🌼 Lima belas🌼

29.7K 4.1K 138
                                    

___________

Sekembalinya dari istana presiden, Biduar kembali ketanah lapang untuk mencari tau keadaan ketiga anaknya. Apalagi Sekar, ia khawatir kalau putrinya itu kecapekan ketika mengurus warga yang terluka sendirian.

Tapi sekeras apapun ia berusaha mencari, tetap saja tidak menemukan satupun diantara ketiganya. Dia sudah mengunjungi tenda medis namun tetap tidak menemukan Sekar sama sekali.

Biduar jalan kesana kemari dengan wajah gusar, ia bingung harus mencari ketiganya kemana.

Wajah gelisah milik Biduar tertangkap manik mata Langit. Ia mendekat lalu menepuk pundak Biduar.

"Tuan mencari siapa?" Biduar langsung menunduk memberi hormat pada Langit.

"Hormat yang mulia tuan muda. Saya sedang mencari ketiga anak saya, sedari tadi saya keliling tapi tidak bisa menemukan mereka" ucap Biduar dengan wajah gusar.

"Tidak usah khawatir, mereka bertiga tadi pamit sebentar ke kediaman kalian. Putri anda merengek ingin segera membersihkan diri, makanya kedua kakaknya menemani" Biduar akhirnya bernapas lega.

"Syukurlah, aku kira mereka kemana" Biduar mengusap kasar wajahnya. Biduar terdiam lalu..

"Ke rumah? Astaga!" Biduar kembali panik.

"Ada apa?" Bingung Langit.

"Bagaimana kalau nanti ada gempa susulan? Anak-anak itu benar-benar yah!" Dadanya naik turun memikirkan ketiga anaknya yang keras kepala.

"Tenang saja, sejauh ini belum ada gempa susulan" ucap Langit menenangkan.

"Belum ada belum tentu tidak akan ada yang mulia" Langit mengangguk mengiyakan.

"Kita tunggu saja sebentar mana tau mereka akan kembali" mau tak mau Biduar menurut saja.

Sementara dikediaman ketiganya sedang adu mulut.

"Sekar cepat mandinya! Nanti kalau ada gempa susulan bagaimana?" Lingga bergerak kesana-kemari didepan pintu kamar mandi milik Sekar.

"Tar lagi loh ka, Sekar masih sabunan nih" teriak Sekar dari dalam.

"Kamu udah dari sepuluh menit yang lalu lho sabunan terus, masa sabunan aja lama sekali!" Lingga tak habis pikir sama sekali.

"Yeee namanya juga pengen bersih ka" Lingga mengepalkan tangan, hampir saja ia mendobrak pintu kamar mandi kalau Gardana tidak mencegah.

"Mau ngapain kau hmm?" Pelototnya pada Lingga.

"Mau dobrak pintu biar narik Sekar dari sana"

"Gila kamu yah. Sekar itu udah besar bukan anak-anak lagi. Ingat itu!"

"Tapi dia lama sekali ka" Lingga meraup rambutnya kasar.

Bukan apa-apa dia takut akan ada gempa susulan. Bagaimana kalau adik kesayangannya itu itu nanti terluka? Tidak! Dia tidak bisa memikirkan kejadian seperti itu.

"Tenanglah, aku tau kamu khawatir padanya. Tapi kamu jangan lupa kalau adik kita itu sangat berhati-hati dan juga pintar. Jadi berhentilah cemas begini" Gardana menepuk pundak Lingga.

"Enathlah, aku kadang gusar sendiri melihat jiwa dia yang tenang disaat keadaan terburuk sekalipun. Apa ada manusia segila dia kak? Ayah saja yang dingin begitu masih bisa panik. Sedangkan si bocah kecil itu? Arghhh"

Gardana terkekeh melihat adiknya. Siapa pun dirumah ini pasti mempunyai pemikiran yang sama dengan Lingga. Adik bungsu mereka itu terlalu tenang, seakan tidak takut dengan apapun. Tapi dia selalu membuktikan setiap kata-kata yang ia keluarkan.

SEKAR Where stories live. Discover now