Drama 9. Perhatian

183 19 8
                                    

"Fal, ayolah ikut aku," ajak Dimas siang itu. Mereka baru selesai menghadap dosen pembimbing mereka untuk menyelesaikan revisi yang tinggal sebentar lagi. Mereka serius mengerjakan skripsi agar bisa lulus tahun ini.

"Kamu loyo banget, sih. Ada yang ganggu pikiran kamu?" sambung Reza. "Galau? Siapa yang kamu galauin?"

"Ke Café S lho, ada idolamu disitu," tambah Doni disambut tawa ledek dari teman-teman Raefal.

Raefal mencibir. Sudah seminggu ini ia tidak berkomunikasi dengan Dea sejak terakhir ia mengantar Dea pulang ke kosnya. Ia terus memikirkan perasaannya setelah tahu seperti apa Dea sebenarnya, yang pemabuk, senang party, lalu juga merokok. Hal-hal seperti itu krusial untuknya karena ia mencari kekasih tidak hanya sebagai pacar sementara saja akan tetapi ia akan membawanya ke jenjang yang lebih serius, yaitu menikah. Kebiasaan yang melekat di diri Dea membuatnya yakin Mamanya tidak akan bisa menerima Dea apabila ia tidak berubah menjadi lebih baik –menjauhi rokok, mengurangi party, dan mabuk tentu saja--. Pikirannya kini terpecah menjadi dua, skripsi dan Dea. Ia menghabiskan waktu untuk meyakinkan diri sejauh mana ia bisa menerima Dea apa adanya. Ia bertanya-tanya apakah kenyataan tentang Dea kini mempengaruhi perasaannya atau dia tetap pada pendiriannya.

"Udah sih, Fal. Kalau suntuk karena skripsi, berhenti aja dulu sebentar. Kita ngopo-ngopi lah di café S. Manatau nanti kamu bisa lebih rileks, ya nggak, Bon?" Bona mengangguk sepakat dengan Doni.

"Rita ikut?" tebak Raefal.

Doni meringis. Tentu saja, satu temannya ini memang super duper bucin, tiada hari tanpa Rita.

Raefal menarik nafas dalam. "Oke, aku ikut," kata Raefal. Ia memutuskan untuk datang ke café S bersama keempat temannya. Ia ingin melihat Dea sekali lagi untuk meyakinkan diri atas perasaannya pada Dea. Bersama-sama mereka pun berangkat menuju café S.

Klang! Lonceng café berbunyi. Pelayan café langsung menyapa kami.

"Untuk berapa meja?" tanya Tere ramah.

"Enam orang, satu lagi nyusul nanti," jawab Dimas.

Tere mengarahkan mereka ke sebuah meja kopi bundar berukuran besar berkapasitas enam orang. Ia menyerahkan dua buah buku menu berisi kopi, teh, milkshake, maupun makanan ringan seperti french fries maupun makanan berat seperti steak. Sementara keempat temannya memilih menu, mata Raefal berkeliling mencari sosok Dea. Ia belum melihat sosoknya sejak datang kesini. Sedangkan Dana, dia berdiri di belakang bar meracik pesanan pelanggan dengan gaya 'sok ganteng' nya. Ia juga terlihat menggoda pelanggan café yang duduk di dekat bar. Kasihan sekali Dea!

"Pelayan yang satu lagi dimana?" tanya Raefal.

"Hedeeeh, baru dateng juga udah nanyain," cibir Dimas saat mendengar Raefal mencari Dea. Raefal hanya berdecak.

"Oh Dea maksudnya, Kak? Dea sakit jadi nggak masuk hari ini," terang Tere.

Raefal terkejut. Sakit? Terbesit rasa khawatir mengetahui kabar bahwa Dea sakit.

"Oh, sakit apa?" tanya Raefal lagi.

Tere mengangkat bahunya tidak mengerti sebab hubungannya dengan Dea tidak begitu dekat sehingga ia tidak mengetahui secara detail akan kondisi Dea. Setelah semua selesai memesan menu, Tere pun pergi.

Raefal melirik Dana. Tidak ada raut khawatir sedikitpun dari wajah Dana. Mungkin ia dituntut untuk professional dalam tugasnya. Namun keberaniannya menggoda para pelanggan wanita yang tergila-gila akan ketampanan Dea saat Dea tidak ada, itu sanggat menyebalkan dan menganggu. Alhasil, Raefal gelisah selama berkumpul bersama teman-temannya. Beberapa kali ia kurang fokus hingga tidak mendengar saat teman-temannya memanggil.

DERENDRA (JUST MARRIED : SPIN OFF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang