🌼Enam Puluh Satu🌼 ( Bonus)

12.8K 1.3K 71
                                    


Langit mengeratkan genggamannya pada Sekar ketika berhadapan dengan orang yang sangat tidak ingin ia temui. Sebelumnya ia sudah melarang keras Sekar untuk tidak bertemu dengannya lagi, namun Sekar tetap kekeuh pada pendiriannya.

"Biarkan aku bicara dengannya dahulu, kamu keluarlah sebentar" Langit mendelik tak suka mendengarnya.

"Tidak mau"

"Ayolah sebentar saja. Ya?" Sekar memasang wajah memohon pada suaminya itu. "Aku janji hanya sebentar saja" ujarnya meyakinkan.

"Baiklah" sebelum beranjak, Langit masih menyempatkan mencium kening Sekar lalu menatap Rama dengan sengit. "Awas saja kalau kau macam-macam dengan istriku" ancamnya sebelum benar-benar keluar dari rumah makan yang mereka tempati saat ini.

Sekar menatap Rama dengan lekat, lalu menghela napasnya. " Kenapa kamu kurus sekali?" tanyanya dengan raut prihatin.

"Tidak apa-apa" jawab Rama dengan tersenyum.

" Kamu tidak perlu merasa bersalah lagi Ram, aku sudah memaafkanmu" Rama membuang wajahnya kala mata mereka saling bertubrukan. " aku mohon Ram, jangan menjauhiku seperti ini"

"Kamu itu kenapa bodoh sekali Sekar! Untuk apa kamu masih baik padaku, padahal kau sudah tau betul bagaimana aku menghianati kepercayaanmu pada waktu itu! Lalu kenapa kamu masih saja bersikap seolah tidak terjadi apa-apa Sekar, kenapa...?" Tanyanya dengan suara serak yang terdengar prustasi.

"Harusnya kamu tidak perlu repot-repot menemuiku lagi, harusnya kamu menurut saja apa kata suamimu untuk tidak berhubungan denganku lagi Sekar" Rama mengacak rambutnya kasar. "Aku mohon Sekar pergilah, jangan temui aku lagi. Kalau kamu tetap disini, aku takut akan menyakitimu lagi"

"Tidak Rama. Aku akan terus menemuimu, karena aku yakin kamu tidak akan mengulangi hal buruk yang sama lagi"

"Siapa yang bisa menjamin hah? Siapa yang bisa menjamin aku tidak berbuat jahat lagi, siapa!?"

"Aku" tunjuknya pada dirinya sendiri. "Aku yang akan menjaminnya Rama, karena aku sudah mengenalmu sejak lama. Jadi mohon jangan merasa bersalah lagi. Ya?" Rama mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bagaimana lagi caranya agar Sekar menjauh darinya.

"Katakan padaku, ah bukan. Ayo ceritakan padaku bagaimana kehidupanmu dahulu, cepat!" Seakan tidak terjadi apa-apa, Sekar terlihat antusias bertanya pada Rama perihal kehidupan lamanya dahulu.

Rama menganga tidak percaya akan apa yang ia dengar dan lihat saat ini. Sekar yang tadinya berwajah sedih kini berubah menjadi sumringah ketika bertanya padanya.

"Kamu sehat kan Sekar?" Tanyanya khawatir.

"Memangnya aku kenapa?" Sebal Sekar dengan mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa kamu antusias begitu ketika bertanya soal masa laluku?"

"Hehehe" Sekar cengengesan tak jelas. "Aku cuma pengen tahu Ram. Kamu tahu tidak ada yang bisa aku ajak curhat mengenai kehidupanku dahulu, soalnya hanya kamu yang paham" Rama mengernyitkan dahinya. " Ayolah Ram, please......" Rengeknya kembali.

"Baiklah" pasrahnya kemudian. Lalu mengalirlah cerita Rama soal kehidupannya dahulu.

" Hiks hiks hiks" Sekar menghapus air matanya setelah selesai mendengar curhatan Rama. "Jadi karena itu kamu iri denganku Ram?" Rama menggaruk tengkuknya. " Kamu tidak perlu iri denganku Ram, harusnya kamu bahagia karena ayah ibumu saat ini menerima dan menyayangimu sejak dulu. Berbeda denganku yang tidak dianggap sama sekali, bahkan dahulu pernah dikucilkan dan kamu pasti tau ceritanya kan?" Rama mengangguk.

"Oh iya sejak kapan kamu mengetahui soal aku yang bukan dari dunia ini?"

