LH 19: THE PAST

Mulai dari awal
                                    

Plak

Bruk

Irwan menatap tangannya nanar, dia baru saja menampar anaknya.

Aldi jatuh tersungkur, bibirnya gemetar menahan tangis sementara matanya menatap nyalang ke arah Irwan.

"Jangan sentuh Mamah saya lagi!" pekik Aldi pada Irwan. Aldi sangat menyayangi Ibunya melebihi siapapun, apapun akan dia lakukan untuk Ibunya. Untuk mendapatkan kasih sayang dari Ibunya, hanya untuk itu.

"Ikut Papah nak, Mamah kamu sudah tidak waras." Irwan merentangkan tangannya ke arah Aldi. Namun ditepis oleh anak itu.

"Mamah waras! Dia marah cuma karena nilai aku yang turun drastis!"

"Pergi dari sini Pah," usir Aldi membuat Irwan menatap nanar anaknya.

Irwan tahu ini semua salahnya, jika saja dulu Aldi tak melihatnya menampar Istrinya. Aldi tak akan sekeras ini kepadanya.

Aldi bergerak menuntun tubuh lemah Nita, walaupun beberapa kali terjatuh.

.
.
.

Irwan berlari cepat di lorong Rumah Sakit, matanya berkaca-kaca melihat Aldi tak sadarkan diri. Di tangan anak itu terdapat selang impus.

"Bagaimana keadaan anak saya Dok?" tanya Irwan pada Dokter yang keluar dari ruang rawat Aldi.

"Anak Anda sudah mendapatkan penanganan, dia sudah melewati masa kritisnya." Penjelasan itu membuat Irwan menghela nafas lega.

"Ah iya, ada beberapa memar di tubuhnya. Sebelum mendapat benturan, sepertinya anak Anda dipukuli, apakah benar?" Dokter itu memicing menatap Irwan yang mengepalkan tangannya.

"Sepertinya saya tahu siapa Pelakunya." Irwan mengepalkan tangannya. Dalam hati dia bersumpah akan membalas Mantan Istrinya itu karena telah berani menyakiti anaknya.

.
.
.

"Di mana Mamah?" Pertanyaan itu yang pertama kali keluar dari mulut Aldi saat sadar. Sementara Irwan mengubah raut wajahnya menjadi datar, terlihat tak suka ketika Aldi menanyakan wanita Iblis itu.

"Kamu bisa nggak ngeliat Papah dalam versi yang lain, Di?" tanya Irwan, tatapannya menyendu menatap Aldi. Aldi yang melihat itu bergeming sambil mengalihkan tatapannya.

Tetapi, mengingat betapa kerasnya Irwan pada Nita, tangan Aldi mengepal, dia benar-benar membenci Papahnya itu. Papahnya yang membuat Mamahnya menjadi sekeras itu padanya. Dan Aldi membenci itu.

Irwan yang kasar pada Nita, Irwan yang selalu sibuk. Aldi membenci itu. Oleh karena itu, dia menyayangi Nita melebihi siapapun.

Dan tanpa sadar Nita selalu mengambil alih dunianya.

Dia menyingkirkan siapapun yang menghalanginya, termasuk lukanya yang kian menganga. Aldi terluka. Hatinya sakit saat melihat Nita menangis di kamar seorang diri. Sifat Mamahnya itu keras diluar tapi rapuh didalam.

Aldi semakin membenci Irwan karena menceraikan Mamahnya, menjauhi dia dari orang yang sangat dia sayangi lebih dari siapapun. Dan hatinya kian melepuh saat mendengar ujaran dari Irwan yang dijuluki sebagai Papahnya ini.

"Mamah kamu sudah meninggal."

Aldi menatap nyalang Papahnya, dia membenci fakta bahwa di depannya ini adalah orang yang pantas dijuluki oleh Papah olehnya.

"Papah membunuhnya." Aldi berujar tanpa melihat ke arah Papahnya. Dan itu membuat Irwan kaget.

"Papah ngebunuh Mamah 'kan? Papah benci dia!" pekik Aldi sambil melempar apa saja yang bisa Ia lempar.

"Mamah terluka melebihi siapapun! Tapi kenapa Papah setega ini sama Mamah!"

"Udah Aldi bilang kalo Mamah nggak pernah salah!"

"Aku benci Papah."

"Pergi sebelum aku ngelukain Papah." Aldi berujar dingin.

"Al, Papah-"

"Pergi!" teriakan itu membuat Irwan mengalah, dia keluar dengan pikiran berkecamuk.

"Mamah belum bahagia, tapi kenapa harus pergi?" Aldi meneteskan airmatanya tanpa sadar, dia memegang dadanya yang sesak.

"Maaf, maaf."

***

Irwan terdiam menatap langit-langit malam. Tangannya memegang gelas yang berisi wine. Dia menghela nafas pelan saat ingatan-ingatan itu kembali. Ingatan dimana Aldi mulai membencinya.

Mantan Istrinya itu berkuasa penuh atas Aldi walaupun sudah meninggal.

Sampai sekarang Aldi membencinya, yang Aldi pikir hanya kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang kian membesar. Irwan sudah beberapa kali ingin meluruskan kesalahpahaman ini, namun Aldi terus menolak untuk bertemu dengannya, dan terus menghindar.

Irwan hanya berharap, semoga Anca berhasil meluruskan kesalahpahaman ini.

Ya, hanya itu harapannya.

.
.
.

"Saya mencintai Mantan Istri saya. Tapi sayangnya, Istri saya tamak akan kekuasaan, dia selalu ingin menang sendiri. Dan sifatnya itu yang perlahan membunuh dia."

"Saya memang menemui Nita waktu itu, tapi saya urungkan karena saya melihat Istri saya sedang ...." Pak Irwan menatap Anca yang terdiam.

"Bercumbu dengan lelaki lain." lanjutnya sambil menghela nafas pelan. Anca kaget? Tentu saja. Mulutnya bahkan menganga saking kagetnya.

"Bapak cemburu? Lalu membunuh keduanya?" tebak Anca membuat Pak Irwan terkekeh. Mungkin semua orang akan berpikir seperti itu, tapi kenyataannya tidakah begitu.

"Pikiran kamu terlalu rasional anak muda. Saya memang cemburu, tapi saya sadar. Bahwa saya hanya mantan suami dia. Seperti kata dia, kalo saya tidak punya hak lagi untuk mengaturnya." Pak Irwan menatap lurus ke depan. Bayang-bayang mengenai Mantan Istrinya membuatnya tanpa sadar tersenyum tipis.

"Lalu? Siapa yang membunuh Mantan Istri Bapak?" tanya Anca yang sudah gatal ingin mengeluarkan pertanyaan ini sedari tadi.

Pak Irwan bergerak mengambil sesuatu di saku celananya, flashdisk. Dan mulai memutarnya lewat laptop yang dia bawa.

Anca sendiri menatap heran, baru setelah melihat videonya Anca menutup mulutnya kaget.

"Dia sudah dipenjara, tapi sampai sekarang Aldi tak mau mendengarkan saya. Dia terlalu marah dan enggan menerima kenyataan. Aldi selalu tutup telinga kala mendengar penjelasan mengenai kematian Ibunya."


***

Anca menutup buku novel yang dia baca. Pikirannya melayang, walaupun dia bodoh tapi untuk masalah seperti ini, Anca memang jagonya.

Ketulusan serta bukti yang Pak Irwan dapat membuktikan semuanya.

Bahwa yang membunuh Ibu Aldi bukan Pak Irwan, melainkan selingkuhan dari Ibu Aldi sendiri yang sama-sama tamak akan harta.

"Sekarang gue ngerti kenapa Aldi bisa pinter kaya gini." Anca berujar sambil memegang flashdisk yang Pak Irwan berikan padanya.

"Terlalu pinter sampe mendekati bego."

***

TBC

Happy eid mubarak🥳. Minal aidzin walfaidzin. Maafin author yaa kalo author banyak salah huhu :)

See you in the next part😉

Luv buat yang baca😘

Logic & Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang