🌼Tiga Puluh Sembilan🌼

15.5K 2.7K 66
                                    

Kalau ada typo bilang yah, soalnya aku gak baca ulang lagi. Ini baru selesai di ketik langsung up.

Ngetik sambil buka puasa 🤭

___________________________________

Pernahkah kalian bosan, lelah dan bingung secara bersamaan? Jika pernah maka itulah yang dirasakan Sekar saat ini.

Ia bosan harus terus berbaring ditempat tidur. Sudah hari ketiga tapi demamnya masih begitu-begitu saja. Malah semakin buruk karena badannya terasa nyeri dibeberapa bagian.

Belum lagi sakit kepalanya yang sering menyerang tiba-tiba membuat ia lelah. Minimnya pengobatan dan tidak adanya fasilitas kesehatan di dunia itu membuat ia hampir putus asa.

Ini sakit terlama yang ia rasakan semenjak hidup. Dahulu ia paling lama demam hanya satu hari, terkadang pun hanya satu malam saja. Namun lihatlah, sekarang hanya bisa menerima nasib dan bergantung pada dirinya sendiri.

Bergantung dengan pengetahuan yang ia miliki untuk penyakit yang ia alami saat ini. Berharap pada tabib pun sama saja, mereka juga hanya bisa membuat obat dari bahan seadanya.

Berbeda jika di kehidupannya dahulu. Rumah sakit, tenaga medis, obat-obatan sudah tersedia lengkap dimana-mana. Bahkan untuk obat-obatan ringan saja sudah terjual bebas di warung-warung, tidak perlu harus ke apotek terlebih dahulu.

Namun disini? Sekar hanya bisa bergantung dengan obat seadanya saja.

"Ya Tuhan kenapa hidup aku begini banget yah. Percumalah dahulu aku sekolah kedokteran kalau dimasa depan hanya bisa dipergunakan sebentar" Sekar menghela napas lelah.

"Tidak ada lagi dr. Stefani Arsita Prameswari. Tidak adalagi dokter yang nekat membahayakan nyawanya demi membantu orang lain. Tidak ada lagi dokter Stefani yang selalu bersemangat jika diberi tugas untuk mengobati orang banyak. Ya Tuhan...."

Tanpa sadar Sekar meneteskan air matanya. Merasa dirinya sangat tidak berguna lagi. Cita-citanya, harapannya, mimpi-mimpinya kini telah lenyap bersamaan disaat peluru itu menembus tepat di jantungnya.

"Tidakkah mulia mimpi dan kerja keras yang aku lakukan dahulu Tuhan? Bukankah itu yang Kau harapkan dari seluruh hambamu selama mereka memiliki nyawa? Lalu kenapa Engkau membiarkan aku meninggalkan kehidupanku dahulu? Bukankah sama saja Kau melenyapkan harapan orang banyak tentang kemampuanku untuk memberi mereka sedikit harapan untuk hidup?. Kenapa Tuhan kenapa?"

Sekar memaksakan diri bangun, bosan terus-terusan berbaring diatas tempat tidur.

Matanya memandang kearah jendela kamar yang terbuka. Cahaya keemasan dari matahari sore masuk dari sela jendela kamar miliknya.

Sekar tak bisa menghentikan air matanya. Rasa rindu akan keluarga yang tak mungkin bisa ia jangkau kembali menyeruak begitu saja.

Ia rindu akan omelan mamanya jika ia tidak mengangkat telepon. Mamanya akan mengomel sepanjang mereka mengobrol.

Bibir pucatnya menampilkan senyum tapi matanya tetap menitikkan air mata.

Krieettt

Suara pintu kamar terbuka. Cepat-cepat Sekar menghapus air matanya lalu menampilkan senyum kepada Biduar yang memasuki kamarnya.

"Sekar..." Biduar cepat-cepat melangkah mendekati putrinya.

"Iya pah?" Sekar mencoba setenang mungkin walaupun ia masih ingin menangis.

"Ada apa nak? Apa ada yang sakit?" Khawatirnya.

"Enggak pah" gelengnya.

"Lalu kenapa kamu menangis, bilang sama papah apa yang membuat kamu sedih. Atau ada yang ganggu kamu?" Lagi-lagi Sekar menggeleng tegas.

SEKAR Kde žijí příběhy. Začni objevovat