" Sebenarnya aku curiga sejak kita berdebat di malam pesta ulang tahunmu waktu itu. Aku merasa tidak masuk akal saat kamu bisa berbahasa Barat padahal usiamu masih sangat kecil dan selama itu kamu terkurung dan tidak pernah mendapat pendidikan sama sekali. Awalnya aku bertanya pada Lingga, namun ia bilang kamu itu jenius dan sering belajar dengan bi Arum, padahal bi Arum saja tidak bisa berbahasa Barat sama sekali. Lalu karena tidak percaya aku sering mengawasimu dari jauh dan menemukan beberapa bukti. Dan yang paling menguatkan adalah ketika kamu berdebat dengan tuan Langit waktu itu soal emansipasi wanita di tanah lapang. Disana aku makin yakin kalau kamu berasal dari dunia yang sama denganku" masih banyak lagi hal yang Rama ceritakan sehingga Sekar meringis sendiri betapa teledornya ia selama ini.

"Dasar lucknut kamu Ram" Sekar melempar tissue kepada Rama yang mengejek kalau Sekar lebih tua dari suaminya.

"Maafin aku yah Sekar" ucap Rama sungguh-sungguh.

"Sudahlah tidak apa-apa. Lupakan saja dan mari bekerja sama agar kita bisa bersilaturahmi lagi hingga tua nanti" Sekar mengulurkan tangannya dan disambut bahagia oleh Rama. Keduanya lalu tertawa bersama dan hal itu membuat emosi Langit semakin membuncah dari luar restoran. Dengan langkah besar masuk kembali dan menarik bangku di samping Sekar dengan kasar.

"Sudah bicaranya?" Langit memeluk pinggang Sekar dengan posesif.

"Apasih!" Kesal Sekar. Ia terkadang kesal dengan sikap posesif suaminya itu. Belum lagi saat ini Sekar sedang hamil, sehingga sifat posesif Langit berlebihan.

"Kok kamu malah marah sama aku sih sayang?" Pelotot Langit. "Aku kan gak suka lihat kamu ketawa-ketawa sama dia" tunjuknya tak suka pada Rama.

Sekar menghela napas lelah. Suaminya ini memang sangat sensitif, entah kenapa Sekar yang hamil tapi ia yang yang berubah moodnya. Bahkan yang mengalami mual-mual adalah Langit, Sekar malah kuat makan dan tidak merasakan apapun.

" Gini loh mas, aku tuh lagi bahas hal yang lucu sama Rama. Jadi jangan marah yah" Sekar mengelus kepala Langit yang bersandar di pundaknya.

"Iya tapi aku gak suka kamu ketawa sama orang lain" rengeknya.

"Aiiihhh kamu gak malu apa sama rakyat kamu yang banyak ini hah?" Langit menggeleng dan sukses membuat Sekar geleng kepala. Ia sedikit risih di tatap oleh beberapa orang yang berada di restoran.

"Maafkan saya tuan. Saya tidak bermaksud apa-apa kepada Sekar" bantah Rama kemudian. "Saya dan Sekar tidak ada hubungan apa-apa tuan, dan saya juga berjanji tidak akan mengganggu atau menyakiti Sekar lagi" jelas Rama kembali.

"Tuh denger tuh. Makanya kamu tuh jangan cemburuan mulu, tanya dulu baru marah-marah" Langit tidak peduli sama sekali. Ia mengeratkan pelukannya di pinggang Sekar.

🏵️🏵️

Sekar menggeliat lantaran perlakuan Langit. Sejak mereka kembali dari restoran Langit memonopoli Sekar di dalam kamar. Ia tidak berhenti menciumi badan Sekar, mulai wajah, leher, pundak bahkan bagian-bagian lainnya.

"Ih geli tau mas" Sekar tertawa saat Langit menciumi lehernya. Bahkan Langit meninggalkan beberapa tanda kepemilikannya di leher Sekar.

"Ini hukuman buat kamu" Langit berpindah ke perut Sekar yang sedikit membuncit. "Siapa suruh kamu tersenyum ramah pada laki-laki lain di depan mataku sendiri" ia memberikan ciuman bertubi-tubi diperut Sekar tanpa henti.

"Hahahaha geli" Sekar tak tahan kala Langit sesekali menjilati perutnya.

"Sayang...." Panggil Langit dengan suara berat dan serak.

"Mmmm?" Erang Sekar, bahkan ia tak bisa berkata-kata saat Langit tak berhenti memberikan ciuman di badannya. Tangannya menjambak rambut Langit saat tak mampu berbuat apa-apa lagi.

" Boleh yah?" Pintanya dengan suara pelan. "Anakku juga sepertinya sudah sangat rindu dengan ayahnya" tambahnya lagi. Sekar hanya bisa mengangguk. Percuma saja ia tolak, tubuhnya juga menginginkan lebih, bukan hanya sentuhan saja.

"Hello anak ayah. Kita akan segera bertemu" bisiknya pada perut Sekar.

















Aiiih sorry kalau nyambung ceritanya.

Aku lagi gak enak badan sekarang 😌

Terima kasih

Nur Dyh 🌷

SEKAR Where stories live. Discover now