersuara. Ditatapnya sang istri cukup dalam, lantas mengunci kedua bola matanya dengan cukup lekat. "Aku boleh ngeluh, nggak?"

Atilla hanya diam. Dan Arkan selalu tahu bahwa hal itu berarti persetujuan. "Kamu kenapa, Arkan?" Dan ya, Arkan juga selalu tahu bahwa jika istrinya itu sudah berani menyebut namanya langsung,  bukan sebutan 'Papa' lagi, itu artinya pembicaraan kali ini benar-benar serius.

"Aku capek," jawab Arkan.

"Maksud kamu?"

"Kita sampai kapan kayak gini, Til?"

"Kayak gini gimana, sih?!" Atilla meremas jarinya, menahan luapan emosi. Sedangkan pria di hadapannya ini sedang susah payah bertarung melawan pikirannya sendiri, sembari meraup wajahnya dengan kasar.

"Ya, kamu sampai kapan jadiin aku bayangannya Derrel? Ayolah, Derrel udah pergi, Atilla. Just let him go. Untuk sekian kali, aku cuma mau bilang kalo aku... bukan Derrel."

"Aku nggak ngerti, Kan. Kamu terlalu sering gelisahin hal-hal yang nggak penting."

"Kamu bilang nggak penting?"

Entah ini hanya perasaan Atilla, atau Arkan memang sengaja menatapnya dengan tatapan setajam itu demi menyentak sisa keberaniannya.

Pria itu mengusap wajah, lalu mengalihkan tatapannya dari Atilla. "Sekarang aku nanya deh. Kamu mau nikah sama aku karena kamu memang mau, atau cuma karena secara kebetulan aku yang ada di saat Derrel pergi? Bahkan kelitahannya, Derilla aja nampaknya lebih senang diajak ke makamnya Derrel dibanding jalan-jalan sama
aku."

Atilla hanya diam. Mungkin terlalu menyakitkan untuk Arkan, tapi kenyataannya sampai saat ini Atilla belum bisa menjawab pertanyaan sulit itu.

"Aku ini memang suamimu, atau cuma pria yang dijadiin bayangannya Derrel saat kamu belum bisa nerima kenyataan kalo dia udah pergi?"

CephalotusWhere stories live. Discover now