🌼Dua Puluh Delapan🌼

22.2K 2.9K 218
                                    

____________________________________

Bisik-bisik orang dipinggir jalan membuat bi Arum menarik tangan Sekar agar lebih cepat berjalannya.

"Kita harus cepat non, habis ini nona akan ke sekolah lagi bukan? "

Sekar menurut saja. Bukan ia tidak tahu dan tidak mendengar pembicaraan mereka, hanya saja dia bersikap bodoh amat.

"Tadi non Sekar kok diam saja waktu tuan Langit bertanya kabar?"

Sejak tadi dirinya penasaran dan sudah menahan diri tidak menanyakan ketika masih ditempat tadi.

"Oh itu, Sekar tadi cuman kaget aja sama perubahan fisik tuan Langit" bi Arum mengangguk mengiyakan.

"Bibi lihat juga kan tadi? Perubahannya itu kelihatan banget, dari wajah sampai warna kulitnya. Behh maco bener bi"

"Maco itu apa non?" Bi Arum menggaruk kepalanya. Banyak sekali kata-kata nonanya yang tidak ia pahami.

"Mmm seperti kelihatan dewasa gitu bi. Udah gitu badannya kekar sekali yakan?" Tanpa sadar Sekar cukup antusias ketika membahas soal Langit.

"Iya sih non, intinya makin ganteng hihihi"

"Wah gak beres nih" Sekar memicingkan matanya pada bi Arum. "Bibi suka yah sama tuan Langit?"

"Sembarangan! " Bi Arum melotot. "Yang ada itu non Sekar yang suka sama tuan Langit, iya kan?" Bi Arum menaik turunkan alisnya.

"Enggak ah bi. Sekar cuman kagum aja tadi. Gak ada perasaan apa-apa" jawabnya jujur.

Bi Arum mendesah kecewa. Dia pikir nonanya sedang jatuh cinta makanya sampai memuji laki-laki yang akan menjadi presiden mereka di masa depan nanti.

"Sayang sekali. Padahal bibi kira nona ada sedikit ketertarikan dengannya tadi"

"Hahahaha bibi mikir apa sih? Ada-ada saja deh" Sekar mempercepat langkahnya ketika pasar sudah ada di depan mata.

🏵️

"Wah wah wah lihat siapa yang datang" Arthur merentangkan tangannya ketika Langit memasuki pekarangan rumah mereka.

"Salam hormat ayah" Langit menunduk memberi hormat pada ayahnya.

"Sudah sudah. Bagaimana kabarmu?" Arthur memeluk sebentar anak laki-laki satu-satunya miliknya.

"Kabar baik ayah. Bagaimana dengan ayah?" Keduanya berjalan menuju ruang tamu.

"Seperti yang kau lihat, semakin hari aku semakin tua. Ah sepertinya kau harus sudah siap menggantikan posisiku nak"

Langit menuntun ayahnya agar duduk di kursi kayu.

"Saya belum siap ayah. Saya akan naik tahta kalau ayah sudah tidak sanggup lagi. Saat ini saya merasa belum pantas ayah" jawabnya sopan.

"Kau selalu seperti itu. Bilang saja kau enggan menerima tugas besar ini kan? " Sindir Arthur.

"Benar sekali ayah" jawabnya mantap.

"Anak ini benar-benar!" Arthur menatap anaknya tak percaya. Bagaimana bisa anaknya ini tidak tertarik sama sekali dengan tahta yang ia tawarkan.

"Sudahlah! Aku kira kau akan menerimanya setelah pulang dari sana. Ternyata aku salah, kau tetaplah anakku yang paling tidak masuk akal"

Langit tertawa melihat ayahnya yang kesal akan dirinya.

Bagaimanalah, rasa-rasanya ia tidak bisa menerima tahta selagi ayahnya masih sanggup untuk bertugas. Masalah bantu membantu akan ia usahakan, tapi kalau untuk menerima jabatan itu untuk saat ini ia belum bisa.

SEKAR Where stories live. Discover now